*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini
Pasca kemerdekaan (republik) Indonesia dan pada masa permulaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), eks residentie Bangka Belitung memiliki
keutamaan dalam usaha pertambangan timah. Hal ini karena dua diantara tiga
perusahan besar dalam pertambangan timah terdapat di Bangka (Bangka Tin Winning
Bedrijft/(BTW) dan di Belitung (Gemeenschaappelijke Mijnbouw Maatschaappij
Billiton/GMB). Namun semua itu, ada satu fase dimana di wilayah Indonesia Belanda
menginisiasi suatu bentuk negara federal pada awal tahun 1950, yakni Republik
Indonesia Serikat (RIS). Namun strategi Belanda tersebut mendapat penentangan
dari para Republiken, sehingga RIS dibubarkan dan pada tanggal 17 Agustus 1950 kembali
kepada ‘harga mati’ NKRI.

PT
TIMAH sebagai Perusahaan Perseroan didirikan tanggal 02 Agustus 1976, dan
merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang pertambangan
timah dan telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 1995. PT TIMAH
merupakan produsen dan eksportir logam timah, dan memiliki segmen usaha
penambangan timah terintegrasi mulai dari kegiatan eksplorasi, penambangan,
pengolahan hingga pemasaran. Ruang lingkup kegiatan Perusahaan meliputi juga
bidang pertambangan, perindustrian, perdagangan, pengangkutan dan jasa.
Kegiatan utama perusahaan adalah sebagai perusahaan induk yang melakukan
kegiatan operasi penambangan timah dan melakukan jasa pemasaran kepada kelompok
usaha mereka. Perusahaan memiliki beberapa anak perusahaan yang bergerak
dibidang perbengkelan dan galangan kapal, jasa rekayasa teknik, penambangan
timah, jasa konsultasi dan penelitian pertambangan serta penambangan non timah.
Perusahaan berdomisili di Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung dan memiliki
wilayah operasi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Provinsi Riau,
Kalimantan Selatan, serta Cilegon, Banten. Pada era Hindia Belanda perusahaan
tambang timah terdiri dari Bangka Tin Winning Bedrijft (BTW), Gemeenschaappelijke
Mijnbouw Maatschaappij Billiton (GMB) dan Singkep TIN Exploitatie Maatschappij
(SITEM). Pada perioede waktu 1953-1958 perusahaan-perusahaan Belanda tersebut
dinasionalisasi ke dalam tiga perusahaan BTW menjadi PN Tambang Timah Bangka, GMB
menjadi PN Tambang Timah Belitung dan SITEM menjadi PN Tambang Timah Singkep (https://timah.com/)
Lantas bagaimana sejarah timah dan pertambangan timah di Bangka Belitung
pasca berakhirnya kehadiran Belanda di Indonesia? Seperti disebut di atas, ada satu
fase dimana terbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS), tetapi para Republiken berhasil
menumbangkannya, dan kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Lalu bagaimana sejarah timah dan pertambangan timah di Bangka Belitung sendiri
seiring dengan berakhirnya kehadiran Belanda di Indonesia? Seperti kata ahli
sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.

Sejarah
seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan
tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan
imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Timah di Bangka Belitung;
Republik Indonesia Serikat (RIS) vs Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Segera setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945), atas
nama mandat Amerika yang mana sebelumnya Jepang menyatakan takluk pada tanggal
14, Inggris akan menjalankan dua fungsi ke Indonesia yakni evakuasi militer
Jepang dan pembebasan interniran Eropa/Belanda. Di Bangka juga ada kamp
interniran Eropa/Belanda. Namun masuknya Inggris ke Indonesia cukup alot karena
Pemerintah Republik Indonesia harus selektif. Namun dengan dalih untuk dua
tujuan dan tidak terkait dengan politik di internal (di wilayah Indonesia), di
belakang Inggris, orang-orang Belanda melakukan negosisiasi kepada Inggris yang
sambil mempersiapkan diri untuk memasuki wilayah Indonesia (dari basis di
Australia). Salah satu wilayah di wilayah Indonesia yang disasar, selain di
Jawa dan beberapa kota utama di Sumatra untuk dimasuki, adalah Bangka dan
Belitung, Mengapa?
