Di Bogor ada nama kampung disebut juga kampung budaya,
yakni Kampung Sindang Barang. Menurut cerita, kampung ini diyakini penduduk
setempat sudah ada sejak abad ke-12. Itu berarti kampung Sindang Barang sudah
ada sebelum kerajaan Pakwan-Padjadjaran runtuh (lalu ditinggalkan begitu lama).
Satu permasalahan yang muncul dalam narasi sejarah adakalanya klaim yang satu
dapat merugikan (meniadakan) pihak lain. Narasi sejarah yang benar tidak satu
pihak diuntungkan yang menyebabkan ada pihak lain yang dirugikan.
![]() |
Kampung Sindang Barang tempo doeloe (Peta 1900) |
Banyak sumber untuk memahami sejarah
masa lampau. Namun diantara sumber yang ada lebih valid tulisan dan lukisan
daripada lisan. Tarih suatu tulisan semakin tua akan semakin menjelaskan
seberapa jauh sejarah berlangsung ke masa lampau. Tidak hanya itu, tulisan yang
bertarih tahun yang sama tingkat validitasnya juga berbeda menurut jenis
sumber. Karena itulah norma dalam penulisan yang lazim dalam dunia akademik
membutuhkan rujukan. Rujukan dalam hal ini adalah sumber yang memiliki tingkat
validitas tinggi. Tidak dapat diandalkan seorang tetua di suatu tempat untuk
menggambarkan bagaimana sejarah suatu tempat secara lisan tentang suatu hal tiga
abad lampau. Tidak pula dapat langsung dijadikan suatu rujukan meski sumber
lisan tersebut dibuat tertulis. Namun sumber-sumber lisan yang tertulis dan
memiliki tarih waktu penulisan masih dapat dijadikan sebagai sumber jika itu
maksudnya hanya untuk bidang tertentu, tetapi tidak memadai untuk bidang yang
lain. Data tertulis juga tidak cukup, karena itu masih dibutuhkan analisis yang
komprehensif (menguji data sesuai konteks dan membandingkan antar data yang
ada).
gambaran (fakta dan data) masa lampau kampong Sindang Barang tentu saja masih
menarik untuk ditelusuri, apalagi kampong Sindang Barang sudah ditabalkan
sebagai suatu kampong budaya. Namun yang tetap diperhatikan dalam sejarah adalah
upaya menggali data yang valid sedalam-dalamnya dan menganalisis data seluas-luasnya.
Sebab sejarah adalah narasi fakta dan data. Jika metodologi sejarah tidak
diterapkan, lebih-lebih tentang sejarah masa lampau, kita sebenarnya tidak tahu
apa pun. Melestarikan budaya sebagai
suatu kebajikan adalah satu hal, menarasikan sejarah adalah hal lain lagi. Okelah,
untuk menambah pengetahuan, sedikit apa pun yang bisa dikontribusian dalam
narasi sejarah masih dapat berguna jika tidak dilakukan sama sekali. Mangga,
kita kumpulkan sejarah Sindang Barang berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.
![]() |
Peta 1850 |
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’
seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan
sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil
kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini
tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang
lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut
di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Sindang Barang di Sungai Tjisindangbarang; Kampong Pasir Eurih di Sungai
Tjieurihbarang
di land Dramaga terdapat lima tempat yang menyandang nama Sindang Barang. Kelima
nama tempat (kampong) itu adalah Sindang Barat Kolot, Sindang Barang Oedik,
Sindang Barang Hilir dan dua Sindang Barang saja. Dari namanya, Sindang Barang
Kolot yang lebih tua karena namanya disebut kolot (tua, lama). Kampong Sindang
Barang Oedik dan kampong Sindang Barang Hilir berada di jalan raya (jalan pos
Buitenzorg-Tjiampea-Djasinga). Kampong Sindang Barang Kolot berada tepat di
sisi utara sungai Sindang Barang.
![]() |
Kampong Sindang Barang dan kampong Pasir Eurih (Peta 1900) |
Kampong Sindang Barang Kolot agak jauh
dari jalan raya. Nama kampong sama dengan nama sungai dapat dikatakan kampong
Sindang Barang adalah pemilik portofolio tertinggi di daerah aliran sungai
Sindang Barang tersebut. Sangat masuk akal bahwa nama kampong Sidang Barat Kolot
sudah lama adanya. Dua kampong lagi berada di hulu dan di hilir sungai Sindang
Barang.
satu arah bermuara ke sungai Tjiapoes (di sekitar Dramaga), sebelum sungai
Tjiapoes bermuara ke sungai Tjisadane (di belakang IPB). Sementara di arah
lain, sungai Sindang Barang bermuara di lereng gunung Salak di dekat kampong
Pasir Eurih. Tidak jauh dari kampong Pasir Eurih terdapat kampong Kota Batoe.
