Sejarah

Sejarah Bahasa (113): Bahasa Kadayan di Borneo Utara;Dialek-Dialek Bahasa Melayu dan Dialek Bahasa Kadayan di Brunai


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku
Kedayan/Kadayan salah satu suku bangsa asli Brunei. Suku Kedayan sering juga
disebut Melayu Kedayan karena secara linguistik termasuk dalam rumpun bahasa
Melayu Lokal. Dalam pengertian lain Kedayan juga termaksuk Orang Pedalaman atau
Orang Darat. Nama lama kepada suku Dusun di Brunei juga di sebut Kedayan atau
Sang Kedayan. Sang Kedayan untuk membedakan ‘Orang Laut’ (pesisir). Kedayan
Islam/Kedayan Melayu ini berkerabat dengan Kan(d)ayan Dayak dari Kalimantan
Barat. 

Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982


Bahasa
Kedayan adalah dialek Bahasa Melayu Brunei yang dituturkan oleh suku Kedayan
yang berasal dari sungai Kedayan di Brunei dan juga di dituturkan di Miri
(Sarawak), Sipitang, (Sabah) dan Wilayah Persekutuan Labuan, Malaysia Timur.
Suku Kedayan berbeda dengan suku Melayu Brunei. Tujuh suku asli Brunei yaitu
Melayu-Brunei, Kedayan, Tutong, Belait, Dusun, Bisaya, Murut (Lun Bawang) dan
sedikit Iban (namun tidak termasuk suku asi Brunei). Sama dengan Bahasa Melayu
Brunei standar mempunyai pertukaran bunyi vokal daripada Bahasa Melayu Baku.
Antara lain ialah bunyi /e/ akan berganti menjadi bunyi /a/. Perbedaannya
dengan bahasa Melayu Brunei standar, pada bahasa Kedayan kehilangan huruf “R”.
(Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Kadayan Brunai
di Borneo Utara? Seperti disebut di atas, bahasa Kadayan dituturkan orang Kadayan
di Brunai, wilayah Borneo Utara. Dialek-dialek bahasa Melayu dan dialek bahasa
Kadayan di Brunai. Lalu bagaimana sejarah bahasa Kadayan Brunai di Borneo Utara?
Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah
pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.

Bahasa Kadayan Brunai di Borneo Utara; Dialek-Dialek
Bahasa Melayu dan Dialek Bahasa Kadayan di Brunai

Nama Brunai sudah lama dikenal. Nama Brunai sudah
disebut sebagai Burune dalam teks Negarakertagama (1365). Nama lain yang disebut
adalah Saludung di timur dan Malano di barat. Pelaut Portugis berlabuh di
Brunai pada tahun 1521 setelah terusir dari Canton. Demikianlah seterusnya (hingga
era Belanda) nama Brunai tetap eksis, tidak hanya dalam teks juga dalam
peta-peta navigasi pelayaran. Lalu bagaimanana dengan nama Kadajan?


Pada masa ini wilayah bahasa Kadajan berada di wilayah pantai utara
Borneo terutama di wilayah Brunai. Meski Brunai sudah dikenal sejak lama, namun
intensitas pemahaman wilayah Brunai baru terjadi sejak kehadiran seorang pedagang
Inggris, James Brooke di Kuching pada tahun 1833. Dalam konteks inilah kemudian
antara Brooke dengan pihak (kerajaan) Brunai dengan kelompom populasi Dajak
terinformasikan. Lantas bagaimana dengan nama Kadajan?

Nama Kadajan paling tidak terinformasikan pada tahun
1859 (lihat Algemeen Handelsblad, 14-07-1859). Disebutkan ada perselisihan
antara pihak kerajaan Brunai dengan kelompok populasi Kadayan di wilayah hulu
sungai Limbong. Dalam hal ini terjadi perselisihan antara kelompok populasi
Melayu di wilayah pantai (Brunai) dan kelompok populasi asli Kadayan di wilayah
pedalaman di daerah hulu sungai Limbang.


