Sejarah

Sejarah Bengkulu (6): Sentot Alibasa di Bengkulu, Bagaimana Kisah Sebenarnya? Perang Jawa hingga Perang Padri di Sumatra


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bengkulu dalam blog ini Klik Disini 

Sentot Ali Basya cukup dikenal di Bengkulu,
karena makamnya berada di Bengkulu. Makam sang panglima perang Sentot Alibasya
berada di Jalan Sentot Alibasya, kelurahan Bajak, kecamatan Teluk Segara, Kota
Bengkulu. Sentot Ali Basya bukanlah pahlawan Bengkulu. Disebutkan Sentot adalah
panglima perang Bersama dengan Pangeran Diponegoro berperang melawan Pemerintah
Hindia Belanda di Jawa (1825-1830). Bagaimana bisa kemudian berada di Sumatra?


Sentot
Prawirodirdjo (1807 – Bengkulu, 17 April 1855) yang juga di kenal sebagai
Sentot Ali Pasha, atau orang-orang mengenalnya sebagai Sentot Ali Basha. Sentot
Ali Basya Abdullah Mustafa Prawirodirjo adalah seorang panglima perang pada
masa Perang Diponegoro. Ia adalah putra dari Ronggo Prawirodirjo, ipar Sultan
Hamengku Buwono IV. Ayahnya dianggap pahlawan karena melawan Belanda dan
terbunuh oleh penjajah Belanda yang saat itu dipimpin oleh Daendels. Dengan
kematian ayahnya, Sentot Prawirodirdjo merasa dendam kepada Belanda sehingga
akhirnya bergabung dengan Pangeran Diponegoro. Gelar Ali Pasha yang juga
berarti Panglima Tinggi diberikan Sentot Prawirodirjo oleh Pangeran Diponegoro
terinspirasi militer kerajaan Turki. Dalam perjuangannya melawan penindasan
kerajaan Belanda di tanah Jawa Sentot Prawirodirdjo akhirnya dibujuk Belanda
untuk meletakkan senjata pada tanggal 1829 dan dikirim ke Sumatra Barat untuk
melawan pemberontakan para ulama dalam Perang Padri. Namun itu semua tidak lain
merupakan strategi yang monumental dari Sentot dalam upaya mendapatkan
persenjataan dari kerajaan Belanda, untuk digunakan dalam membantu perjuangan
Tuanku Imam Bonjol melawan penjajahan Belanda dan Kaum Adat dipimpin oleh Yang
Dipertuan Pagaruyung waktu itu Sultan Alam Bagagarsyah dalam Perang Padri.
Sentot Prawirodirjo wafat dalam usia 48 tahun dalam pembuangannya oleh Belanda
di Bengkulu
(Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Sentot Alibasa di
Bengkulu, Bagaimana Kisah yang Sebenarnya; Perang Jawa hingga Perang Padri zaman
kuno di provinsi Bengkulu
? Seperti
disebut di atas wilayah Bengkulu yang sekarang diduga sudah dikenal sejak zaman
kuno. Namun yang menjadi pertanyaan adalah setua apa sejarahnya di zaman kuno
? Seperti
di wilayah lain, untuk mengetahui itu diperlukan data-data sejarah kuno,
seperti artefak, prasasti atau bahkan peninggalan struktur seperti candi.
Penemuan situs candi di Bengkulu tentunya akan dapat membangkitkan harapan
untuk memperkaya narasi sejarah zaman kuno di wilayah Bengkulu.
Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Sentot Alibasa di Bengkulu, Bagaimana Kisah yang
Sebenarnya; Perang Jawa hingga Perang Padri

Berdasarkan surat kabara Javasche courant, 15-12-1829 yang memberitakan dari Magellang, 8 Desember 1829 yang menyatakan bahwa ‘merujuk pada laporan Mayor Buschkens, komandan kolom-8 militer mobile (di Bagelan dan
Banjoemas)
kembali
ke Sokka.
Sebuah surat yang diterima dari
kepala perwira itu
bertanggal
2 Desember,
kepada
Kolonel Cleerens

dimana salah satu kalimat dalam surat
Buschkens menyatakan bahwa ‘Sentot telah mengirimkan surat untuk
menyerahkan diri’.


