Sejarah

Sejarah Bengkulu (16): Nama Lebong di Danau Tais dan Tapus; Pertambangan Kuno dan Kota Baru Pegunungan di Muara Aman


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bengkulu dalam blog ini Klik Disini  

Lebong adalah nama wilayah (district) di
pegunungan Bukit Barisan di wilayah Bengkulu yang berbatasan dengan Sumatra
Selatan. Suatu distrik dimana emas ditemukan di wilayah Bengkulu yang diduga
berasal dari zaman kuno. Distrik Lebong adalah wilayah orang Rejang. Oleh
karenanya pada era Pemerintah Hindia Belanda nama wilayah disebut Redjang
Lebong. Komunitas awal orang Rejang diduga di district Lebong yang berada di
lereng gunung Loemoet di danau Tais (mengambil nama kampong Tais utara danau).
Tetangga kampong Tais adalah kampong Tapus. Dalam perkembangkannya di selatan
danau muncul nama kampong Danau (kotta Danau).


Lebong
adalah nama kabupaten di provinsi Bengkulu dengan ibu kota di Tubei. Kabupaten Lebong
pemekaran dari kabupaten Rejang Lebong (2003). Secara geomorfologis berada di
sepanjang pegunungan Bukit Barisan dengan ketinggian 500-1.000 mdpl. Ketampakan
alam utama kabupaten ini adalah luak Lebong, sebuah lembah pada aliran sungai
Ketahun, sungai penting yang berhulu di daerah Topos dan mengalir ke barat
hingga bermuara di daerah Pasar Ketahun. Luak Lebong dikelilingi oleh
puncak-puncak Bukit Barisan di kedua sisinya, masing-masing memisahkan daerah
ini dari dataran rendah di Bengkulu Utara dan Musi Rawas Utara. Kabupaten
Lebong secara historis memiliki sejarah panjang. Suku Rejang merupakan satu
komunitas masyarakat di Kabupaten Lebong yang memiliki tata cara dan adat
istiadat yang dipegang teguh sampai sekarang. John Marsden, Residen Inggris di
Lais (1775-1779), memberikan keterangan tentang adanya empat Petulai Rejang,
yaitu Joorcalang (Jurukalang), Beremanni (Bermani), Selopo (selupu) dan Toobye
(Tubay). JLM Swaab, Controleur di Lais (1910-1915) mengatakan Lebong dianggap
sebagai tempat asal usul orang Rejang. Dalam masyarakat Lebong ada larangan
menari antara bujang dan gadis di waktu Kejai karena mereka berasal dari satu
keturunan yaitu Petulai Tubei
(Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah nama Lebong, danau
Tais dan kampung Tapus? Seperti disebut di atas, wilayah/district Lebong adalah
wilayah pertambangan emas sejak zaman kuno. Wilayah pertambangan emas di
wilayah pegunungan ini kemudian terbentuk kota Muara Aman. Lalu bagaimana sejarah
nama Lebong, danau Tais dan kampung Tapus? Seperti kata ahli
sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Nama Lebong dan Danau Tais Kampung Tapus; Wilayah
Pertambangan Emas Zaman Kuno dan Kota Pegunungan Muara Aman

Narasi sejarah tergantung dari kestersediaan data
sejarah. Sejauh ini, di luar prasasti, andi dan teks kuno, data yang tersedia
dari orang Eropa di Hindia Timur, sejak era VOC hingga era Pemerintah Hindia
Belanda. Sementara itu narasi sejarah wilayah (administrasi pemerintahan) mengikuti
arah perkembangan (organisasi) pemerintahan di suatu wilayah. Dalam hal ini,
meski kini wilayah orang Redjjang (Lebong) masuk wilayah (provinsi) Bengkulu,
tetapi awalnya bermula dari timur di Sumatra Selatan (baca: Residentie
Palembang). Oleh karena itu, narasi sejarah Lebong sebenarnya harus dimulai
dari wilayah Sumatra Selatan.

 

Kapan dikenal nama Lebong? Tidak
diketahui secara pasti, Namun nama Redjang sudah diidentifikasi pada tahun 1834
ketika terjadi bencana besar dimana gunung Kaba Meletus (lihat Javasche courant,
08-02-1834). Dalam hal ini nama Redjang untuk kali pertama muncul ke permukaan.
Sebagaimana diketahui sekarang nama Rejang dan Lebong adalah satu kesatuan,
tetapi di masa lampau, nama Redjang yang lebih awal dikenal. Redjang adalah
nama kelompok populasi yang mendiami dataran tinggi di lembag-lembag pegunungan
Bukit Barisan, antara wilayah (distrik) Bengkoeloe dengan wilayah (kesultanan)
Palembang. Lalu nama Lebong lebih diasosiasikan sebagai nama wilayah. Tetapi
kemudian nama Redjang juga diidentifikasi sebagai nama wilayah (sebagaimana
nanti dilihat nama wilayah menjadi Lebong en Redjang atau sebaliknya).

