Sejarah

Sejarah Banyuwangi (18): Kota Muncar di Wilayah Banyuwangi, Apa Keutamaannya? Teluk Blambangan dan Sungai Setail Doeloe


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Muncar
di wilayah Banyuwangi. Apa pentingnya? Nah, itu dia. Okelah, tidak apa. Tentu
saja Muncar memiliki sejarahnya sendiri. Hanya saja selama ini kurang terinformasikan.
Pada masa ini Muncar hanya dikenal sebagai pelabuhan perikanan. Sejarah Muncar
haruslah dikaitkan dengan sejarah kerajaan Blambangan dan sungai Setail.


Muncar
adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Di kecamatan Muncar ini
terdapat pelabuhan ikan terbesar se-pulau Jawa yaitu Pelabuhan Muncar yang
merupakan pelabuhan penghasil ikan laut terbesar kedua setelah Bagan Siapi-api.
Kecamatan Muncar juga dikenal sebagai sentra penghasil buah semangka terutama
di Desa Tembokrejo dan Desa Sumbersewu sedangkan tempat wisata yang paling
populer dan masih alami di kecamatan Muncar adalah Teluk Biru. Desa/kelurahan
yang terdapat di kecamatan ini adalah: Blambangan, Kedungrejo, Kedungringin, Kumendung,
Sumberberas, Sumbersewu, Tambakrejo, Tapanrejo, Tembokrejo, Wringin Putih. Wilayah
kecamatan ini dilewati oleh beberapa sungai seperti Sungai Binau, Sungai Bomo,
dan Sungai Lumbun. Suku Bangsa yang mendiami Kecamatan Muncar adalah, Suku
Osing, Jawa, Mandar, Bugis dan Madura
(Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Muncar di wilayah
Banyuwangi, apa keutamaannya? Seperti disebut di atas, sejarah Muncar kurang
terinformasikan. Fakta bahwa sejarah Muncar terkait dengan teluk Blambangan dan
sungai Setail tempo doeloe. Lalu bagaimana sejarah Muncar di wilayah
Banyuwangi, apa keutamaannya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya
ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber
baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain
disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Muncar di Wilayah Banyuwangi, Apa Keutamaannya? Teluk
Blambangan dan Sungai Setail Tempo Doeloe

Nama Muncar mungkin merujuk pada moentjar (cemerlang).
Nama tempat Muncar sudah ada sejak lama. Nama tempat Mucar juga ada nama tempat,
district Moentjar di afdeeling Temanggoeng (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 13-11-1889).
Pada masa ini district adalah setingkat kecamatan dan afdeeling setingkat
kabupaten.


Nama Moentjar juga ada di Jawa Tengah sebagai nama desa di district Tengaran
afdeeling Salatiga (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 07-12-1892). Nama Moentjar
juga ada sebagai nama sungai yakni Kali Moentjar di afdeeling Bodjonegoro
(lihat Soerabaijasch handelsblad, 25-03-1896). Tentu saja ada nama Moentjar
sebagai nama desa di wilayah afdeeling Banjoewangi (lihat De locomotief:
Samarangsch handels- en advertentie-blad, 24-10-1902).


Nama desa Moentjar, seperti kita lihat nanti, sebenarnya
begitu penting dalam sejarah wilayah Banjoewang semasa (kerajaan) Balambangan (era
Hindoe). Pada era kerajaan Balambangan besar dugaan nama Moentjar belum ada. Mangapa?
Yang ada adalah nama kota Balambangan di daerah aliran sungai Balambangan (kini
sungai Setail).


Di masa lampau pada era Portugis, di barat pulau Jawa, ada kehidupan
Hindoe yang berpusat di Pakwan Padjadjaran. Ancaman dari Demak dan Cheribon
terhadap Pakwan Padjadjaran dari dua arah yakni di Tjeribon dan di Banten.
Pengepungan Pakwan Padjadajran dari arah pantai, di wilayah Banjoewangi datang
dari satu arah, yakni dari arah pedalaman. Seperti halnya Pakwan Padjadjaran (jalur
escape ke pantai selatan Jawa), di wilayah Balambangan masih ada jalur escape ke
perairan (ke arah Bali). Dalam konteks inilah nama Moentjar menjadi penting.

Kota Balambangan ibu kota (kerajaan) kehidupan populasi
Hindoe yang masih tersisa di pulau Jawa. Kehidupan Hindoe cenderung jauh di
belakang pantai. Besar dugaan ibu kota ini bera di kota Kradenan yang sekarang.
Namun dimana posisi GPS tidak terinformasikan. Ada yang menyebut kota itu masih
menyisakan peninggalan pemukiman dimana masih ada berupa benteng dan batu-batu
berserakan (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 24-10-1902).
Disebutkan lebih lanjut sejak hancurnya kota Balambangan, pusat kerajaan
(Hindoe) dibangun di suatu tempat sekitar pantai yang diduga di dekat desa
Moentjar. Dimanakah?


Sejarah Balambangan dan sejarah Banjoewangi adalah dua hal yang berbeda,
berbeda orientasi wilayah dan berbeda masa. Sejarah Balambangan di sekitar
teluk Balambangan di daerah aliran sungai Balambangan (sungai Setail), suatu
sejarah yang merujuk pada pusat dan kerajaan Hindoe pada masa lampau. Sedangkan
sejarah Banjoewangi bermula pada era VOC/Belanda dengan didirikannnya benteng
Banjoewangi. Sejarah Balambangan di selatan arahnya ke utara hingga gunung
Baluran, sebaliknya sejarah Banjoewangi arahnya ke berbagai arah: selatan ke
wilayah pusat Balambangan, ke utara hingga gunung Baluran, ke timut ke selat
sempit, selat Bali dan ke barat kea rah pegunungan tinggi (Mataraman). Hal
itulah pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda wilayah eks Balambangan dibagi
dua district: District Banjoewangi dan District Rogodjampi.

Pada masa permulaan Pemerintah Hindia Belanda,
mengapa ibu kota district hanya ada di Banjoewangi dan di Rogodjampi? Tentu saja
ada alasannya dan juga ada sejarahnya ke belakang. Namun dalam ini tidak sedang
membicarakan nama Banjoewangi dan nama Rogodjampi, tetapi membicarakan kota
Muncari yang letaknya di teluk Balambangan. Pada permulaan Pemerintah Hindia
Belanda, Moentjar hanya sebuah pemukiman setingkat desa kecil/kampong.


Pada masa ini, Muncar menjadi nama kecamatan dengan ibu kota di Muncar.
Wilayah kecamatan ini dilewati oleh beberapa sungai seperti sungai Binau, sungai
Bomo, dan sungai Lumbun. Sebagaimana kita lihat nanti, kota Genteng ibu kota
kecamatan Genteng tidak ada nama desa Genteng; di kota Muncar juga tidak ada
nama desa Muncar. Mengapa? Nama desa Muncar menjadi nama wilayah
(kota/kecamatan). Namun yang perlu dicatat di kecamatan Muncar ada nama desa
Blambangan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Teluk Blambangan dan Sungai Setail Tempo Doeloe:
Bagaimana Wilayah Muncar Terbentuk?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.
Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang
(publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top