*Untuk melihat semua artikel Sejarah Filipina
dalam blog ini Klik Disini
Dr. Jose
Rizal di Filipina dan Sanusi Pane di Indonesia memiliki banyak kesamaan dalam
berjuang melawan kolonialisne, dan demikian pula Manuel Quezon di Filipina dan
Ir. Soekarno di Indonesia memiliki banyak kesamaan dalam berjuang melawan
kolonialisme. Namun tentu saja ada perbedaan antara Manuel Quezon yang dianggap
sebagai Presiden Filipina pertama dan Ir.Soekarno sebagai Presiden Indonesia
pertama. Manuel Quezon menjadi Presiden dalam bingkai Persemakmuran Amerika
Serikat, Ir. Soekarno sebagai Presiden Indonesia pertama pernah dijuluki
sebagai George Washington van Indonesia.

meninggal tahun 1896 sebelum lahirnya Sanusi Pane 1905. Manuel Luis Quezón y
Molina lahir 19 Agustus 1878 dan pada tahun 1935 diangkat sebagai Presiden
Filipina (dalam persemakmuran Amerika Serikat). Manuel Quezón adalah Presiden
Senat pertama yang terpilih menjadi presiden, presiden pertama yang terpilih
melalui pemilihan nasional dan presiden pertama yang terpilih kembali (untuk
masa jabatan kedua) dan kemudian jabatannya diperpanjang karea situasi Perang
Pasifik. Manuel Luis Quezón meninggal 1 Agustus 1944 pada era Pendudukan
Militer Jepang. Sebelum terjadi pendudukan militer Jepang, Manuel Luis Quezón
melarikan diri dan mendirikan pemerintahan pengasingan di Amerika Serikat.
Sementara itu pada saat Pendudukan Militer Jepang, Ir. Soekarno bekerjasama. Setahun
meninggalnya Manuel Luis Quezón di Amerika Serikat, Ir. Soekarno kemudian pada
bulan Agustus 1945 Ir. Soekarno menjadi Presiden Indonesia pertama. Pada tahun
sebuah klub Indonesia di New York menjuluki Presiden Soekarno sebagai George
Washington van Indonesia. Pada saat kunjungan Soekarno ke Amerika Serikat 1954,
Presiden Soekarno kembali dijuluki sebagai George Washington van Indonesia. Di
dalam negeri, Manuel Quezón dikenal sebagai Bapak Bahasa Nasional.
Lantas
bagaimana sejarah Manuel Quezon di Filipina? Sudah barang tentu telah ditulis, tetapi sejauh data
baru ditemukan narasinya tidak pernah berhenti. Yang jelas bahwa ada perbedaan
bentuk perjuangan Dr. Jose Rizal dan bentuk perjuangan Manuel Quezon. Lalu bagaimana Manuel
Quezon dan Soekarno berjuang
pada tahun-tahun yang bersamaan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya
ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.
Manuel Quezon Berjuang di
Filipina, Meninggal di Amerika Serikat
Sejak
kehadiran Amerika Serikat di Filipina (1898), secara perlahan pengaruh Emilio
Aguinaldo dikeberi yang mana Amerikan Serikat meningkatkan statusnya di
Filipina yang sebelumnya sebagai ‘pengawas’ pemerintahan yang baru di Filipina
menjadikan rakyat Filipina sebagai subjek. Perjanjian Paris antara Spanyol dan
Amerika Serikat diratifikasi (1900) yang mana selanjutnya Filipina berada di
bawah kekuasaan Amerika Serikat (dengan menempatkan Gubernur Jenderal di
Filipina). Dengan sendirinya republik Filipina dilikuidasi dan tamat sudah perjuangan
Emilio Aguinaldo (karena harus mengambil sumpah setia kepada Amerika Serikat).
Transisi Spanyol kepada Amerika Serikat
berakhir tahun 1902. Namu tentu saja tidak mudah bagi Amerika Serikat
menerapkan kebijakannya karena di satu sisi Amerika Serikat tidak punya
pengalaman sebagai penjajah dan di sisi lain rakyat Filipina masih menginginkan
kemerdekaannya. Hal itulah mengapa para investor Amerika Serikat enggan
berinvestasi di Filipina karena para investor tidak memiliki ekspektasi jangka panjang
yang jelas. Pemerintah Amerika Serikat di Filipina dalam dilema.
