*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kupang dalam blog ini Klik Disini
Entah
kapan Bahasa Inggris menjadi lingua franca dalam dunia internasional, demikian
juga entah kapan lingua franca yang disebut kemudian Bahasa Melayu menjadi
bahasa antar pulau (nusantara). Namun lingua franca Bahasa Melayu di Kepulauan
Timor atau Timor Grorp (kini provinsi Nusa Tenggara Timur) masih dapat
ditelusuri. Bagaimana bisa? Itulah pertanyaan yang ingin dijawab melalui
penelusuran sumber-sumber
tempo doeloe.

Klein Soenda) yang terdiri dari Bali, Lombok, Sumbawa dan Timor Groep terdapat
sebanyak 72 dialek bahasa (bahasa daerah). Di provinsi Nusa Tenggara Timur diidentifikasi
bahasa Adonaro, Alor, Dhao, Ende, Komodo, Lembata, Manggarai, Ngada, Sabu,
Sika, Soa dan Tetun. Di kota pelabuhan Kupang diidentifikasi Bahasa Melayu
Kupang. Pada masa ini diidentifikasi penutur Bahasa Melayu Kupang ditemukan di
Kota Kupang, Kota Atambua, Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan,
Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Belu dan Kabupaten Malaka. Bahasa
Melayu Kupang berarti Bahasa Melayu dialek Kupang yang disingkat Bahasa Kupang.
Idem dito dengan Bahasa Manado, Bahasa Ambon, Bahasa Banjar(masin), Bahasa
Kutai, Bahasa Makassar dan Bahasa Betawi.
Bagaimana
sejarah Bahasa Melayu di Kupang di Pulau Timor? Seperti disebut di atas, bahasa Melayu di Kupang
(Bahasa Kupang) penuturnya di sebagian besar Pulau Timor. Bagaimana semua itu
bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya
ada permulaan. Untuk
menambah
pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.
Lingua Franca Bahasa Melayu di
Nusantara: Portugis dan Belanda Agen Penyebaran Bahasa Melayu
Keutamaan
Kupang sejak masa lampau adalah teluknya yang tenang, itu mudah dipahami karena
terhalang oleh pulau Rote dari gelombang laut selatan. Pelabuhan Kupang terus
eksis sepanjang masa yang diduga sudah dikenal sejak masa lampau sebagai pusat
perdagangan dengan komoditi kayu gaharu terutama yang berasal dari pulau Sumba,
Dalam navigasi pelayaran perdagangan zaman kuno dengan sendirinya Kupang
menjadi salah satu tempat tujuan.
Suatu pelabuhan tumbuh dan eksis dalam waktu
yang lama karena secara geografi wilayahnya terbuka (keamanan) tetapi dengan
tempat yang ideal bagi kapal-kapal untuk berlindung ketika terjadi badai yang
besar (keselamatan). Pelabuhan itu stabil dan cenderung pelabuhan alam yang tidak
dipengaruhi oleh perubahan sedimen di sepanjang pantai. Pelabuhan semacam ini
tidak banyak, antara lain di Semenanjung Malaya di Malaka, Borneo di Broenai, di
pantai barat Sumatra di Tapanoeli, Maluku di Amboina dan Sulawesi di Makassar
serta di Jawa di Banten. Pelabuhan itu strategis dari navigasi perdagangan yang
didukung oleh komoditi utama perdagangan dan populasi penduduk yang besar. Hal
itulah mengapa dalam navigasi perdagangan (kerajaan( Madjapahit sudah
diidentifikasi nama Solor, Soemba dan Timor (lihat Negarakertagama 1365). Pada
masa lampau terdapat kecenderungan penamaan nama pulau berdasarkan nama tempat
(pelabuhan(. Tiga nama yang disebut awalnya nama pelabuhan kemudian menjadi
nama pulau. Nama Kupang kemudian menggantikan nama Timor yang menjadi nama
pulau. Nama Timor sebagai arah mata angin diduga merujuk pada arah dari barat
(pulau Jawa) yang dimaksudkan tempat paling timur dalam (navigasi) pelayaran
perdagangan.. .