Algemeen Handelsblad, 14-07-1859: ‘Berikut laporan dari Laboean: Setelah
sekian lama terjadi penuh ketidakadilan, Pangeran Shabandar yang dahulu bernama
Pangeran Makota atau Broerai dibunuh oleh beberapa orang Kadajan dari Limbang.
Dia telah menyusuri sungai bersama sekelompok pengikutnya untuk mengumpulkan
upeti; tetapi karena tidak dapat memperoleh sebanyak yang dia inginkan, dia
menangkap beberapa orang disana. Teman-teman mereka ingin menyelamatkan mereka
dan karena Makota juga menyeret beberapa wanita muda ke perahunya, namun dia
menolak untuk melepaskannya, kerabat mereka menyerang perampok tersebut dan
memukulinya sampai mati dengan tongkat. Sultan memerintahkan Toemenggoeng
mengumpulkan kekuatan untuk menghukum para Kadajan. Dia segera melakukannya,
dan membunuh tujuh atau delapan orang dari suku itu. Makota adalah orang yang
selama beberapa tahun ingin memaafkan Sir James Brooke. Makota selalu memusuhi Brooke’.

Lantas siapa kelompok populasi Kadajan? Sudah barang
tentu keelompok populasi Kadayan adalah kelompok populasi terawal di wilayah
tersebut sebelum kehadiran orang-orang Melayu di wilayah pantai. Ada dua
kemungkinan asal usul orang Kadajan: pertama, kelompok populasi pendatang pertama
yang kemudian terdesak ke pedalaman (hulu) sungai setelah kehadiran orang
Melayu; kedua, orang Kadayan adalah orang pedalaman yang berasal dari wilayah
pegunungan (orang Dajak) yang menuruni daerah aliran sungai.


Bagaimana membedakan soal asal usul orang Kadayan dapat diperhatikan dari
perbedaan elemen budaya yang membedakan dari orang Melayu dan orang Kadayan
seperti bahasa, adat istiadat, kehidupan sehari-hari, religi, pola bertempat
tinggal. Lalu selanjutnya elemen budaya apa yang terdapat pada kelompok
populasi Kadayan direlasikan dengan persamaan yang terdapat pada
kelompok-kelompok populasi (Dajak) di wilayah pedalaman.   

Tunggu deskripsi lengkapnya

Dialek-Dialek Bahasa Melayu dan Dialek Bahasa Kadayan
di Brunai: Melayu, Iban, Dusun, Kadayan dan Kenyah

Dr Hose adalah orang pertama yang dapat dikatakan
mengidentifikasi kelompok populasi di wilayah Borneo Utara (Engelsch Borneo). Ch
Hose adalah seorang dokter yang pernah melakukan studi di wilayah Serawak. Salah
satu tulisannya berjudul A journey up the Baram river to Alt Dulit and the
Highlands of Borneo diterbitkan dalam Geogr. Journal, Vol. I tahun 1893.Pada
tahun 1896 Charles Hose adalah President van het Bazam district in Sarawak.
Pada tahun 1899 gubernur Baram Charles Hose mengundang ahli etnografi Alfred C
Haddon.


Ch Hose dan AC Haddon mengelompokkan kelompok populasi di wilayah Engelsch
Borneo dibagi menjadi 4 kelompok utama (lihat Dr HH Juynboll, 1910): (1) Suku Poenan
di Kalimantan Tengah, yang juga termasuk suku Bakatan dan Boekit; (2) Kalimantan,
termasuk Kadajan, Boekit, dll; di Broenei. Di Sêrawak Moeroet, Kalabit dll; di
Limbang Tring, Barawan, Batu Blah, Narom, Long Kipoet, Lelak, Long Pata, Long
Akar, Sibop, Madang; di Baram Bintoeloe, Milanau; sepanjang pantai Kadjaman,
Kanowit, Sekapan, Loegat, Tandjong, dll; di Redjang suku Dayak Darat di Serawak
Hulu dan Sadong. Strain ini bersifat dolichocephalic; (3) Suku Kenja dan Kajan
atau Bahaus yang berpindah dari Kalimantan Belanda ke Serawak selama beberapa
abad. Suku-suku ini juga tinggal di Kalimantan Tengah. Mereka adalah
dolichocephalic dan brachycephalic rendah; (4). Suku Iban atau Dayak Laut, yang
awalnya mendiami daerah Batang-Loepar dan Saribas. Batang-batang ini bersifat
brachycephalic.
 

Berdasarkan catatan Hose dan Haddon, kelompok
populasi Kadayan di Brunai adalah kelompok populasi Kalimantan, bagian dari
kelompok-kelompok populasi asli pedalaman pulau Borneo. Lantas mengapa kedua
peneliti tidak memasukkan kelompok populasi Melayu? Hose dan Haddon menganggap
orang Dajak adalah penghuni awal (asli) pulau Borneo termasuk di Brunai,
sedangkan orang Melayu adalah pendatang (dari barat pulau Kalimantan).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.
Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top