Pada
tahun 1911 salah satu tokoh Filipina Manuel L Coezon (komisaris pribumi di
pemerintahan Amerika Serikat di Filipina) muncul ke permukaan yang tetap
mengusung kemerdekaan Filipina dengan dalih Filipina akan terus terancam dari
invasi Jepang jika Amerika Serikat tetap bertahan di Filipina (lihat De
Nederlander, 18-05-1911).
Kebangkitan Asia mulai bersemai di berbagai
wilayah. Di Tiongkok tokoh politik Sun Yat Sen mempelopori persatuan nasional
dengan berdirinya Republik Tiongkok pada tahun 1911 dengan partanya Kuomintang
yang mana Sun Yat Sen menjadi pejabat presiden pada tahun 1912, dan presiden
pada tahun 1923-1925. Hal yang sama juga terjadi persatuan nasional di Burma
dan India. Sedangkan persatuan nasional (seluruh koponen bangsa) hanya terasa
di Sumatra dan di Belanda. Pada tahun 1911, Radjioen Harahap gelar Soetan
Casajangan berpidato di hadapan para pakar dan peminat Indonesia di Belanda. Dalam
forum yang diadakan pada bulan Oktober 1911, Soetan Casajangan, berdiri dengan
sangat percaya diri dengan makalah 18 halaman yang berjudul: ‘Verbeterd
Inlandsch Onderwijs’ (peningkatan pendidikan pribumi): Berikut beberapa petikan
penting isi pidatonya:
Geachte Dames en Heeren! (Dear Ladies and
Gentlemen).
..saya selalu berpikir tentang pendidikan
bangsa saya…cinta saya kepada ibu pertiwa tidak pernah luntur…dalam
memenuhi permintaan ini saya sangat senang untuk langsung mengemukakan yang
seharusnya..saya ingin bertanya kepada tuan-tuan (yang hadir dalam forum ini).
Mengapa produk pendidikan yang indah ini tidak juga berlaku untuk saya dan juga
untuk rekan-rekan saya yang berada di negeri kami yang indah. Bukan hanya
ribuan, tetapi jutaan dari mereka yang merindukan pendidikan yang lebih
tinggi…hak yang sama bagi semua…sesungguhnya dalam berpidato ini ada
konflik antara ‘coklat’ dan ‘putih’ dalam perasaan saya (melihat ketidakadilan
dalam pendidikan pribumi).
Kutipan pidato Soetan Casjangan pada tahun
1911 tersebut dikutip dan dilansir sejumlah surat kabar di negeri Belanda dan
di Hindia Belanda. Orang-orang Belanda di Negeri Belanda dan orang-orang
Belanda di Hindia Belanda dengan sendirinya menjadi paham mengetahui problem
dan harapan yang disampaikan oleh Soetan Casajanagan. Soetan Casajangan diundang
sebagai tokoh senior di Indische Vereeniging (Perhipunan ‘mahasiswa’ Hindia).
Soetan Casajangan saat berpidato belum lama lulus mendapat gelar sarjana
pendidikan. Soetan Casajangan sendiri adalah mahasiswa pribumi kedua di Belanda
yang tiba di Belanda tahun 1905. Pada tahun 1908 Soetan Caajangan mempelopori
dibentuknya persatuan mahasiswa pribumi di Belanda dengan nama Indische
Vereeniging yang kemudian secara aklamasi Soetan Casajangan diangkat sebagai Presiden
Indische Vereeniging. Indische Vereeniging di Belanda pada tahun 1908 berbeda
dengan Boedi Oetomo di Jawa yang juga didirikan pada tahun 1908. Boedi Oetomo
hanya terbatas pada persatuan di Jawa, Madura dan Bali. Sedangkan Indische
Vereeniging bersifat nasional (seluruh Indonesia-Hindia Belanda). Indische
Vereeniging kelak pada tahun 1924 oleh Mohamad Hatta dkk diubah namanya menjadi
Perhimpoenan Indonesia.