Antara kampong Pasir Eurih dengan kampong Kota Batoe dibatasi oleh hulu sungai
Tjiomas. Pertanyaannya mana yang lebi tua: Kampong Sindang Barang Kolot atau
kampong Pasir Eurih?
![]() |
Kelurahan Sindang Barang dan Desa Kota Batu (Now) |
Sungai Tjieurihbarang ini bermuara ke sungai Tjisandangbarang. Seperti
disebutkan di atas, ada nama kampong Sindang Barang (saja) di hulu sungai
Sindang Barang. Dalam hal ini pada dasarnya kampong Pasir Eurih secara
geografis berada di daerah aliran sungai Sindang Barang. Seperti dilukiskan di
dalam peta di samping, pada masa ini Sidang Barang adalah salah satu kelurahan
di Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, sedangkan Kota Batu adalah salah satu
desa di kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor (dimekarkan dengan
membentuk kecamatan Taman Sari).
Penduduk di Wilayah Tidak Berpenghuni
Tjiliwong pada tahun 1687, belum begitu banyak kampong-kampong yang terbentuk
di hulu sungai Tjiliwong dan hulu sungai Tjisadane. Bahkan kota Bogor yang sekarang
saat itu masih kosong tanpa didiami penduduk.
![]() |
Radius area bencana gunung Salak dan DAS Sindang Barang |
Pada
tahun 1699 terjadi letusan gunung Salak dan gempa besar yang mengakibatkan seluruh
area di sekitar gunung Salak pohon-pohon bertumbangan dan permukaan tanah
tertutup debu-lumpur. Di sekitar gunung Pangrango terdapat banyak retakan tanah
dan longsor. Letusan dan gempa di hulu sungai Tjiliwong dan hulu sungai
Tjisadane ini juga menyebabkan dampak yang besar di muara sungai Tjisadane di
Tangerang dan muara sungai Tjiliwong di Batavia.
beberapa nama tempat yang diidentifikasi di sekitar gunung Salak dan gunung
Pangrango. Hanya beberapa tempat yang diidentifikasi yang dapat dikatakan kampong
(beberapa rumah) seperti kampong Kedong Halang, Kampong Baroe, Tjiloear,
Katoelampa dan Tadjoer. Selebihnya hanya suatu perkampongan awal yang hanya
terdiri dari satu atau dua pondok (tempat suatu keluarga membuka lahan) seperti
Pondok Sempoer, Pondok Benteng dan Kedong Waringin (Kedong Badak).
![]() |
Kampong Pasir Eurih (Now) |
Area
sekitar gunung Salak dan gunung Pangrango praktis tidak ditemukan penduduk.
Perkampongan baru hanya ditemukan di sisi timur sungai Tjiliwong. Penduduk yang
terbilang ramai terdapat di area yang jauh seperti di sekitar sungai Tjianten,
hilir sungai Tjiliwong, hilir sungai Tjisadane, wilayah Tjiandjoer, wilayah
Djampang, wilayah Banten dan wilayah Tjibaroesa. Dari wilayah yang ramai itulah,
penduduk merapat ke area sekitar gunung Salak dan gunung Pangrango seiring
dengan meningkatnya aktivitas orang-orang Eropa. Pembentukan kampong-kampong
baru dari area sekitar sungai besar merangsek secara berangsur-angsur ke tempat
yang lebih tinggi (di lereng gunung Salak dan lereng gunung Pangrango).
dengan semakin terbukanya ruang wilayah di hulu sungai Tjiliwong dan hulu
sungai Tjisadane. Pemicu munculnya perkamponga baru karena di hulu sungai
Tjiliwong (dekat Kampong Baroe) dan di hulu sungai Tjisadane (dekat kampong
Tjiampea) sudah dibangun benteng VOC (termasuk benteng-benteng kecil di Bantar
Pete, Tjisaroea, Panjawoengan (Leuwiliang) dan Djasinga serta di Goenoeng
Goeroeh-Goenoeng Parang (Soekaboemi). Pembukaan ruang wilayah diikuti dengan
introduksi kopi.
tahun 1703 Direktur VOC, Abraham van Riebeeck memimpin ekspedisi ke hulu sungai
Tjiliwong dan juga bertemu dengan pemimpin lokal di Priangan (Bupati
Tjiandjoer). Pada tahun 1703 Abraham van Riebeeck diberi izin untuk membuka
lahan di Bodjongmanggis (Bojonggede). Sepulang jadi Gubernur di Malabar, pada
tahun 1709 menjadi Gubenur Jenderal VOC.