De
Volkskrant, 13-09-1945: ‘Sydney, menurut AP kemarin diumumkan bahwa Pemerintah Hindia
Belanda di Australia berencana untuk kembali ke Indonesia. Ini akan dilakukan
dari dua arah. Bagian barat laut — Sumatera dengan pulau-pulau penting
penghasil timah seperti Banka dan Billiton — akan dimasuki dari Colombo,
sedangkan bagian timur, Australia akan menduduki kepulauan, dengan Brisbane
sebagai zona tempat tinggal utama. Sampai saat ini belum ada pengumuman pasti
dari mana pemerintah Belanda akan kembali ke ibukota Batavia, banyak orang Belanda
berasumsi bahwa mereka akan datang langsung dari Australia, karena Australia
telah menjadi pusat utama aparat administrasi Belanda jauh sebelumnya sejak
Maret 1942. Petunjuk lain ke arah timur adalah fakta. bahwa sebagian besar
armada udara Belanda, yang terdiri dari delapan puluh pesawat, sekarang
terkonsentrasi di Brisbane, siap untuk segera memulai penerbangan skala besar
pertama untuk membantu rakyat Indonesia yang telah merdeka’.
Sehubungan dengan akan masuknya Pemerintah Hindia Belanda ke Indonesia,
di Belanda perusahaan Billiton Mij mulai merencanakan sebanyak delapan kapal
keruk timah untuk membuka kemungkinan penggalian timah lagi di pulau Bangka,
Billiton dan Singkep, segera setelah situasi memungkinkan. Enam dari kapal
keruk ini akan dibangun di Belanda (lihat De Volkskrant, 26-09-1945). Sementara
itu, diberitakan di London bahwa J van den Broek, direktur perusahaan Billiton
Mij, telah ditunjuk sebagai Ketua Komite Timah Internasional menggantikan Sir
John Campbell, yang baru saja meninggal dunia (lihat Algemeen Handelsblad, 27-09-1945). Amerika Serikat sendiri telah memberikan prioritas
bagia perseroan Bill. Mij. akan kembali beroperasi di Bangka, Billiton dan
Singapura (lihat Amigoe di Curacao, 02-10-1945).
Situasi
menjadi sangat genting di Jawa dan Sumatra. Di satu pihak orang Indonesia telah
memiliki pemerintahan sendiri dengan presiden, Ir Soekarno dan tengah
mengkonsolidasikan di dalam negeri. Sementara itu orang-orang Belanda sangat
berambisi kembali ke Indonesia dengan alasan Sebagian berada wait en see di
Australia dan sebagian besar berada di Indonesia sebagai interniran. Tentu saja
Belanda di Eropa tidak siap dengan ini, meski bukan itu alasannya, orang-orang
Belanda sudah merasa negaranya di Hindia Belanda. Disebutkan di Jawa ada hampir
125 ribu warga negara Eropa yang diinterniran, hampir seluruhnya orang Belanda;
25 ribu tawanan berada di pulau-pulau lainnya. Associated Press 18 Oktober. Melaporkan
dari Batavia bahwa 700 tentara Belanda lainnya telah tiba disana, sehingga
jumlah total pasukan Belanda di Jawa menjadi 5000 orang (lihat Bredasche
courant, 22-10-1945).
Saat mana orang Belanda kembali di Bangka dan
Belitung, berbeda dengan di Jawa. Disebutkan di Belitung pasukan Belanda yang
mendarat di Billiton disambut oleh penduduk dengan sorak sorai dan bendera
Belanda. serta musik. MS Tromp yang membawa dalam perjalanan ke Billiton (lihat
Bredasche courant, 22-10-1945). Sementara itu di wilayah tetangga, pasukan
Australia, yang juga termasuk pasukan Hindia Belanda, menduduki Kalimantan
Barat pada tanggal 16 Oktober. Bendera Belanda dikibarkan di Pontianak (lihat Aaltensche
courant, 26-10-1945). Juga disebutkan kapal penjelajah “Tromp” telah
menurunkan pasukan di Billiton.
Sultan baru telah dilantik di Pontianak, Alkadri, yang adalah seorang
letnan kolonel di tentara Belanda dan diinternir di Bandung selama pendudukan
Jepang. Di Ambon dan Timor kekuasaan Belanda dipulihkan tanpa kesulitan. Disebutkan
pembunuhan Jenderal Mallaby tidak disengaja, tetapi saat meninggalkan markasnya
dia terkena peluru nyasar. Sekarang Mr Amir Sjarifoeddin Harahap, Menteri
Penerangan Republik merangkap Menteri Keamanan Rakyat telah berangkat ke
Surabaya untuk menyelidiki penyebab kematian Jenderal Mallaby (lihat Algemeen
Handelsblad, 01-11-1945).