Pedapat
Manuel L Coezon yang dilansir surat kabar di Belanda, De Nederlander edisi 18-05-1911)
memberika jawaban ketika ditanya: ‘Cara terbaik untuk menghentikan pembicaraan
lebih lanjut tentang kemungkinan perang dengan Jepang adalah agar Amerika
Serikat segera mendeklarasikan kemerdekaan Filipina karena kelemahan kekuatan
militer Paman Sam di Asia’.

mewakili Kepulauan Washington(baca: Filipina) sebagai Komisaris Asli, ditanya
apakah dia hidup dalam rumor perang yang berulang: ‘Tidak ada negara di dunia
yang berani memprovokasi perang dengan Amerika Serikat jika tidak memiliki
koloni di Timur Jauh ini. Semua perjalanan dan pergerakan angkatan laut Amerika
Serikat untuk mempertahankan persatuan di Filipina tidak akan memiliki kekuatan
untuk berhasil mempertahankan Filipina dari serangan Jepang. Pengeluaran ribuan
juta dolar akan diperlukan untuk bala bantuan guna membantu pulau-pulau itu
maju dan mengamankan serangan semacam itu. Beberapa orang berpendapat bahwa
jika Jepang telah mengambil pulau-pulau itu, Amerika Serikat pada akhirnya
dapat merebutnya kembali. Ini mungkin benar, tetapi kemudian Filipina akan
menjadi tempat Perang Dunia II dan penduduknya akan menjadi korban, karena
kerusakan besar harta benda tidak dapat dicegah. Itu akan menghancurkan
kemakmuran negara saya selamanya. Dalam kasus ini, Amerika Serikat memiliki
kewajiban moral untuk mengamankan Filipina dari bahaya ini, karena kehormatan perhimpunan
dijanjikan untuk kemakmurannya dan oleh karena itu cara teraman bagi Amerika
Serikat untuk mengakhiri pembicaraan perang adalah dengan menjadikan
pulau-pulau itu sebagai republik netral. Tanpa Filipina, tanpa; mata rantai
lemah dalam rantai militer ini, Amerika Serikat dapat dengan mudah menjaga
dirinya sendiri. Dan harus diingat bahwa rantai tidak lebih kuat dari mata
rantai terlemahnya. Jika pulau-pulau di Amerika Serikat (baca: Filipina)
dipisahkan, kemungkinan perang akan diminimalkan.
Ketika
Manuel L Coezon ditanya lebih lanjut apakah dia mengharapkan kemerdekaan dari
Partai Demokrat (partai yang berkuasa di Amerika Serikat saat itu), Manuel L Coezon
menjawab: ‘Iya, dengan antusias, ‘karena dalam platform nasional terbaru partai
itu berjanji untuk mengambil langkah definitif untuk memberikan kemerdekaan
kepada Filipina. Satu hal yang pasti, semakin lama kasus ini ditunda, semakin
sulit pula melepaskan pulau-pulau itu (Filipina). Semakin banyak modal Amerika
Serikat diinvestasikan di pulau-pulau (Filipina), semakin kuat argumen akan
menjadi untuk kebutuhan kita sendiri, untuk melindungi kepentingan Amerika
Serikat’.
Apa yang menjadi isi pidato Soetan Casajangan
di Belanda dan apa yang dapat dibaca pada surat kabar di Belanda tentang
pendapat Manuel L Coezon meski berbeda konteks tetapi keduanya memiliki esensi
yang sama: kemandiriang bangsa, melepaskan diri dari keterikatan bangsa asing
(penjajah Belanda dan Amerika Serikat). Soetan Casajangan dan Manuel L Coezon
pada saat Tiongkok telah mendapatkan kemerdekaannya, keduanya menyampaikan
opini secara santun dan diplomatis.