Pada tahun 1711 Abraham van Riebeeck mengintroduksi tanaman kopi di daerah hulu
sungai Tjiliwong dan hulu sungai Tjisadane yang kemudian diperluas ke Priangan
(Preanger). Kontrak-kontrak dibuat dengan pemimpin lokal: bupati Kampong Baroe,
bupati Tjiandjoer dan bupati Bandoeng. Bupati Kampong Baroe memimpin penduduk
untuk menanam kopi di sekitar lereng gunung Salak dan gunung Pangrango.
sungai Tjisadane, seiring dengan penempatan penduduk (yang dipimpin Bupati
Kampong Baroe) dan pembukaan lahan-lahan baru oleh penduduk (migran), para
investor Eropa-Belanda yang sebelumnya terkonsentrasi di sekitar Batavia dan
daerah hilir sungai Tjisadane, sungai Tjilengsi dan sungai Tjitaroem mulai meluas
ke hulu sungai Tjiliwong dan hulu sungai Tjisadane.
tahun 1740 terjadi kerusuhan di Batavia yang dipicu oleh pemberontakan yang
dilancarkan oleh para migran (para pekerja asal) Cina. Para migran Cina sudah
menyebar di berbagai tempat di ereal-areeal perkebundan pedagang VOC bahkan
hingga ke hulu sungai Tjiliwong, Tjilengsi dan Tjisadane. Kerusuhan ini
berakibat fatal hampir 10.000 orang migran Cina terbunuh. Sebagian yang lain
dapat diamankan dan sebagai yang lain melarikan diri (terpencar) menyatu dengan
orang Cina yang sudah sejak lama berada di Hindia. (kelak orang-orang Cina yang
berada di berbagai tempat di hulu sungai Tjiliwong dan hulu sungai Tjisadane
membentuk kluster di sekitar Buitenzorg yang ditempatkan pada suatu kampement
(cikal bakal Pasar Bogor).
Depok, land Pondokterong dan land Bodjogmanggis, land-land baru terbentuk di
sisi timur sungai Tjiliwong seperti land Tjibinong dan land Tjiloear serta land
Yemans (Tjimanggis) dan area antara sungai Tjiliwong dan sungai Tjisadane,
seperti land Tjileboet, land Kedongbadak
dan land Tjiampea. Satu yang terpenting dari investor ini adalah Gubernur
Jenderal van Imhoff pada tahun 1745 membangun villa mewah di dekat benteng
Padjadjaran (kini menjadi cikal bakal Istana Bogor). Lahan sekitar dua benteng
(Fort Padjadjaran dan benteng Bantat Pete), area titik singgung terdekata
antara sungai Tjiliwong dan sungai Tjisadane kemudian disebut Land Bloeboer.
Kampong Baroe yang beribukota dekat Kedong Halang, memimpin sejumlah demang.
Salah satu demang yang terkenal adalah Demang Dramaga. Seperti Bupati Kampong
Baroe yang mengusahakan pertanian kopi ke arah Tjiseroa, demang Dramaga juga
mengusahakan pertanian kopi ke arah lereng gunung Salak dan daerah aliran
sungai Tjianten.
hulu sungai Tjisadane dan hulu sungai Tjiliwong. Villa mantan Gubernur Jendeal
van Imhoff juga hancur. Komandan benteng Fort Padjadjaran saat itu adalah
Luitenant Jan Andries Duurkoop. Untuk memulihkan keadaan beberapa detasemen
dikirim dari Batavia. Dalam kasus serangan ini demang Dramaga diduga terlibat
yang kemudian diasingkan ke Afrika Selatan (tempat para tahanan politik dari
berbagai daerah).
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Sindang Barang di Land Dramaga
Pasir Eurih di Land Tjiomas
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.