Bagaimana Billiton jatuh ke tangan orang
Belanda disarikan oleh surat kabar baru yang terbit di Batavia (lihat Het
dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 08-11-1945).
Disebutkan Kapten F Stam DSO Angkatan Laut Kerajaan Belanda, komandan kapal
penjelajah ringan HM “Tromp” melaporkan bahwa penyerahan Billiton
terjadi ketika komandan pasukan Jepang di Billiton Yamaguchi Yashiro menyerah
tanpa syarat di atas kapal “Tromp” pada hari Minggu 21 Oktober. “Tromp” tiba di Billiton pada hari
yang sama. Sebuah divisi pendaratan di bawah komando Letnan Schotel dari
Angkatan Laut Kerajaan Belanda mendarat tanpa menemui perlawanani, dia diterima
oleh Yashiro.
Lebih
lanjut disebutkan bahwa divisi pendaratan menduduki kantor telepon, stasiun
radio dan kantor polisi. Ada kegembiraan besar di antara orang-orang Cina yang
bekerja sama. Penduduk Indonesia tetap bergeming dan tidak menghalangi. Tandjong
Pandan penuh dengan bendera Cina ada permintaan besar untuk bendera Belanda.
Prahu Indonesia dan Cina yang sebelumnya diwajibkan membawa bendera merah putih
meminta bendera Belanda dibuatkan bendera biru. Pada hari Senin, 22 Oktober, Polisi
resmi nasionalis secara resmi menyerahkan administrasi Billiton kepada komandan
NICA, Mayor Sextor, Para direktur dan staf Billiton Mij. dan detasemen medis
Rapwi, yang datang dengan “Tromp,” masuk ke darat. Komandan dari NICA
dan detasemen pendaratan “Tromp” tiba di Manggar, pusat utama industri
timah, dimana semuanya berada diam. Pemerintah Indonesia digulingkan. Semua
orang Jepang di pulau itu dilucuti senjatanya dan diberi tugas. Orang Indonesia
dan Cina senang melihat para penindas mereka sekarang bekerja keras untuk
membersihkan tanah. Pada hari Kamis, 23 Oktober, komandan “Tromp” masuk
ke darat untuk kunjungan resmi ke Mayor Sextor dari NICA dan kapten Cina serta
rnam puluh orang Cina dan Indonesia berkunjung ke “Tromp”. Para
direktur Billiton Mij. melaporkan bahwa semua pekerja Cina dan banyak pekerja
Indonesia kembali dan diam-diam pergi bekerja. Orang Indonesia lainnya tidak
begitu tertarik, tetapi tidak ada halangan. Ternyata, Jepang tidak
menghancurkan properti tambang, tetapi mereka menyebarkannya ke seluruh pulau.
Peti ditemukan di hutan yang benar-benar ditumbuhi rumput liar. Dua kapal keruk
timah terbesar telah ditemukan utuh di Banka. Banyak ton timah siap dikirim. Mesin
dalam kondisi cukup baik. Produksi dapat dilanjutkan pada bulan November. Pada
hari Sabtu, 27 Oktober, kapten Cina menawarkan makanan Cina kepada komandan dan
perwira “Tromp”, kru pergi ke darat untuk berenang dan bermain sepak
bola, dan kemudian nasi goreng ditawarkan di klub. Kapal “Tromp”
berangkat dari Tandjong-Priok ke Billiton tanggal 20 Oktober.
Dalam perkembangannya diketahui bahwa pasukan
Ambon akan memperkuat NICA diantaranya di Bangka dan Belitung (lihat Het
dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia10-12-1945). Disebutkan
pasukan Ambonne bahwa keputusan telah dibuat tentang pedoman umum sehubungan
dengan pasukan Ambonne. Sebagian akan dipindahkan ke Ambon, sebagian lagi akan
ditugaskan ke Sabang, Bangka dan Billiton. Dua grup yang berada di Batavia akan
dikonsentrasikan di luar batas kota, masing-masing digunakan untuk menjaga kamp
perempuan Ambonne di tengah Batavia.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Republik Indonesia Serikat
(RIS) vs Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI): Wilayah Administratif
Sumatra, Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung
Agresi Militer Belanda II terjadi pada tanggal
19 Desember 1948, dimana di Jogyakarta, ibu kota Republik Indonesia, para
pemimpin Indonesia menyerah. Sebelumnya Jenderal Soedirman meminta agar
pemimpin Indonesia ikut mengungsi ke pedalaman. Namun permintaan itu tidak diindahkan.