Surat kabar Javasche courant yang terbit di Batavia untuk pertama kali
tanggal 3 Januari 1828 seakan ditakdirkan untuk melaporkan sepak terjang Sentot
dalam Perang Jawa di seputar wilayah Jogjakarta. Surat kabar ini setelah tanggal
31 Desember 1829 tidak pernah lagi memberitakan Sentot.
  Sejatinya, surat kabar ini telah melaporkan
berita perang dari TKP secara periodik dimana nama Sentot juga hamper selalu diberitakan.
Saat surat Sentot diterima, Pangeran Diponegoro tengah terperangkap di
pegunungan. Perang Jawa ini sangat serius. Komandan tertinggi sendiri dari
pihak Pemertintah Hindia Belanda dalam perang ini adalah Luitenant Gouverneur
de Kock. Di lapangan para pasukan yang bertempur dipimpin oleh kolonel Cochius.
Urutan ke bawah ada pangkat letnan kolonel, mayor, kapten dan letnan. Salah satu
berpangkat letnan kolonel adalah letnan kolonel Cleerens dan salah satu mayor
adalah AV Michiels (kelak Michiels sangat terkenal di Sumatra). Sementara
pasukan pribumi yang membantu militer Pemerintah Hindia Belanda berasal dari pasukan
Ambon, Tidore, Makassar, Menado dan Sumenep. Tentu saja ada juga pasukan
pribumi asal Jawa sendiri. Pemerintah sendiri pada dasarnya bekerjasama dengan
pihak kraton (Jogjakarta). Dalam hal ini, Pangeran Diponegoro dengan salah satu
panglimanya, dari sisi pemerintah adalah suatu pemberontakan (lihat juga artikel
dalam blog ini: Sejarah Yogyakarta (12): Diponegoro 1825, Pangeran Kraton
Ngajogjakarta Adiningrat; Luit.Col. HG Nahuijs, Residen di Soeracarta). Peta
Perang Jawa (1830)

Sebelum Sentot menyerahkan diri ke (militer)
Pemerintah Hindia Belanda, panglima Prawiro Koeosoemo telah menyerahkan diri
(lihat Javasche courant, 13-10-1829). Disebutkan bawah di Djocjókarta, lagi ada
menyerahkan diri diserahkan panglima Prawiro Koesoemo, dengan 2 mantri dan para
pradjoerit mereka serta Stro Dirdjo dengan lima mantri dan 15 prajurit.
Demikian dikatakan oleh Letnan Gubernur General de Kock.


Ali Basja atau Ali Pasja, adalah nama julukan diantara pribumi yang
diidentifikasi sebagai Ali Pasha di Turki. Dalam Perang Jawa, tidak hanya
Sentot yang diberi gelar itu, tetapi juga ada panglima lain seperti Prawiro
Koesoemo. Prawiro juga pada dasarnya nama julukan dalam ketentaraan pribumi. Oleh
karena itu Sentot Prawiro Dirdjo nama kecilnya adalah Sentot. Pada masa ini
tidak perlu bingung dengan nama Sentot Ali Basa dan Sentot Prawiro Dirdjo
adalah orang yang sama.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Perang Jawa hingga Perang Padri: Kisah Sentot Alibasa

Dalam perkembangannya, pribumi yang menjadi
bagian (militer) Pemerintah Hindia Belanda tidak hanya orang Ambon dan Manado
dan Madura, juga semakin banyak orang Jawa. Pada tahun 1855 orang Jawa sebagai
pasukan pribumi pendukung militer Pemerintah Hindia Belanda yang telah mencapai
Letnan Kolonel antara lain Pangeran Adhipathi Ario Praboe Prangwedono
(Jogjakarta) dan Pangeran Ario Natanîng Prang (Pakoealaman) serta Pangeran Adhi
Negoro. Orang Madura yang berpangkat Letnan Kolonel adalah Pangeran Ario Sosro Winoto.
Diantara para letnan kolonel ada beberapa dengan pangkal kolonel (antara lain dari
Jogjakarta dan Madura).


Orang
pribumi yang menjadi bagian militer Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1855
dengan pangkat tertinggi Kapten adalah Prawiro Koesoemo. Seperti disebut di
atas,
Prawiro Koesoemo terbilang
yang pertama yang menyerahkan diri dalam Perang Jawa (1829). Prawiro Koesoemo
menjadi bagian militer Pemerintah Hindia Belanda terhitung sejak tanggal 24
Oktober 1834.

Sentot Ali Basa yang siudah beberapa lama di
Bengkulu diberitakan telah meninggal dunia tahun 1855 (lihat Nederlandsche
staatscourant, 03-08-1855). Disebutkan pada tanggal 17 April Ali Bassa Prawiro
Dyrdjo, yang dikenal dalam perang Jawa dengan nama Sentot, meninggal dunia
setelah beberapa hari sakit. Sentot dimakamkan pada tanggal 18 di Bengkulu dengan
penghormatan secara militer. Dalam hal ini, Sentot Ali Bahasa dihormati sebagai
pahlwan Pemerintah Hindia Belanda.


Seperti
kita lihat nanti rekan Sentot yang dulu menyerahkan diri dalam Perang Jawa
Prawiro Koesoemo yang kini menjadi militer Pemertintah Hindia Belanda dengan
pangkat tertinggi (kapten) dikabarkan meninggal duni di Soerabaja pada tahun
1859 (lihat De Oostpost : letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws-
en advertentieblad, 02-06-1859). Disebutkan Prawiro Koesoeomo meninggal pada
tanggal 24 Juni di Soerabaja.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top