Sebagai
kota pelabuhan, Kupang menjadi simpul pertemuan perdagangan domestik dan
perdagangan internasional. Solor dan
Timor diduga kuat kota utama. Dua nama tempat ini telah dikunjungi pelaut-pelaut
pertama Portugis pada tahun 1513 yang pada saat itu produksi diusahakan oleh
pedagang-pedagang asal Makassar yang bekerjasama dengan penduduk asli (dei
pedalaman). Solor sebagai salah satu tempat terpenting di guguu pulau
menyebabkan seorang misionaris Portugis membuka stasion di Solor tahun 1547.
Pelabuhan Kupang menjadi tumbuh lebih cepat
dari Solor karena faktor strategisnys sebagai pusat perdagangan kayu gaharu.
Orang-orang Portugis yang membuka perdagangan di pantai timur Tiongkok di muara
sungai Canton diduga kuat telah menemukan koneksi jalur perdagangan kayu gaharu
dari Solor dan Timor. Oleh karena volume perdagangan kayu gaharu di Kupang yang
sumber utamanya dari Sumba dan didukung dengan pelabuhan yang lebih baik (dari
Solor) maka era baru kota Kupang dimulai (tukar tempat dengan Solor).
Pedagang-pedagang Portugis yang berpusat di Malaka dari waktu ke waktu menambah
pekerja yang dari waktu ke waktu semakin banyak. Dalam hal ini Portugis
memiliki kepentingan sendiri untuk bisa mengimbangi pedagang dan para pekerja
asal Makassar. Orang Melayu dan Makasar diduga menjadi dua populasi asing di
kawasan yang jumlahnya dominan.
Perkembangan
pelabuhan Kupang dari masa ke masa tidak hanya pusat perdagangan yang penting
di kawasan tetapi penduduknya dapat dikatakan sudah melting pot sejak awal.
Bahasa Melayu sebagai lingua franca sejak zaman kuno, menjadi satu-satunya
bahasa utama di pelabuhan Kupang. Keutamaan bahasa Melayu ini di kawasan karena
penduduk asli di berbagai pulau juga secara historis terdiri dari beragam asal
usul dan bahasa yang dalam hal ini bahasa Melayu menjadi pemersatu di kawasan.
Pelabuhan Solor dan Kupang menjadi sasaran
pelaut-pelaut Belanda yang telah meratakan jalan dari selat Soenda (pintu
masuk) menuju Maluku. Ini bermula ketika pos perdagangan Belanda di (pantai
timur) Bali pada tahun 1605 menyerang Portugis di Amboina. Benteng Victoria
diduduki dan kemudian dijadikan ibu kota baru pelaut-pelaut Belanda. Oleh
karena kekuatan Portugis masih sangat kuat di Solor dan Koepang yang dapat
mengganggu kenyamanan navigasi pelayaran Belanda, lalu pada tahun 1612
pelaut-pelaut Belanda menyerang Portugis di Solor dan mendudukinya. Tidak cukup
disitu, Portugis yang mengumpul di Koepang juga dikejar dan diserang dan
kemudian Belanda menduduki Koepang. Dua pelabuhan penting sudah dkuasai,
Orang-orang Portugis sejak serangan Koepang bergeser ke arah timur pulau yang
kemudian terbentuk pelabuhan Dilli. Dalam hal ini penaklukan Solor untuk jalur
navigasi dan penaklukan Koepang untuk pusat perdagangan. Tentu saja orang-orang
Belanda tidak kesulitan di Koepang karena orang-orang Belanda sudah terbiasa
dengan bahhasa Melayu di Amboina dan Bali.