Jenderal Soedirman tampaknya kecewa.
Sebelum
Jenderal Soediman berangkat ke luar kota untuk bergerilya, sebelum pasukan
Belanda memasuki kota sempat mengumumkan di radio Jogja bahwa komando
dipindahkan ke Sumatra di bawah pimpinan Kolonel Hidayat. Setelah itu, Jenderal
Soedirman yang tengah sakit dengan pasukannnya berangkat menuju tenggara di Poerworedjo.
Sementara itu di luar kota Jogjakarta, pasukan Siliwangi di bawah komando Majoor
Jenderal Abdoel Haris Nasoetion kembali ke Jawa Barat untuk berjuang. Pasukan
ini berangkat pada tanggal 20 Desember 1948 dan Kolonel TB Simatoepang dengan pasukannya
berangkat ke Jawa Tengah di Banaran.
Pasukan NICA akhirnya menangkap Soekarno dan
Mohammad Hatta dan para pemimpin lainnya. Pada tanggal 22 Desember Mohamad
Hatta dan beberapa pemimpin diasingkan ke Bangka di Muntok. Sementara Soekarno
dan beberapa pemimpin diasingkan ke Sumatra Utara. Lalu dalam perkembangannya, Van
Royen mengumumkan bahwa para pemimpin Republik Soekarno, Hatta, Sjahrir dan
Agus Salim telah dibebaskan, tetapi — ia menambahkan — karena keselamatan
publik dapat terancam jika gerakan mereka akan meluas ke seluruh Indonesia, itu
terbatas hanya di pulau Banka untuk saat ini (lihat Nieuwe courant, 08-01-1949).
Lebih lanjut disebutkan di Bangka, bagaimanapun, mereka menikmati kebebasan
penuh dan keluarga mereka dapat bergabung dengan mereka.

Soekarno,
Salim dan Sjahrir belum ke Bangka, ingin tinggal di Parapat. Delegasi Belanda
memberitahu Commissie voor Goede Diensten bahwa memang bermaksud untuk memindahkan
Soekarno, Agus Salim dan Sjahrir ke Bangka, tetapi orang-orang ini menyatakan
bahwa mereka lebih suka tempat tinggal mereka sekarang di Parapat di Danau Toba
di sebuah vila pribadi wali negara Sumatera Timur, Dr. Mansur (lihat Leeuwarder
courant: hoofdblad van Friesland, 11-01-1949). Juru bicara juga mengatakan
bahwa Soekarno, Sjahrir dan Salim tinggal di Brastagi sampai 31 Desember dan
kemudian dibawa ke Parapat. Mohamad Hatta dkk di Bangka ditempatkan di sebuah
vila perusahaan timah.
Sehubungan dengan pembicaraan lebih lanjut
diantara para pemimpin Indonesia, disebutkan bahwa Soekarno akan melakukan
perjalanan dengan pesawat Belanda dari Parapat ke Bangka besok untuk
berkonsultasi dengan Hatta tentang surat pertemuan Konsultasi Federal,
sementara beberapa pengurus BFO dan Partai Republik juga akan terbang ke Bangka
(lihat Arnhemsche courant, 05-02-1949). Surat kabar De West: nieuwsblad uit en
voor Suriname, 09-02-1949 melaporkan: Batavia 9 Februari Soekarno hari Sabtu
tiba di Bangka dari Parapat.

Perundingan
Roem Royen (17 April 1949-7 Mei 1949) di Djakarta menandai proses untuk lebih
lanjut ke perundingan KMB. Sehubungan dengan itu, para pemimpin Republik
Indonesia dikembalikan ke Jogjakarta dan pasukan Belanda harus meninggalkan
kota. Namun dalam urusan ini, Sultan Jogja sebagai kepada daerah (dan juga
mantan Menteri) serba bingung. Direncanakan para pemimpin RI akan datang
setelah pasukan Belanda meninggalkan kota. Bagaimana resikonya jika tidak ada
komandan pasukan RI jika pasukan Belanda meninggalkan kota (bisa saja chaos).
