Sejarah

Sejarah Bandung (37): KF Holle, Tokoh Pendidikan di Preanger; Kweekschool Bandoeng Dibuka 1866




false
EN-US




























































































































































false
IN



























































































































































Hasil Kunjungan
Chijs ke Mandailing dan Angkola: Reformasi Pendidikan di (pulau) Jawa

Laporan
kunjungan Chijs telah dikutip/dilansir semua surat kabar di Hindia Belanda dan
di Negeri Belanda, seperti di Rotterdam, Amsterdam dan Haarlem, Algemeen
Handelsblad dan Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie di Batavia, De locomotief : Samarangsch handels- en
advertentie-blad di Semarang, Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad di
Padang.
Seketika berubah
semuanya, pandangan orang luar terhadap Tanah Batak, paling tidak di afdeeling
Mandailing dan Angkola berubah 360 derajat yang mana 180 derajat kesan primitif
menghilang dan 180 derajat tidak diduga telah memiliki sistem pendidikan yang terbaik
di Hindia Belanda. Inilah sumbangan fantastis Willem Iskander di Tapanoeli
khususnya di afdeeling Mandailing dan Angkola. Iskander Effect tengah bekerja.
Iskander
Effect tidak hanya telah mengalami difusi jauh hingga ke pelosok-pelosok
terpencil di Tapanoeli, juga mengguncang wilayah-wilayah di Jawa. Java-bode:
nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 14-11-1868 yang
mengutip dari surat kabar Soerabayasch Handelsblad edisi 5 November sangat
menyentuh: ‘Mari kita mengajarkan orang Jawa, bahwa hidup adalah perjuangan.
Mengentaskan kehidupan yang kotor dari selokan (candu opium). Mari kita
memperluas pendidikan sehingga penduduk asli dari kebodohan’. Orang Jawa, harus
belajar untuk berdiri di atas kaki sendiri. Awalnya Chijs mendapat kesan
(sebelum ke Tanobato) pantai barat Sumatra mungkin diperlukan seribu tahun
sebelum realisasi gagasan pendidikan (sebaliknya apa yang dilihatnya sudah
terealisasi dengan baik). Kenyataan yang terjadi di Mandailing dan Angkola
bukan dongeng, ini benar-benar terjadi, tandas Chijs’.
Rupanya tulisan
(laporan) Chijs itu telah menggelinding kemana-mana bahkan di pusat kekuasaan
kolonial di Jawa. Afdeeling Mandailing en Angkola telah menjadi ‘kiblat’
perubahan, perubahan yang sangat fundamental di Hindia Belanda. Kweekschool
Tanobato adalah sekolah swasta (dukungan partisipasi pemimpin local di
Mandailing dan Angkola).
Laporan
Chijs juga mengindikasikan sekolah guru di Fort de Kock gagal total. Menurut
Chijs sekolah guru Fort de Kock tidak pantas memakai nama sekolah guru.
Sebaliknya sukses besar di Tanobato. Laporan Chijs menggarisbawahi siswa-siswa
Tanobato juga belajar tiga bahasa sekaligus. Menurut Chijs di sini (maksudnya
Tanobato) bahasa Melayu diajarkan oleh orang non Maleijer, di negara non-Melayu
dengan sangat baik. Buku Braven Hendrik yang terkenal di Eropa telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Mandailing/Angkola.
Adanya kemajuan
pendidikan tak terduga di Mandailing dan Angkola menyadarkan pemerintah untuk
segera membangun sekolah guru di Bandoeng. Tahun 1865 Kweekschool Tanobato
diakuisisi pemerintah dan dijadikan sekolah guru negeri. Kweekschool Bandoeng
mulai dibuka tahun 1866, Dengan demikian sekolah guru negeri menjadi empat
buah: Soerakarta (1852), Fort de Kock (1856), Tanobato (1865) dan Bandoeng
(1866).
Reaksi
mulai bermunculan, tidak hanya dari kalangan pribumi tetapi juga diantara
orang-orang Eropa/Belanda. Sekolah guru Tanobato, sekolah guru yang diasuh oleh
Willem Iskander adalah sekolah yang tidak diinginkan. Karena pemerintah hanya
menginginkan sekolah guru terbatas di Soerakarta (Jawa) dan di Fort de Kock
(Sumatra). Namun pemerintah segera menyadari dan langsung membangun sekolah
guru di Bandoeng dan mengakuisisi sekolah guru yang sudah berdiri di Mandailing
dan Angkola.
Arnhemsche courant,
13-11-1869: ‘…Hanya ada 7.000 siswa dari jumlah populasi pribumi yang banyaknya
15 juta jiwa. Anggaran yang dialokasikan untuk itu kurang dari tiga ton emas.
Hal ini sangat kontras alokasi yang digunakan sebanyak 6 ton emas hanya
dikhususkan untuk pendidikan 28.000 orang Eropa… lalu stadblad diamandemen
untuk mengadopsi perubahan yang dimenangkan oleh 38 melawan 26 orang yang tidak
setuju’.
Setelah
adanya perubahan dan kemenangan di parlemen (dewan) oleh yang pro, diantara
yang pro ada yang mengungkapkan kekecewaannya selama ini sebagaimana dilaporkan
oleh Algemeen Handelsblad, 26-11-1869: ‘…kondisi pendidikan pribumi di Java
adalah rasa malu untuk bangsa kita (Belanda). Dua atau tiga abad mengisap
bangsa ini, berjuta-juta sumber daya penghasilan telah ditransfer ke ibu
pertiwi (Kerajan Belanda), tapi hampir tidak ada hubungannya untuk peradaban
pribumi di sini (Hindia Belanda)…’.
Sementara di
Mandailing Angkola, tidak hanya Willem Iskander yang menulis buku-buku
pelajaran, juga guru-guru sekolah dasar (alumni Kweeskschool Tanobato) menulis
buku-buku pelajaran. Sebagian dari buku-buku yang ditulis itu dicetak di Padang
dan Batavia. Buku pelajaran yang ditulis Willem Iskander sudah ada yang dicetak
di Batavia tahun 1865.
Langkah
pertama yang akan dilakukan di Jawa adalah 
untuk melanjutkan pengembangan pendidikan di 15 ibukota kabupaten,
dimana tidak ada sekolah berada selama ini. Namun tidak disebutkan nama-nama 15
ibukota afdeeling tersebut. Jika jumlah ibukota tahun 1865 sebanyak 23 maka
baru delapan ibukota yang memiliki sekolah.
Di Residentie
Tapanoeli yang mana ibukota sudah terbentuk di enam kabupaten (Natal,
Mandailing dan Natal, Sibolga, Baroes, Singkel dan Nias), pada tahun 1870 sudah
ada 10 sekolah negeri yang didirikan. Tujuh diantaranya berada di afdeeling
Mandailing dan Angkola dan masing-masing satu buah di afd. Natal, afd. Sibolga
dan afd. Nias. Pada tahun 1870 bertepatan ibukota Afdeeling Mandailing dan
Angkola dipindahkan dari Panjaboengan ke Padang Sidempuan. Di ibukota baru ini
sudah terdapat dua sekolah negeri (Batoenadoea dan Hoetaimbaroe).
Pengembangan
pendidikan di Jawa mulai menemukan jalan keluar. Pendirian sekolah guru di
Bandoeng yang dibuka tahun 1866 telah diperluas ke Jawa Tengah dengan membangun
sekolah guru di Oengaran.
Ini berarti
bahwa sekolah guru, selain di Solo, Bukittingi, Tanpbatoe juga di Bandoeng dan
Oengaran.—kemudian di Probolinggo.

*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top