*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Suku
Kei adalah suku yang mendiami kepulauan Kei di provinsi Maluku. Masyarakat suku
Kei bertutur menggunakan bahasa Kei yang berfungsi sebagai basantara bagi
masyarakat di kepulauan Kei. Populasi suku Kei berjumlah sekitar 180.000 orang.
Orang Tanimbar Kei merupakan salah satu sub-suku Kei yang mendiami pulau
Tanimbar Kei umumnya beragama Hindu.
Bahasa
Kei (disebut juga Veveu Evav, Veu Evav) adalah salah satu bahasa dalam rumpun
bahasa Austronesia. Bahasa ini dituturkan oleh suku Kei, di kepulauan Kei, atau
yang mengaku sebagai warga asli dari 207 desa di pulau Kei Kecil, pulau Kei
Besar, dan pulau-pulau sekitarnya. Warga penghuni pulau Kur dan Kamear adalah
masyarakat penutur bahasa Kur, sementara warga desa Banda Eli (Wadan El) dan
Banda Elat (Wadan Ilat) di Kei Besar adalah masyarakat penutur bahasa Banda.
Kelompok-kelompok masyarakat ini dipercaya bermigrasi dari Kepulauan Banda dan
masih melestarikan bahasa asli leluhur mereka, namun mereka juga mampu
menuturkan bahasa Kei yang merupakan lingua franca di kepulauan ini. Tiap
pulau, bahkan tiap permukiman (ohoi) memiliki dialek tersendiri, sehingga
dialek-dialek ini sering kali dijadikan petunjuk daerah asal (kampung, pulau,
atau kawasan tertentu di Kepulauan Kei) penutur bahasa Kei. Masyarakat Kei
tidak memiliki budaya baca tulis sendiri. Para misionaris Katolik dari Belanda
menuliskan kata-kata bahasa Kei dengan suatu bentuk variasi penggunaan abjad
Romawi. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Kei di pulau
Kei Kecil dan bahasa Kur di pulau Kei Kecil? Seperti disebut di atas bahasa Kei
dituturkan oleh orang Kei di pulau Kei (Besar). Kota besar Kota Tual dan pulai
Kei Kecil. Lalu bagaimana sejarah bahasa Kei di pulau Kei Besar dam bahasa Kur
di pulau Kei Kecil? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada
permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Bahasa Kei di Pulau Kei Kecil dan Bahasa Kur di Pulau
Kei Kecil; Kota Besar Kota Tual dan Pulai Kei Kecil
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kota Besar Kota Tual di Pulai Kei Kecil: Bahasa Kei
dan Bahasa Kur
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999).
Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar
rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog
hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang
tidur. Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.