Seperti
halnya yang diduga bahwa Nagara berada di pantai (teluk), demikian juga dengan
Martapoera. Hal yang sama juga terjadi proses sedimentasi di hilir yang mana
Martapoera awalnya berada di pantai di muara sungai Kayutangi. Oleh karena
terjadi sedimentasi jangka panjang terbentuk sungai Martapoera. Dalam hal ini
area yang menjadi Kota Banjarmasin yang sekarang adalah suatu titik imajiner di
tengah teluk pada jaman lampau.
Nama Badjarmasin kali pertama diidentifikasi
dalam peta ditemukan pada Peta 1657. Dalam peta ini, Banjarmasin diidentifikasi
sebagai kerajaan besar seperti Soecadana dan Sambas yang melebihi
kerajaan-kerajaan lainnya yang cukup banyak (termasuk kerajaan Broenai). Dalam
Peta 1619 nama Bandjarmasin belum diidentifikasi, yang diidentifikasi adalah
Taniampoera, Puerto Aroe, Paco dan Calandua serta Laue dan Hermata. Nama-nama
ini tidak muncul lagi, yang muncul tiga kerajaan besar tersebut dan kerajaan
lain seperti Sampit, Kotawaringin, Matan, Pasir, Balikpapan, Koetai dan Berau,
Dalam hal ini apakah Taniampura degradasi dan Bandjarmasin promosi di dalam
periode waktu antara 1619 dan 1657. Seperti diketahui VOC-Belanda meninggal
Borneo pada tahun 1619 dan baru kembali seabad kemudian pada tahun 1711. Dalam
fase ini yang lalu lalang di seputar Borneo adalah orang-orang Portgis. Peta
1657 adalah peta yang dibuat seorang Portugis Johannes Janssonius.
Kota-kota
di daratan (pantai) adalah Taniampoera, Nagara dan Martapoera. Kota Martapoera kira-kira
berada di muara sungai Kayutangi yang tidak jauh dari pertambangan di Tjempaka
(nama yang berasal dari India). Seperti halnya sungai Doesoen, sungai Bahan dan
dan sungai Moeroeng (Kapuas) atau sungai Mangkatip yang bermuara ke teluk,
sungai Kayutangi juga beruara ke teluk di hilir Martapoera,

berbeda, Sungai yang ke arah hilir bersifat gambut sedangkan sungai yang ke
arah hulu bersifat padat dan mengandung mineral. Hal itulah mengapa terdapat
pertambangan intan (kimia karbon). Sungai yang ke arah hulu inilah yang disebut
sungai Kayutangi. Nama sungai ke arah hilir ini awalnya disebut sungai
Martapura tetapi lambat laun sungai utama Kayutangi juga disebut sungai
Martapoera. Cabang sungai di arah hulu yang bermuara ke sungai Kayutangi
kemudian disebut Riam Kiri sedangkan sungai Kayutangi disebut sungai Riam
Kanan.
Banyak
sungai-sungai kecil bermuara ke teluk, diantaranya adalah sungai Alalak dan sungai
kecil yang berasal dari district Tjempaka (areal pertambagan intan). Seperti
halnya sungai Martapoera, sungai kecil yang dari Tjempaka ini ketika terjadi
proses sedimentasi lalu terbentuk sungai yang lebih besar ke hilir. Sungai ini
kemudian dikenal sebagai sungai Maluka. Jadi sungai Martapura dan sungai Maluka
adalah jalan sungai di area sedimentasi di dalam teluk. Wujud sungai di teluk
di antara daratan sedimentasi yang tersisa diantaranya adalah sungai yang menghubungan
sungai Martapoera dan sungai Alalak di dekat kota Banjarmasin (dari sungai ke
sungai).
Lantas mengapa sungai disebut dengan Maluka?
Nama yang mirip dengan nama ini (Maluka) pada tempo doeloe (era VOC) juga
ditemukan di Gowa (Makassar). Kawasan sedimentasi ini (seperti halnya kawasan
sedimentasi Bandjarmasin) adalah area perkampongan orang-orang Maluku. Pada era
VOC, pemerintah VOC banyak merekrut pribumi untuk mendukung militer VOC seperti
dari Bali, Ternate, Amboina dan Tambora serta Jawa. Setelah masa dinas selesai,
eks pasukan pendudukan militer VOC asal Amboina atau Ternate (yang bekerja di
benteng Schan Tjuil dan benteng Tabanio) ini banyak yang tidak pulang dan menetap
dengan membuka perkampongan. Hal ini juga ditemukan di banyak tempat terutama
di Batavia yang menjadi sebab munculnya kampong Jawa, kampong Bali, kampong Ambon,
kampong Malayu dan sebagainya. Hal serupa inilah yang terjadi di kawasan antara
Martapoera dan Bandjarmasin dimana orang-orang asal Ambon dan Ternate membuka
perkampongan. Kawasan ini kemudian disebut kawasan Maluka (dari asal kara
Moloecca atau Maluku). Nama sungai yang sudah terbentuk sebelumnya dikenal
sebagai sungai Maluka. Tentu saja di daeraha aliran sungai Barito juga
ditemukan kampong Jawa dan sebagainya.
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Martapoera dari Era VOC hingga
Pemerintah Hindia Belanda: Kesultanan Banjarmasin
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.