*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Suku Kubu (Suku Anak Dalam) penyebutan untuk
masyarakat tinggal di kawasan hutan dataran rendah di Sumatra Tengah (Jambi).
Penyebutan menggeneralisasi dua kelompok Orang Rimba dan Suku Anak Dalam Batin
Sembilan. Kubu berasal kata ngubu atau ngubun dari bahasa Melayu berarti
bersembunyi di dalam hutan. Orang sekitar menyebut sebagai “Suku Kubu”, namun,
baik Orang Rimba maupun SAD Batin Sembilan tidak ada menyebut diri sebagai Suku
Kubu. Sebaran Orang Rimba di Jambi di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
(TNBD).

Struktur
bahasa Kubu. Dunggio, P.D. and Wahab, Zalinin and Naning, Zainal Abidin and
Indones, Noor and Luneto, Bambang Apriay. Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, Jakarta (1985). Penelitian ini membahas tentang bahasa Kubu. Bahasa
Kubu adalah bahasa daerah yang dipakai oleh suku Kubu yang berdiam di daerah
pemukiman Sungai Jernih, Kecamatan Muara Rupit, di daerah pemukiman Sungai
Kijang, Kecamatan Sarulangun, dan di daerah pemukiman Simpang Bayat, Kecamatan
Bayung Lincir, dalam wilayah Propinsi Sumatera Selatan. Bahasa Kubu juga
dipakai oleh suku Kubu yang mendiami daerah Lubuk Regis di Kecamatan
Batanghari, daerah Air Hitam, Bangko serta Sungai Rebah, di dalam kawasan Propinsi
Jambi. Penelitian kebahasaan yang dilakukan terhadap bahasa-bahasa daerah yang
ada di Indonesia sangat penting artinya dalam usaha memperoleh data kebahasaan
yang sahih, lengkap, dan mendalam. Penelitian semacam ini merupakan landasan
usaha dalam pembinaan dan pengembangan bahasa daerah dan pembakuan bahasa
nasional. (https://repositori.kemdikbud.go.id/)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Kubu di pedalaman
pulau Sumatra, ‘kubu’ bahasa asli Melayu? Seperti disebut di atas, bahasa Kubu
dituturkan kelompok populasu di pedalaman pulau Sumatra. Sebaran bahasa-bahasa
Melayu di Nusantara. Lalu bagaimana sejarah bahasa Kubu di pedalaman pulau
Sumatra, ‘kubu’ bahasa asli Melayu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe,
semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan
sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.
Bahasa Kubu di Pedalaman Pulau Sumatra, ‘Kubu’ Bahasa
Asli Melayu? Sebaran Bahasa-Bahasa Melayu di Nusantara
Sejak kapan nama Kubu diinformasikan? Yang jelas
Koeboe adalah nama tempat di pantai barat (pulau) Kalimantan. Kubu dalam bahasa
Melayu diartikan sebagai pertahanan. Lantas bagaimana dengan nama kelompok
populasi (Koeboe) yang terdapat di pedalaman Sumatra (bagian selatan)? Orang
Koeboe berbahasa Koeboe.
Keberadaan orang Koeboe di wilayah (Residentie) Palembang pertama kali dilaporkan
oleh JE de Sturler. Disebutkannya pada tahun 1823, untuk kedua kalinya, ketika
sedang melakukan perjalanan di pedalaman kesultanan Palembang, untuk pertama
kalinya dia mendengar tentang Orang Koeboes (Koeboes volk). Saya beruntung
dapat melaporkan hal berikut tentang orang-orang yang dimaksud. Orang Koeboe
bertubuh lebih besar dibandingkan orang Sumatera lainnya, serta bertubuh kuat
dan tegap…orang Koeboe memiliki bahasa yang sangat berbeda dengan bahasa umum
penduduk Palembang. Demikian seterusnya. Deskripsi ini ditulis Sturler dengan
judul ‘Nova over de Orang Koeboes (Koeboes volk) in de binnenlanden van het
Palembangsch Rijk gevonden wordende’ yang dimuat dalam Bataviasche courant, 28-04-1827.
Lalu siapa orang Koeboe? Bagaimana kelompok populasi
yang terpencil di pedalaman Sumatra, yang antara lain disebut Koeboe terbentuk?
JE de Sturler mendeskripsikan orang Koeboe tidak berbeda dengan orang Melayu
lainnya kecuali tempat tinggalnya. Karena sudah lama terasing atau mengasingkan
diri orang Koeboe menjadi tertinggal dalam hal peradaban. Keterasingan orang
Koeboe diduga belum lama terjadi (diduga apa awal era masuknya Islam).
Pada era Pemerintah Hindia
Belanda penyeberan penduduk nusantara terjadi dalam tiga periode (lihat Bijdragen
tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indie, 1868). Pertama, penduduknya,
setelah mencapai tingkat perkembangan tertentu, menyebar ke seluruh pulau. Kedua,
diawali dengan perpindahan suku asli oleh suku lain yang sama sekali asing asal
usulnya, yaitu ke Jawa oleh pemukiman Brahmana dan India lainnya, yang membentuk
koloni Hindu dan umat Hindu tersebar luas. Antara lain, sisa-sisa candi yang
didedikasikan untuk dewa-dewa Hindu di Jawa. Penduduk asli (alfuru) di Jawa
dsan Sumatra lambat laun hilang dan hilang sama sekali di Jawa (dan Sumatra),
atau bergabung dengan penduduk baru (di Semenanjung masih tersisa, orang
Semang). Kerajaan Mojopahit mereproduksi suku Hindu di pulau-pulau terdekat di
sebelah timur. Ketiga, panganut agama Islam dan penyebaran Islam mengerus doktrin
Hindu baik di Sumatra maupun di Jawa.
Tentang keberadaan orang Koeboe (juga orang Loeboe),
lantas dengan semakin menguatnya pengaruh Islam di wilayah persir (pantai)
Sumatra, apakah situasi dan kondisi tersebut yang menyebabkan di luar
perbatasan tersebut terbentuk (dikenal sebagai) kelompok populasi Loeboe dan
Koeboe? Fakta bahwa orang Loebo dan Koeboe memiliki bahasa yang relative dekat
dengan bahasa Melayu jika dibandingkan dengan kelompok populasi asli Sumatra
lainnya seperti Batak, Redjang dan sebagainya. Orang Koeboe berada diantara wilayah
kerajaan-kerajaan Islam (Palembang, Jambi dan lainnya) dan kelompok populasi
pedalaman seperti orang Kerintji, Redjang dan sebagainya.
Orang Koeboe dan orang Loeboe memiliki karakteristik yang sama. Sementara
itu di Semenanjung terdapat kelompok populasu orang Banoea (kelompok lebih lanjut
dari orang Semang), yang diduga melakukan migrasi ke pantai timur Sumatra
sebagai Orang Sakai (di wilayah Riau). Orang Loeboe berada di antara kerjaan
Minangkabau (Islam) dengan wilayah orang Batak. Lalu, apakah orang Koeboe
adalah sisa orang Melayu (Jambi dan Palembang) dan orang Loeboe (dan orang
Siladang) adalah sisa orang Melayu/Minangkabau?
Tunggu deskripsi lengkapnya
Sebaran Bahasa-Bahasa Melayu di Nusantara: Bahasa
Melayu di Pedalaman versus Bahasa Melayu di Pesisir
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan
aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel
sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or
perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.