Wilayah Lebong di Sumatra dalam konteks sejarah awal
dapat dikatakan sebagai remote area (berada diantara Bengkulu dan Palembang).
Secara geomorfologis, wilayah Lebong (yang kini menjadi kabupaten Lebong) memiliki
kedekatan geografis dengan Lais dan Ketahoen (akses melalui sungai antara
pantai dan pegunungan). Sementara wilayah Redjang (kini kabupaten Kapahiang) secara
geografis lebih dekat dengan Bengkoeloe, namun secara geomorfologis dengan
mengikuti keutamaan dan arah aliran sungai Musi, wilayah Redjang (termasuk
Kapahiang) lebih terhubungan dengan wilayah (residentie/kesultanan) Palembang.
Hal itulah mengapa laporan bencana meletusnya gunung Kaba tahun 1834 dilaporkan
oleh pemerintah residentie Palembang.


Secara sosial budaya, kelompok populasi Redjang di wilayah pegunungan (wilayah
kabupaten Kapahiang, kabupaten Rejang Lebong dan kabupaten Lebong) berada
diantara kelompok populasi penduduk Melayu di pesisir di pantai barat (seperti
Bengkulu) dan pantai timur Sumatra (seperti Palembang), tetapi diantara
kelompok populasi penduduk di wilayah pegunungan, orang Redjang berada diantara
kelompok populasi orang Kerintji di utara dan orang Pasemah di selatan. Tiga
kelompok populasi penduduk perdalaman ini memiliki kedekatan social budaya satu
sama lain, seperti adat djoejoer, bahasa, aksara, arsitektur bangunan dan
sebagainya.

Seperti halnya dipantai barat Sumatra, termasuk di (residentie)
Bengkoeloe pembentukan cabang pemerintahan dimulai dari wilayah dan kota-kota
di pantai, di residentie Palembang dimulai dari Palembang terus meluas ke
pedalaman. Wilayah distriskt-district pedalaman dari residentie Palembang
adalah district Ampat Lawang, district Pasemah dan distrist Redjang. Tiga
district ini masih idependen, sementara district di hilirnya district Moesi
Oeloe sudah menjadi bagian dari pemerintahan (lihat Almanak 1838). Sebelumnya,
sebelum Rawas masuk wilayah residentie Palembang, sempat diperebutkan tahun 1834
antara kesultanan Djambi dan kesultanan Palembang. Tiga district idependent
tersebut kemudian disatukan dan menjadi satu wilayah pemerintahan dengan nama
onderafdeeling Ampat Lawang en Redjang (lihat Almanak 1840).


Sementara itu, beradasarkan Almanak 1840 residentie Bengkoeloe terdiri
dari sejumlah district, sebagai berikut: Cauer (Kaur); Soegi Lamaow (Sungai
Lama); Soengi Itam (Sungai Hitam); Moco-Moco (Muko-Muko); Mannah (Manna);
Seloemah; Tapis Aier, Doeablas Darat, Laijs (Lais) dan Andalas Soengie Croe.
Ibu kota residentie (Benkoelen) di Benkoelen.

Pada tahun 1844 (bulan Sepetember) ketika residen
Palembang berkunjung ke Tebing Tinggi terjadi semacam perlawanan terhadap otoritas
Pemerintah Hindia Belanda di tiga district yang independent tersebut (lihat Nederlandsche
staatscourant, 05-05-1845). Disebut indepeden karena belum ada pejabat Belanda
ditempatkan dan wilayah dipimpin oleh pemimpin local. Namun dalam
perkembangannya perlawanan itu terus meningkat hingga tahun 1851 diketahui
dipimpin oleh Radja Tiang Alam (lihat Javasche courant, 17-04-1852). Disebutkan
Radja Tiang Alam terdesak oleh militer (yang sudah mencapai Moeara Klingi) di
district Ampat Lawang, lalu bergesee ke district Redjang untuk mempengaruhi
penduduk Redjang untuk memberontak.