Persatuan
nasional (nasionalisme) bangsa Asia sesungguhnya telah tejadi sahut-sahutan diantara
para pemimpinnya dalam konteks mulai membangun bangsa sendiri dan mulai
melepaskan diri dari (ketergantungan) bangsa asing (penjajah) Inggris di
Tiongko dan India, Spanyol di Filipina dan Belanda di Indonesia. Dalam satu
kesempatan Manuel L Coezon juga menyinggung tentang keberhasilan yang sudah
diraih di Tiongkok sebagaimana Manuel L Coezon hadir dalam Kongres Rakyat yang
diadakan di London 27 Juli 1911 (lihat Algemeen Handelsblad, 28-07-1911). Dalam
kongres yang berpidato yang juga terdaftar seorang pakar Belanda yang paham
Indonesia Prof. Nieuwenhuis, direktur Batak Instituut di Leiden (namun
berhalangan hadir) dan Mr JH Abendanon, mantan Direktur Pendidikan dan Industri
di Hindia Belanda, seorang Menteri Tiongkok, Menteri Prancis, anggota Parlemen
Inggris John Robertson, Dr. Gilbert Reid dan lainnya. Sari berita yang dimaksud
adalah sebagai berikut, Algemeen Handelsblad, 28-07-1911:

dengan pidato singkat, dimana dia menunjukkan bahwa orang Tionkok muncul
berabad-abad yang lalu dari campuran sejumlah orang yang tinggi dan beradab dan
bahwa rasa kemajuan dan peradaban terus berlanjut selama berabad-abad. Cina
telah ada. Dia menekankan bahwa ada kecemburuan rasial di dunia dan akan sangat
bodoh untuk menyangkalnya. Jika masyarakat ingin semakin memahami bahwa mereka
adalah bagian dari satu keluarga, maka kecemburuan dan prasangka satu terhadap
yang lain harus hilang. Untuk tujuan ini, pemerintah, pendidik, dan guru di
semua negara harus bekerja sama. Dan jika hasil Kongres ini akan dipahami di
semua negara bahwa adalah tugas semua pemerintah, pendidik dan guru di semua
yang disebut negara beradab untuk mempromosikan kemajuan yang disebut sebagai
masyarakat terbelakang, maka Kongres telah membuahkan hasil… John Robertson
menggarisbawahi bahwa anggota parlemen Barat bisa belajar dari Timur, begitu
pula sebaliknya…. Dr. L de Lange, sekretaris
jenderal Inter-Parliamentary Union, yang mewakili badan ini pada kongres
bersama Lord Weardale menunjukkan bahwa sistem parlementer menjadi semakin diterima
dan dipahami, bahwa tidak ada negara yang berhak untuk ditempatkan di bawah
perwalian bangsa lain, kecuali perwalian itu harus menjadi kebutuhan untuk
keselamatan bangsa lain…Salah satu pidato yang patut mendapat perhatian adalah
dari Manuel E. Quezon dari Filipina, yang menyimpulkan dari sejarah Filipina
beberapa tahun terakhir bahwa pernyataan Kipling bahwa Timur dan Barat akan
saling bertemu adalah tidak benar. Dia percaya bahwa cara orang Filipina
menerima sistem parlementer barat telah sepenuhnya menyangkal klaim ini dan
bahwa, justru melalui sistem parlementer, pemisahan rasial paling baik
dijembatani…Dalam Kongres ini juga dihadirkan pameran yang menampilkan ratusan gambar
berwarna yang menggambarkan ras semua warna yang hidup di dunia termasuk
orang-orang Timur (Asia) yang secara khusus tentang Indonesia merupakan koleksi
potret dari pakar dan peneliti Indonesia Prof. Blok, Prof. Van Vollenhoven dan Prof.
Hartman yang diantara gambar yang ditapilkan terdapat foto mahasiswa Indonesia
(Hindia Belanda) yang belajar di Leiden.
Dalam hubungannya dengan
Indonesia, seperti disebutkan di atas, bahwa setelah Kongres Rakyat di London
pada tanggal 27 Julis 1911, beberapa bulan kemudian pada bulan Agustus 1911 di
Belanda, tokoh Indonesia di Belanda Soetan Casajangan diundang untuik berpidato
di hadapan para pakar dan peminat Indonesia.
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Presiden Soekarno, George
Washington van Indonesia
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.