*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini
Dimana
itu Karangkobar? Jangan tanya dulu. Dimana itu Batur? Juga jangan tanya dulu.
Tahukah dimana Dataran Tinggi Dieng? Jika sudah mengetahui Dieng, kita sedang
membicarakan Batur dan Karangkobar. Lepas dari pengetahuan kita tentang Dieng,
bagaimana sejarah Karangkobar dan Batur? Siapa peduli? Nah, masalahnya utu.
Dalam konteks inilah narasi sejarah Karangkobar dan Batur ditulis. Untuk
mengingat kembali di wilayah Batur selain Kawasan eksotik air terjun (Curug
Mrawu; Tieng Batur), air panas, sumur dan kawah seperti Candradimuka, Sinila, Timbang,
Sileri, Sikidang) dan telaga Dringo, Merdada dan Sewiwi, juga ada candi
Dwarawati, Arjuna, Bima dan Gatotkaca.

Karangkobar
sebuah kecamatan di kabupaten Banjarnegara, 26 Km dari kota Banjarnegara. Batas
di utara/timur kecamatan Kalibening dan kecamatan Wanayasa; di selatankecamatan
Banjarmangu; di barat kecamatan Kalibening. Desa di Karangkobar adalah Ambal, Binangun,
Gumelar, Jlegong, Karanggondang, Karangkobar, Leksana, Pagerpelah, Pasuruhan, Paweden,
Purwodadi, Sampang dan Slatri. Sementara itu, Batur juga adalah kecamatan di kabupaten
Banjarnegara di sebelah utara, 42 Km melalui Karangkobar. Pusat pemerintahan kecamatan
Batur di desa Batur. Desa di kecamatan Batur adalah Bakal, Batur, Dieng Kulon, Karangtengah,
Kepakisan, Pasurenan, Pekasiran, Sumberejo, Batas-batas wilayah di utara kabupaten
Batang; di timur kabupaten Wonosobo; di selatan kecamatan Pejawaran dan
Kabupaten Wonosobo; di barat kecamatan Wanayasa. Kecamatan Batur di ketinggian 1.600-2.100
M dpl dengan suhu 14-20 °C siang, 9-12 °C malam (musim kemarau Juli dan Agustus
suhu udara dapat mencapai 0 °C di pagi hari dengan embun beku ‘bun upas’ (embun
racun menyebabkan kerusakan tanaman). Bentuk topografi seluruh kecamatan Batur dataran
tinggi termasuk kawasan Dataran Tinggi Dieng dimana sungai mengalir antara lain
Mrawu, Gondang, Dolok, Jawan dan Sigugor. Tenmpo doeloe perkebunan teh dan
tembakau, kini kentang, kubis, wortel, cabai. Hutan cemara di lereng-lereng
gunung. (Wikipedia).
Lantas bagaimana sejarah Karangkobar dan
Dataran Tinggi Dieng di Banjarnegara? Seperti disebut di atas, ibarat daerah
Puncak milik Bandung bagi orang Jakarta (jauh di mata dekat di hati), demikian
juga daerah Karangkobar dan Dataran Tinggi Dieng milik Banjarnegara bagi orang
Semarang. Satu yang penting tentang Karangkobar dan Dataran Tinggi Dieng di
Banjarnegara kita sedang membicarakan peta budaya, peta geografi dan peta zaman
kuno. Lalu bagaimana sejarah Karangkobar dan Dataran Tinggi Dieng di
Banjarnegara? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan.
Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Karangkobar dan Dataran Tinggi Dieng di Banjarnegara;
Peta Budaya, Peta Geografi, Peta Zaman Kuno
Sebelum kita memahami wilayah dataran tinggi Dieng,
ada baiknya dimulai dari pemahaman tentang wilayah Karang Kobar. Awalnya district/afdeeling
Karang Kobar dimasukkan ke dalam wilayah Residentie Pekalongan. Namun dalam
perkembangannya, pasca Perang Jawa (1825-1830), wilayah Karang Kobar dimasukk
ke dalam residentie yang baru dibentuk: Residentie Banjoemas. Mengapa?
