Sejarah

Sejarah Kota Depok (15): Sejarah Pondok Cina di Tepi Sungai Tjiliwoeng; Lauw Tjeng Siang dan Situs Rumah Tua Pondok Cina




false
IN




























































































































































false
IN



























































































































































Land Tjimanggis adalah salah satu land penting di sisi
timur sungai Tjiliwong. Salah satu pos jalan trans-Java sejak Daendles antara
Batavia dan Buitenzorg berada di Tjimanggis. Pos Tjimanggis adalah pos yang
berada di tengah antara Pos Bidara Tjina di Meester Cornelis dan Pos Tjilioer
di Buitenzorg. Sebagai pos yang berada di tengah, Pos Tjimanggis oleh para crew
pedati/caravan dijadikan tempat bermalam baik yang dari Bidara Tjina maupun
yang dari Tjiloear. Dari aspek bisnis (perdagangan) Land Tjimanggis terpenting
di sisi timur Tjiliwong dan Land Pondok Tjina yang terpenting di sisi barat
sungai Tjiliwong.

Bataviaasch nieuwsblad, 28-06-1898

Land Pondok Tjina yang merupakan tetangga
Land Tjimanggis diketahui pemiliknya adalah seorang Tionghoa bernama Lauw Tjeng
Siang (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 28-06-1898). Ini bermula ketika Lauw Tjeng
Siang, pemilik lahan di Afdeeling Buitenzorg (Res. Batavia) yang terletak di lahan
swasta (particuliere land) di Pondok Tjina  mengajukan permohonan untuk pengaturan pasokan
air negara dari tanggal 15 April hingga 15 September untuk kepentingan Land
Pondok Tjina.

Tidak diketahui jelas apakah pemilik Land Tjimanggis dan
pemilik Land Pondok Tjina dari keluarga yang sama (dilihat dari marganya yang
sama: Lauw). Kepemilikan kedua lahaan besar kemungkinan berkaitan satu sama
lain karena selain kedua land bertetangga, juga satu-satunya interchage di
sungai Tjiliwong hanya terdapat di kedua sisi land ini (Land Tjimanggis di sisi
timur sungai Tjilwong dan Land Pondok Tjina di sisi barat sungai Tjiliwong’.
Lauw Tjeng Siang sebelumnya terkenal
sebagai pedagang besar dan pelaku bisnis keuangan di Tanabang en Pasar Senen (Bataviaasch
handelsblad, 04-10-1886). Lauw Tjeng Siang juga adalah salah satu pemiliki properti
di Pasar Senen (Weltevreden). Bisnisnya yang paling terkenal di Pasar Senen
adalah rumah pegadaian (pandhuis). Lauw Tjeng Siang juga kerap memasang iklan
untuk pelelangan barang-barang tertentu, seperti poselin, rumah dan bahkan
(bangunan dan lahan) pertanian.
Lauw Tjeng Siang dan Lauw Tjeng Hoeij melakukan bisnis
serupa di Buitenzorg (Bataviaasch handelsblad, 30-04-1887). Lauw Tjeng Hoeij
sendiri sebelumnya dikenal sebagai pelaku pegadaian di Tanabang dan Lauw Tjeng
Siang sebagai pelaku bisnis pegadaian di Patjenongan (Java-bode: nieuws,
handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 15-03-1875). Lauw Tjeng Hoeij
Lauw Tjeng Hoeij memiliki saudara bernama Lauw Kim Fong (Bataviaasch
handelsblad, 20-04-1880).
Ini mengindikasikan bahwa Lauw Tjeng
Siang sudah sejak lama berkiprah pada bisnis keuangan di berbagai tempat. Oleh
karenanya Lauw Tjeng Siang sebagai pemilik Land  (tanah partikeli) bukanlah hal yang luar
biasa. Yang tetap menjadi pertanyaan adalah mengapa Lauw Tjeng Siang memiliki
lahan di Pondok Tjina (Land Pondok Tjina). Sebab lahan di Pondok Tjina bukanlah
lahan yang subur seperti di Land Depok.
Bataviaasch handelsblad, 04-10-1884

Lauw Tjeng Siang beralamat di Kampong Balie Kramat. Hal
ini diketahui dari iklan yang dipasangnya untuk menyewakan sebuah rumah yang
dindingnya setengah batu (semen) dan setengah bambu dengan lantai batu di
Bidara Tjina (Bataviaasch handelsblad, 04-10-1884).

Pada tahun 1902 di Land Pondok Tjina
yang merupakan lahan milik Kapiten Cina, Lauw Tjeng Siang ditemukan suatu rumah
untuk pencetakan uang palsu. Di dalam kasus ini tidak disebutkan apakah Lauw
Tjeng Siang terlibat. Namun dengan memperhatikan rumah itu berada di lahan
properti Lauw Tjeng Siang apalagi Lauw Tjeng Siang diketahui sudah sejak lama
berprofesi di bidang keuangan, maka besar kemungkinan pelaku utama dalam hal
ini adalah Lauw Tjeng Siang.
Haagsche courant, 04-06-1902

Haagsche courant, 04-06-1902: ‘Di real estate di
Pondok-Tjina, milik kapten Cina, Lauw Tjeng Siang, pencarian dilakukan di
sebuah rumah yang sebelumnya atas petunjuk dari Schmidt, pembuatan uang kertas
palsu yang telah terjadi. Hal itu bahwa terbukti benar; dalam pencarian
tersebut sulit untuk mencapai rumah, tempat kerja, ditemukan, seluruhnya sesuai
dengan deskripsi yang diberikan oleh S.’