Sementara Jenderal Soedirman dan Kolonel TB Simatoepang berada jauh di pedalaman
di gunung-gunung bergerilya. Melalui ajudannya Kapten Karim Loebis diumumkan
via radio, namun tidak ada hasil. Lalu sejumlah utusan dikirim ke kantong-kantorng
gerilya dan menemtukan markas Kolonel TB Simatoepang di Bandaran. Sultan Jogja
lega. Kolonel TB Simatoepang tiba beberapa hari sebelum pasukan Belanda
evakuasi pada tanggal 29 Juni. Kolonel TB Simatupang adalah Republiken pertama
yang kembali ke Jogjakarta. Sebelumnya, Pemerintah Belanda/NICA sempat meminta
gencatan senjata dan jaminan kepada Kolonel TB Simatupang saat mereka evakuasi.
Namun militer Belanda tak menyangka mendapatkan jawaban yang mengejutkan.
Simatupang menjawab diplomatis: ‘Akan sulit untuk mengakhiri gerilya dan
meminta jaminan’ (lihat Algemeen Handelsblad, 04-07-1949). Boleh jadi Soeltan
Hamengkoeboewono yang mendengar permintaan itu tersenyum. Tentu saja Soeltan
lega setelah militer Belanda evakuasi dari Jogjakarta. Sejak serangan ke
Jogjakarta 19 Desember 1948 Soeltan Hamengkoeboewono yang diawasi sebagai
tahanan rumah kini 100 persen bebas. Sementara Simatupang memberi jawaban
seperti itu boleh jadi diartikan ‘pergi kalian ke Belanda dan jangan kembali
kesini’. Foto: Natsir, Soeltan, Simatupang menunggu para pemimpin RI (Nieuwe
courant, 06-07-1949)
Setelah kota Jogjakarta siap untuk menerima
kehadiran (kembali) pemimpin RI, pada tanggal 6 Juli 1949. Di lapangan terbang
Maguwo, dari Bangka Soekarno dan rombongan disambut oleh Mohamad Hatta dan
Kolonel TB Simatoepang. Lantas dimana Jenderal Soedirman? Masih bergerilya di
pedalaman di selatan Kediri. Namun beberapa hari kemudian dilaporkan bahwa Jenderal
Soedirman tengah bergerak menuju ibu kota di Jogjakarta.
Saat
Jenderal Soedirman dan pasukannya mendekati kota Jogjakarta disebut, Jenderal
Soedirman tidak ingin menemui para pemimpin Indonesia yang sudah beberapa hari
berada di Jogjakarta. Jenderal Soedirman dan pasukannya hanya ingin berkemah di
luar kota. Satu-satunya pihak yang berkompeten menemui Jenderal Soedirman di
luar kota adalah Kolonel TB Simatoepang. Seperti disebut di atas, apakah
Jenderal Soedirman masih kecewa dengan para pemimpin Indonesia?
Sejak Pemerintah Republik Indonesia kembali ke
ibu kota RI di Jogjakarta, persiapan ke Konferensi Meja Bundar (KMB) terus
dimatangkan. Konfeerensi akan diadakan di Den Haag, yang mana mewakili Republik
Indonesia dipimpin oleh Mohamad Hatta (Perdana Menteri RI yang telah
dipulihkan). Soekarno, Sultan Jogja dan Kolonel TB Simatoepang tetap berada di
Jogjakarta. Jenderal Soedirman kesehatannya belum membaik sepulang bergerilya
yang terus dirawat dokter pribadinya Dr Letnan Kolonel W Hoetagaloeng.
Kesepakatan
yang dicapai dalam KMB, Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia dalam
bentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS), artinya wilayah Republik
Indonesia dan negara-negara federal dan negara-negara otonom. Dalam hal ini, wilayah
Bangka Belitung memilih sebagai wilayah otonom (antara wilayah Republik
Indonesa dan wilayah federal). Keputusan yang diperjanjikan di dalam keputusan
KMB berlaku setelah tanggal 27 Desember 1949. Sudah barang tentu, banyak para
Republiken yang mencak-mencak karena konsep negara yang diputuskan adalah RIS,
bukan NKRI. Dalam hal ini ibu kota RIS ditetapkan di Djakarta dan ibu kota RI
di Jogjakarta. Pada detik-detik terakhir sebelum keputusan KMB dibuat, Sultan
Jogja mengutus ajudan pribadinya Kapten Karim Loebis untuk menemui Mohamad
Hatta.
Sementara Mohamad Hatta dan delegasi RI (tentu
saja delegasi negara-negara federal dan negara-negara otonom) di Belanda, acara
serah terima kedaulatan dari Ratu Belanda kepada Mohamad Hatta (RIS), yang
diselenggarakan di Amsterdam, juga terjadi serah terima di berbagai wilayah di Indonesia.