Secara teknis, pemerintahan dalam bentuk (bernegara, kenegaraan) baru
dimulai pasca dibubarkan VOC dengan membentuk Pemerintah Hindia Belanda. Semuanya
dimulai dari atas (dari Batavia tempat kedudukan Gubernur Jenderal Hindia
Belanda). Satu yang pertama di wilayah (pulau) Jawa dibentuk prefektus
(provinsi) yakni bagian barat di Batavia, bagian tengah pusat di Semarang dan
bagian timur pusat di Soerabaja. Belum selesai konsolidasi cabang-cabang
pemerintah, saat mana GG Daendels menjalankan program pembangunan jalan pos
trans-Java, pengembangan pertanian dengan membangun kanal serta membangun
kota-kota pemerintahan, pada tahun 1811 terjadi pendudukan Inggris. Selama
pendudukan Inggris ini Raffles membentuk 16 residentie, diantaranya Cirebon,
Preanger, Tegal, Pekalongan dan Kedoe. Bagaimana batas-batasnya belum ditarik
secara tegas. Akan tetapi pendudukan
Inggris harus berakhir, Pemerintah Hindia Belanda dipulihkan kembali pada tahun
1816. Pemerintah Hindia Belanda kembali melakukan konsolidasi wilayah dengan
meneruskan pembentukan residentie pada era pendudukan Inggris. Saat mana HG
Nahuijs menjadi residente di Vorstenlanden (Soerakarta dan Jogjakarta) terjadi perebutan
kekuasaan yang mana salah satu kelompok menentang kelmpok yang lain dan juga
otoritas Pemerintah Hindia Belanda. Terjadi Perang Jawa yang dimulai pada akhir
tahun 1824. Perang ini sangat lama. Untuk mendukung pemerintahan mana kala
milter tengah bekerja, Pemerintah Hindia Belanda menempatkan seorang pejabat
sipil setingkat Asisten Residen di Karang Kobar (lihat Bataviasche courant, 11-05-1825).
Asisten Residen W Titsingh bertanggungjawab kepada Resident Pekalongan. Hal
inti karena wilayahnya berada di satu lanskap. Dalam hal ini district/afdeeling
Karang Kobar termasuk lanskap pegunungan, termasuk Kawasan dataran tinggi Dieng.
Pasca Perang Jawa (1825-1830) dalam hubungannya
dengan (hasil) perang, Soesoehoenan harus menyerangkan wilayah bagian timur (Madioen
dan sekitarnya) dan wilayah bagian barat (Bagelen dan Banjoemas) berada di
bawah sepenuhnya otoritas Pemerintah Hindia Belanda. Di wilayah bagian barat awalnya
dibentuk satu residentie dengan nama Residentie Bagelen, Ledok dan Banjoemas).
Akan tetapi tidak lama kemudian pada tahun 1831 Residentie Banjoemas berdiri
sendiri. Dalam konsolidasi pembentukan residentie di wilayah pantai selatan
ini, wilayah district/afdeeling Karang Kobar dimasukkan wilayah Residentie Banjoemas.
Mengapa?
Yang jelas dengan konsolidasi wilayah pada tingkat residentie ini,
wilayah Karang Kobar yang termasuk di dalamnya dataran tinggi Dieng, yang
awalnya berkiblat ke pantai utara, kini bergeser ke pantai selatan Jawa.
Mengapa? Tentu saja karena ada alasan historisnya. Fakta secara geografis
wilayah Karang Kobar cenderung lebih dekat ke pantai utara (di Pekalongan). Bagaimana
dengan wilayah Wonosoba? Kita akan lihat nanti pada artikel selanjutnya.
Dalam pembentukan residentie Banjoemas, dibagi ke
dalam empat afdeeling: Banjoemas, Poerbalingga, Adjibarang dan Bandjarnegara.
Dalam hal ini afdeeling Karang Kobar sebelumnya dilebur ke dalam satu afdeeling
Bersama afdeeling Bandjarnegara. Dalam hal ini district Karang Kobar dan
district Batoer, dua diantara district-district di afdeeling Bandjarnegara. Ibu
kota afdeeling Bandjarnegara berada di Bandjarnegara.
Dua district berdekatan dengan district Karang Kobar dan district Batoer adalah
district Bandjar dan district Singomerto. Dalam hal ini nama ibu kota
ditambahkan dari Bandjar menjadi Bandjarnegara, dimana nama Bandjar tetap
sebagai nama district, sedangkan nama ibu kota (Bandjarnegara) dijadikan
sebagai nama wilayah (afdeeling Bandjar Negara). Ibu kota Bandjarnegara sendiri
masuk wilayah district Singomerto. Nama Bandjar di daerah aliran sungai Serajoe
adalah nama kuno, sebagaimana halnya nama Bandjar di daerah aliran sungai
Tjitandoei. Nama Bandjarnegara dalam hal ini adalah nama baru, tetapi merujuk
pada tempat yang sama (Bandjar). Sementara ibu kota district Karang Kobar di
desa Karang Kobar dan district Batoer di desa Batoer. District Batoer secara
geografis berada di di dataran tinggi Dieng (bandingkan dengan desa dan danau
pegunungan Batur di kecamatan Kintamini, Bali). Batoer sendirei merujuka pada
tempat suci pada masa lampau (sejenis candi).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Peta Budaya, Peta Geografi, Peta Zaman Kuno: Karangkobar
dan Dataran Tinggi Dieng Masa ke Masa
Tunggu deskripsi lengkapnya
Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak
1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta
Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun
di seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis
artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.