Keutamaan ketiga district yang masih independent iin, terutama district
Ampat Lawang dan district Redjang adalah sentara beras, surplus beras dimana
dari Ampat Lawang beras mengalir ke Palembang memlalui sungai Musi, demikian
juga beras dari Redjang mengalir ke pantai barat Sumatra seperti Bengkoelen. Juga
harus diingat seja era Raffles diketajhui wilayah yang kemudian disebut wilayah
Redjang adalah tempat ditemukan tambang emas. Perlawanan di satu sisi adalah
satu hal, keutamaan wilayah tersbut di pihak Pemerintah Hindia Belanda adalah hal
lain lagi. Boleh jadi alasan-alasan ini yang terjadi pemberontakan local dan
pengiriman ekspedisi militer bahkan hingga ke Moera Klingi. Catatan: pemimpin
militer di Palembang setingkat letnan kolonel (Letnan Kolonel de Brauw yang
juga menjabat sebagai Residen Palembang) sedangkan di Bengkoelen pemimpin
militer berpangkat mayor. Berdasarkan Alamanak 1846 di Tebingtinggi sudah ada
pejabat Belanda pertama yang ditempatkan dengan pangkat kapten.

Pada tahun 1852 ini berdasarkan Almanak 1852 nama
Redjang tidak disebut lagi dalam pembangian wilayah Residentie Palembang (hanya
disebut nama Ampat Lawang saja, ibu kota di Talang Padang). Sementara nama Redjang
juga tidak teridentifikasi di dalam wilayah residentie Bengkoelen. Apa yang
terjadi? Yang jelas bahwa di Tebingtinggi sudah ditempati oleh seorang Asisten Residen
(lihat Almanak 1853). Nama Redjang terus menghilang dalam pembagian wilayah
administrasi bahkan hingga tahun 1859 (Almanak 1859). Tampaknya wilayah Redjang
masih dijadikan sebagai wilayah independent, karena fakta bahwa para pemimpin
Redjang tidak dapat dipengaruhi oleh Radja Tiang Alam untuk memberontak. Nama
Redjang baru muncul kemudian.


Berdasarkan Almanak 1862 di wilayah Redjang (dengan nama Redjang en
Lebong) telah ditempatkan seorang pejabat Belanda setingkat controleur yang
berkedudukan di Kapahiang (HP van Hangelaar). Sebagaimana disebut di atas,
Kapahiang juga menjadi wilayah kelompok populasi Redjang, dimana sungai Musi
yang berhulu di sekitar Curup mengalir ke arah timur terus ke Tebingtinggi.
Controleur di Kapahiang (onderafd. Redjang en Lebing) ini berada di bawah koordinasi
Asisten Residen di Tebingtinggi. Dalam Almanak 1862 disebutkan Controleur di
onderafdeeling Lebong (Afdeeling Tebingtinggi) yang berkedudukan di Tapoes (JW
Stoll). Catatan: onderafdeeling Moesi Oeloe ibu kota di Moeara Bliti (ada akses
jalan dari dan ke Tjoeroep; lalu dari Tjoeroek ke selatan di Kapahiang dan ke
utara di Tapoes).

Hingga tahun 1970 Onderafdeeling Redjang Lebong
(yang telah direduksi) tetap menjadi bagian dari Afdeeling Tebingtinggi. Pada
saat reorganisasi asministrasi pemerintahan di Residentie Palembang tahun 1878
onderafdeeling Redjang Lebong masih tetap masuk wilayah afdeeling Tebingtinggi
(lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 21-01-1878).
Berdasarkan Almanak 1902 onderafdeeling Redjang Lebong masih dicatat sebagai
bagian dari Afdeeling Tebingtinggi.


Nama Lebong tidak hanya di Bengkoelen, juga nama Lebong terdapat di Atjeh
dan Lampong. Nama Lebing diduga adalah nama yang berasal dari zaman kuno era
Hindoe Boedha. Redjang juga diduga nama yang berasal dari zaman kuno. Dalam hal
ini nama Redjang dan Lebong diduga ada kaitanyya dengan penambangan emas di
zaman kuno. Di dalam wilayah pertambangan zaman kuno inilah kemudian terbentuk
kelompok populasi yang kini didientifikasi sebagai orang Redjang. Dalam hal ini
nama Redjang dan nama Lebong seakan dikenal baru, sejatinya nama itu sudah
eksis sejak zaman kuno.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Wilayah Pertambangan Emas Zaman Kuno dan Kota
Pegunungan Muara Aman: Era Pemerintah Hindia Belanda

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top