Sejarah

Sejarah Bahasa (198): Bahasa Melayu di Kepulauan Maluku dan Bahasa Melayu di Daerah Non Melayu; Mengapa-Bagaimana?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Bahasa
Melayu di masa lampau pernah menjadi lingua franca. Namun kini bahasa Indonesia
yang menjadi lingua franca dari Sabang hingga Merauke. Bahasa Melayu sendiri
kini menjadi bahasa daerah di Indonesia dengan berbagai dialek. Di wilayah
Maluku bahasa Melayu antara lain terdapat di Layeni, Teon Nila Serua, Maluku Tengah; Kaiely, Teluk
Kaiely, Buru; Bula, Bula, Seram Timur; Luang Timur, Mndona Hiera, Maluku Barat
Daya; Salarem, Aru Selatan Timur.

 

Bahasa
Melayu Maluku Utara adalah dialek bahasa Melayu yang dituturkan di hampir
seluruh wilayah provinsi Maluku Utara. Di wilayah Kepulauan Sula, masyarakat di
sana biasanya menggunakan Melayu Sula (bahasanya mirip Melayu Ambon, tetapi
strukturnya masih mengikuti bahasa-bahasa di Maluku Utara), sedangkan di Bacan,
Mandioli, dan wilayah di sekitar Bacan menggunakan Bahasa Melayu Bacan. Oleh
sebab itu, Maluku Utara mempunyai tiga bahasa pasar, tetapi hanya Melayu Maluku
Utara yang digunakan sebagai lingua franca. Di Maluku Utara sendiri, namanya
dikenal oleh masyarakat di sana sebagai Bahasa Pasar. Nama ini diambil karena
bahasa ini adalah percakapan sehari-hari masyarakat Maluku Utara. Bahasa ini
mempunyai pengucapan yang cepat dan nadanya yang datar serta intonasinya yang
agak kasar, sehingga masyarakat di sebelah barat Indonesia kebanyakan akan
tidak mengerti bahasa ini. Bahasa ini juga dikenal sebagai bahasa Melayu
Ternate, karena basis bahasa ini terletak di Ternate.
(Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Melayu di kepulauan
Maluku, bahasa Melayu di daerah non Melayu? Seperti disebut di atas di sejumlah
tempat di wilayah Maluku terdapat penutur bahasa Melayu. Mengapa dan bagaimana?
Lalu bagaimana sejarah bahasa Melayu di kepulauan Maluku, bahasa Melayu di daerah
non Melayu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan.
Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.

Bahasa Melayu di Kepulauan Maluku, Bahasa Melayu di
Daerah Non Melayu; Mengapa dan Bagaimana?

Kelompok populasi di pantai timur Sumatra dan
pulau-pulau di sebelah timurnya berbahasa Melayu biasanya disebut orang Melayu.
Bagaimana jika kelompok populasi berbahasa (mirip) bahasa Melayu jauh dari
pantai timur di Sumatra. Lantas mereka itu yang berada di kepulauan Maluku dan
pantai barat dan pantai utara Papua adalah juga orang Melayu?


Kelompok populasi berbahasa Jawa di wilayah Melayu di Sumatra Timur
apakah disebut orang Jawa? Demikian juga dengan kelompok populasi berbahasa di
Lampung, apakah juga orang Jawa? Tentu saja orang Jawa berbahasa Jawa. Mengapa?
Asal usul mereka sangat belum lama berlangsung dan cukup data yang
menjelaskannnya. Bahkan kelompok populasi berbahasa Jawa di Suriname dapat
dijelaskan secara akurat.

Kelompok-kelompok populasi berbahasa Melayu di
kepulauan Maluku sudah terinformasikan sejak masa lampau. Namun tidak ada informasi
yang menjelaskan bahwa mereka yang berbahasa Melayu itu adalah orang Melayu.
Mengapa? Satu yang jelas mereka tidak mengidentifikasi sebagai orang Melayu,
tetapi merasa sebagai penduduk asli. Warna kulit mereka juga mirip dengan warna
kulit yang agak gelap sebagaimana umumnya penduduk asli di wilayah Maluku.


Seperti dikutip di atas di wilayah Maluku
bahasa Melayu dituturkan antara lain terdapat di desa Layeni, kecamatan Teon Nila Serua, kabupaten
Maluku Tengah; desa Kaiely,
kecamatan Teluk Kaiely, kabupaten Buru; desa Bula, kecamatan Bula, kabupaten Seram
Bagian Timur; desa Luang Timur, kecamatan Mndona Hiera, kabupaten Maluku Barat
Daya dan desa Salarem, kecamatan Aru Selatan Timur kabupaten Kepulauan Aru.
Bagaimana di desa-desa yang berjauhan ini eksis bahasa Melayu?

Desa Layeni terdapat di beberapa tempat di wilayah
Maluku. Nama Lajeni sebagai tempat juga ditemukan di Homgaria.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Mengapa dan Bagaimana? Bahasa Melayu di Wilayah Melayu
vs Bahasa Melayu di Wilayah Non Melayu

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.
Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top