Di Djakarta serah terima dari Mt Lovin (pejabat tertinggi Belanda di Indonesia)
kepada perwakilan Indonesia yakni Sultan Jogjakarta dan Kolonel TB Simatoepang.
Di wilayah Jawa Barat antara panglima tertinggi Belanda di Indonesia kepada
Majoor Generaal Abdoel Haris Nasoetion. Ir Soekarno yang akan menjadi Presiden
RIS masih tetap wait en see di Jogjakarta. Jenderal Soedirman terus dalam
perawatan.
Setelah
serah terima kedaulatan Indonesia (RIS) di Jakarta, keesokan harinya, Presiden
Soekarno berangkat ke Djakarta yang disambut oleh Sultan Jogjakarta dan Kolonel
TB Simatoepang. Dalam susunan kabinet RIS
sebelumnya, Perdana Menteri adalah Mohamad Hatta dan sebagai Menteri Pertahanan
adalah Sultan Jogja Hamengkoeboewono IX. Saat Presiden Soekarno, mengingat
Jenderal Soedirman yang masih sakit, mengangkat dua tokoh gerilya dalam perang
kemerdekaan sebagai pemimpin tertinggi di jajaran pertahanan dan keamanan. TB
Simatoepang sebagai Panglima sebagai Kepala Angkatan Perang Republik Indonesia
(APRI) dan Abdoel Haris Nasoetion sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD).
Dalam situasi dan kondisi ini, negara yang
berbentuk RIS (sebagaimana hasil KMB, yang kedaulatannya diakui Kerajan Belanda),
pejabat-pejabat Belanda masih berada dimana-mana seperti di cabinet (kementerian)
dan di wilayah (karena masih banyak perusahaan-perusahaan Belanda seperti di Bangka
dan Belitung). Hanya di jajaran militer (pertahanan dan keamanan) yang semuanya
murni orang Indonesia. Tentu saja di lingkaran Soekarno (yang terbilang anti Belanda)
di istana tidak ada orang-orang Belanda. Catatan: Jenderal Soedirman meninggal
dunia tanggal 29 Januari 1950
Para
Republiken di ibu kota RI di Jogjakarta, yang dipimpin oleh Wakil Pernana
Menteri RI, Abdoel Hakim Harahap mulai melancarkan Gerakan, yang mana bentuk
negara Indonesia tidak sesuai sebagai negara federasi, tetapi lebih sesuai
negara kesatuan. Seiring dengan adanya kegelisahan di negara-negara federal
(seperti di Negara Jawa Timur, Negara Pasoendan dan Negara Sumatra Timur). Mulai
terjadi kontak intens antara para Republiken di Medan yang dipimpin oleh Ketua
Front Medan Dr Djabangoen Harahap dengan Wakil Perdana Menteri di Jogjakarta. Mohomad
Hatta sendiri lebih memilih RIS sehingga menolak usulan dari Republiken di
Sumatra Timur. Namun akhirnya, dengan sinyal dari Presiden Soekarno, diputuskan
di Negara Sumatra Timur diadakan referendum untuk memilih RIS atau NKRI. Hasilnya
para Republiken menang. Lalu Negara Sumatra Timur dibubarkan. Melihat perkembangan
di Sumatra Timur, negara-negara federal di Jawa lambat laut membubarkan diri
sendiri. Tepat pada tanggal 17 Agustus pada saat pidato kenegaraan Presiden
Soekarno mengumumkan RIS dibubarkan. Lalu keesokan harinya pada tanggal 18
Agustus 1950 diproklamasikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tamat
RIS, NKRI eksis Kembali.
Oleh karena wilayah Bangka dan Belitung adalah
wilayah otonom, maka dengan mudah bergeser dari cara pandang RIS ke NKRI. Tanggal
19 Agustus dalam hal ini dapat dikatakan sebagai hari lahir (kembali) NKRI setelah
sempat babak belur dihantam orang-orang Belanda yang didukung para pro negara
federal (1946-1950). Namun perjuangan para Republiken belum selesai hanya soal NKRI.
Perjuangan untuk nasionalisasi (mengentaskan Belanda sepenuhnya) terus
bergulir, termasuk yang menjadi sasaran perusahaan-perusahaan Belanda dalam
bidang pertambangan timah seperti di Bangka dan Belitung.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.