Namun demikian, nama Lauw Tjeng
Siang tetap eksis. Apakah Lauw Tjeng Siang terlibat kasus pemalsuan uang menjadi
tidak diketahui secara pasti. Yang jelas, Lauw Tjeng Siang tetaplah sebagai seorang
pengusaha besar di bidang keuangan.
Lauw Tjeng Siang, pemilik land Pondok Tjina yang
beralamat di Kampong Bali dan secara hukum memiliki jabatan sebagai Kapiten
Cina dengan mendapat gaji dari pemerintah (suatu gelar atau jabatan pemimpin
komunitas Tinghoa di wilayah tertentu setingkat di bawah Majoor Cina dan
setingkat di atas Luitenant Cina).
Akan tetapi, Bataviaasch
nieuwsblad, 18-06-1904
melaporkan bahwa Lauw Tjeng Siang telah melelang properti kantor pegadaian di
Meester Cornelis senilai f 12.128. Sejak berita penjualan (pelelangan) ini nama
Lauw Tjeng Siang menghilang, dan menghilang selamanya.

Bataviaasch nieuwsblad, 20-09-1926

Nama yang muncul di Land
Pondok Tjina kemudian adalah seorang yang bermarga Lauw yang bernama lengkap
Lauw Koei Liong (Bataviaasch nieuwsblad, 20-09-1926). Disebutkan Lauw Koei
Liong Lauw Koei Liong sebagai manajer dan co-pemilik (beheerder en mede-eigenaar)
particuliere landerijen Pondok Tjina. Mereka ini juga pemilik  Land Tjinere. Munculnya nama pemilik ini
terkait dengan pembangunan irigasi. Namun demikian, apakah Lauw Tjeng Siang
masih sebagai pemilik tidak diketahui jelas. Dugaan bahwa Lauw Tjeng Siang dan Lauw
Koei Liong masih dalam satu kerabat dekat.

Asal Usul Land Pondok Tjina
Pondok Tjina, seperti halnya
Sringsing, Depok dan Ratoe Djaja adalah nama-nama tempat yang sudah dicatat
sejak awal. Adanya kepemilikan lahan (land) di area terjauh di hulu sungai
Tjiliwong adalah Land Depok yang dimiliki oleh Cornelis Chastelein (sejak
1696). Kapan muncul lahan kepemilikan di Pondok Tjina tidak diketahui secara
pasti. Adanya kepemilikan lahan di Pondok Tjina paling telat sudah diketahui
pada tahun 1816.
Bataviasche courant, 14-12-1816

Seorang pemilik pertama lahan padang rumput dan lahan
belukar yang disebut Pondok Tjina, Pondok Kemirie dan Bedji yang berbatasan di
sebelah barat Kali Bata, di sebelah timur groore river dan di selatan berada Land
Depok serta di utara Land Sringseng oleh Mr. Jansen menjual yang didalamnya
terdapat satu rumah batu dan beberapa bangunan kayu dan beberapa bangunan bambu;
disamping itu Mr Jansen juga menjual lahan yang disebut Land Tanah Baroe yang
berbatasan di timur dengan Land Kali Bata, di barat dengan Kali Croecoet dan
berada di selatan Land Pondok Tjina yang didalamnya terdapat bangunan untuk
tenaga kerja, kantor dan gudang persediaan (lihat Bataviasche courant, 14-12-1816).

Dari informasi ini sudah terdeteksi nama
Land Pondok Tjina. Land ini menunjukkan suatu lahan di tempat dimana disebut
Pondok Tjina, Pondok Kemirie dan Bedji. Nama-nama ini mengindikasikan nama
kampong yang terdapat di lahan tersebut. Ketiga nama ini kemudian disatukan
dengan satu penyebutan sebagai Land Pondok Tjina. Oleh karena Land Pondok Tjina
dan Land Tanah Baroe merupakan satu kepemilikan (oleh Jansen), maka semuanya
kelak di sebut dengan nama tunggal: Land Pondok Tjina.
Bataviasche courant, 08-09-1821

Yang membeli eks lahan Mr. Jansen ini adalah Mr
Wiltenaer. Namun dalam perkembangannya, lahan yang dipromosikan sebagai land
goed Pondok Tjina dijual kembali pada tahun 1921 (Bataviasche courant, 08-09-1821).
Lahan ini dijual besar kemungkinan karena pemiliknya telah meninggal dunia. Yang
menjual lahan ini sebagaimana di dalam iklan adalah janda Wiltenaer

Rumah Tua Pondok Cina

Situs rumah tua Pondok Cina
Satu hal yang menyisakan pertanyaan adalah apakah Kapiten Lauw Cheng Siang
berkaitan dengan sebuah rumah tua yang berada di Pondok Cina yang kini menjadi
bagian dari halaman Margo City. Ini tentu sulit diketahui secara pasti karena sejauh
ini tidak ada data dan informasi yang dapat menjelaskannya. Tentu saja untuk
menjawab itu memerlukan penelusuran tersediri dengan menggunakan
dokumen-dokumen pribadi yang dimiliki oleh keluarga Lauw Cheng Siang.
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber
utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman,
foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding),
karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari
sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber
disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top