*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Suku
Cirebon adalah kelompok etnis keturunan Jawa cirebonan (rumpun jawa banyumasan)
yang tersebar di sekitar wilayah Kabupaten Cirebon dan Kota Cirebon.
Menggunakan istilah Wong sebagai penanda keturunan jawa. Suku Cirebon juga
dapat ditemui di sebagian Kabupaten Majalengka, sebagian Kabupaten Subang mulai
dari Blanakan, Pamanukan, hingga Pusakanagara dan sebagian Pesisir utara
Kabupaten Karawang mulai dari Pesisir Pedes hingga Pesisir Cilamaya dan di
sekitar Kec. Losari di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
Bahasa Cirebon adalah rumpun
bahasa Jawa (jawa ngapak cirebonan) yang dituturkan di pesisir utara Jawa Barat
terutama mulai daerah Pedes hingga Cilamaya Kulon dan Wetan di Kabupaten
Karawang, Blanakan, Pamanukan, Pusakanagara, sebagian Ciasem, dan Compreng di
Kabupaten Subang, Ligung, Jatitujuh, dan sebagian Sumberjaya, Dawuan,
Kasokandel, Kertajati, Palasah, Jatiwangi, Sukahaji, Sindang, Leuwimunding, dan
Sindangwangi di Kabupaten Majalengka sampai Kota dan kabupaten Cirebon (kecuali
bagian selatan) serta Losari Timur di Kabupaten Brebes di Provinsi Jawa Tengah.
Bahasa Cirebon juga dipergunakan bersama bahasa Sunda di wilayah Surian,
kabupaten Sumedang. Bahasa Cirebon sebagian besar kosakatanya dipengaruhi oleh
bahasa Jawa Sansekerta, yaitu sekitar 80% sehingga bahasa Cirebon disebut
sebagai bahasa Sanskerta kontemporer, kosakata serapan bahasa Sanskerta
diantaranya adalah ingsun (saya) dan cemera (anjing). Penelitian kosakata elementer
menunjukkan perbedaan kosa kata Bahasa Cirebon dengan Bahasa Jawa mencapai 75%. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Tjeribon, kini
bahasa Cirebon di Pantai Utara? Seperti dissebut di atas penutur bahasa Cirebon
berada diantara penutur bahasa Jawa dan bahasa Sunda di pantai utara pulau
Jawa. Bahasa pesisir dari sudut pandang bahasa Jawa dan sudut pandang bahasa
Sunda. Lalu bagaimana sejarah bahasa Tjeribon, kini bahasa Cirebon di Pantai
Utara? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.
Bahasa Tjeribon, Kini Bahasa Cirebon di Pantai Utara;
Sudut Pandang Bahasa Jawa, Sudut Pandang Bahasa Sunda
Nama Cirebon? Bagaimana penulisan yang benar, apakah
Tjirebon atau Tjeribon? (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 11-02-1863). Lantas apakah ada bahasa Tirebon atau Tjeribon?
Bahasa di Tjeribon paling tidak sudah diidentifikasi sebagai suatu dialek tahun
1870 (lihat Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van
Nederlandsch-Indië, 1870).
Salah satu pemerhati bahasa-bahasa asli, Prof Keyzer menganggap bahasa di
Tjierebon adalah dialek bahasa (yang berbeda bahasa Jawa dan bahasa Sunda).
Boleh jadi halini dikemukan karena Keyzer menemukan ada perbedaan dalam bahasa
Jawa dan bahasa Sunda. Dialek bahasa Tjirebon tidak tidak hanya ucapan lisan
juga sumber tulisan (babad Tjirebon yang ditulis oleh Abdoelqahar; koleksi Dr.
Brandes).
Bahasa Tjirebon sebagai suatu dialek bahasa, hingga
tahun 1913 belum ada ahli bahasa atau peminat bahasa yang coba menyelidikan dialek
bahasa Tjirevbon (lihat De heiligen van Java, 1910-1913). Disebutkan dialek Tjierbon
belum diteliti secara ilmiah, dan upaya mendatangkan orang ahli dari Batavia
(Genootschap) sejauh ini gagal. Babad Tjirebon yang dibaca oleh R. Ng. Soera di
Poera dan R. Wira Wangsa, keduanya dari Solo, hanya memahami sepintas saja.
Dalam hal ini dialek bahasa Tjirebon berbeda dengan bahasa Jawa, bahkan
dua ahli bahasa dari Solo masih kesulitan membaca Babad Tjirebon. Seperti
dikutip di atas, lantas apakah bahasa Tjirebon merujuk pada bahasa Jawa?
Tunggu deskripsi lengkapnya
Sudut Pandang Bahasa Jawa, Sudut Pandang Bahasa Sunda:
Bahasa Cirebon Berakar Bahasa Sanskerta?
Bahasa Tjirebon sebagai suatu dialek bahasa (bahasa
tersedniri), paling tidak dari sudut pandang bahasa Jawa, lalu apakah bahasa Tjirebon
memiliki kedekatan dengan bahasa Soenda? Satu hal yang terjadi di wilajah
residentie Tjeribon pada tahun 1920an dianggap berbahasa Pasoendan (bahasa
Sunda). Hal itulah kemudian mengapa residentie Tjirebon dimasukkan ke dalam province
West Java. Lalu bagaimana dengan bahasa Batavia/Betawi?
Setelah wilayah Tjeribon sebagai residentie sejak awal terbentuknya
Pemerintah Hindia Belanda (pasca dibubarkannya VOC), lalu pada tahun 1925 digabungkan
dalam satu provinsi (lihat De nieuwe vorstenlanden, 24-08-1925). Pembentukan
ini seiring dengan pembentukan privinsi West Java dan Provincial Raad. Dasar pembentukannya
karena bahasa yang sama (Pasoendan). Provinsi (Staatsbled No 378 tanggal 14
Agustus 1925). Wilayah residentie yang tergabung dalam provinsi: Banten, Batavia,
Buirenzorg en Karawang, Priangen, Tjeribon en Indramajoe (Stbl 285 tangga;20
Juni 1925).
Bahasa Tjirebon sebagai suatu dialek bahasa baru
mendapat perhatian dari seorang peminat bahasa NJ Smith (dari Genootchap) yang menulis dengan judul Het dialect van Tjeribon yang diterbitkan dalam Tijdschrift van Indische taal-, land- en
volkenk. 1926). NJ Smith pernah menjadi asisten residen di Tjirebon.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.