Pendudukan
Belanda terhadap kota pelabuhan Koepang menjadi era baru kota Koepang, Ibu kota
Belanda di gugus pulau Nusa Tenggara dipindahkan dari Bali ke Koepang sehingga
hubungan yang ada menjadi Amboina dan Koepang yang kemudian merintis pos baru
di pantai utara. Satu-satunya bagi Belanda, adalah lebih memilih dekat Banten
daripada dekat Jepara (suksesi Demak).Korbannya adalah kerajaan Jacarta dimana
kemudian pada tahun 1619 Belanda dengan nama bendera VOC membangun benteng
utama (Kasteel Batavia) yang menjadi ibukota baru Belanda (menggantikan Amboina).
Seperti halnya di Amboina dan Koepang, Belanda
dapat dikatakan juga ikut memperluas penyebaran lingua freanca bahasa Melayu di
Batavia. Selain pelabuhan Malaka dan Broenai, pelabuhan Amboina, Koepang dan
Batavia/Jacarta menjadi populasi besar pengguna bahasa Melayu. Hal itulah
kemudian dialek di tiga kota ini muncul dialek Ambon, dialek Kupang dan dialek
Batavia (kemudian bergeser menjadi Betawi). Semua kota-kota tersebut awalnya
basis Portugis yang telah digantikan penguasa baru Belanda. Sebagai catatan sebelum
terbentuk Jacarta agak di hulu, kota pelabuhan sejak awal era Portugis adalah
Zunda Kelapa (yang letaknya di sisi barat muara sungaI), kota pelabuhan
terpenting di sebelah barat pantai utara Jawa (sebelum Banten berkembang)..
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Lingua Franca di Nusantara
Bahasa Melayu (Suksesi Bahasa Sanskerta): Asal Usul dan Pertumbuhannya
Jauh
sebelum kehadiran pelaut-pelaut Eropa terutama Portugis yang kemudian disusul
Belanda, lingua franca bahasa Melayu sudah sejak lama terbentuk (sebagai
suksesi lingua franca bahasa Sanskerta). Dimana awal terbentuknya bahasa Melayu
ini sulit diketahui. Akan tetapi bagaimana awal mulanya dapat ditelusuri pada
berbagai prasasti yang ada. Penggunaan bahasa Melayu terawal yang tercatat dan
lestari ditemukan pada prasasti Kedukan Bukit (682 M). Dimana letak awal
prasasti ini sulit dipastikan apakah di Palembang, di Bangka atau di tempat
lain. Lantas bagaimana asal usul bahasa Melayu di wilayah Timor Group diduga
bermula jauh sebelum hadirnya pedagang-pedagang kerajaan Madjapahit (pantai
timur Jawa).
Prasasti-prasasti tertua yang ditemukan berada di Vocahn (pantai timur Indochina di Champa,
Vietnam) pada abad ke-3; prasasti Koetai (pantai timur Borneo) dan prasasti Bogor
(pedalaman Banten) abad ke-4 serta prasasti Jacarta (pantai utara Jawa) abad
ke-5. Semua prasasti menggunakan aksara Pallawa dalam bahasa Sanskerta.
Prasasti berbahasa Melayu baru muncul pada abad ke ke-7 di pantai timur Sumatra
dan pantai utara Jawa yakni prasasti Kedukan Bukit, prasasti Talangtuo (684 M),
prasasti Kotakapur (686 M) dan prasasti Sojomerto (akhir abad ke-7).
Prasasti-prasasti ini ditulis dengan akasara Pallawa dalam bahasa Melayu.
Antara dua masa inilah diduga terbentuk bahasa Melayu sebagai suksesi bahasa
Sanskerta. Sebagaimana diketahui sebagian besar bahasa Sanskerta terserap dalam
bahasa Melayu plus bahasa-bahasa daerah. Aksara Pallawa ini mengalami adaptasi
dalam dua bentuk yakni aksara Jawa (Mataram kuno) dan aksara Sumatra (Batak).
Jika diperhatikan dengan teliti empat prasasti berbahasa Melayu ini isinya terhubung
satu sama lain dalam gambarab geografis. Pada prasasti tertua (pertama 682 M)
Kedukan Bukit disebut radja Dapunya Hyang Nayk berangkat dari Minanga ke hulu
Upang dengan membawa bala tentara 20.000 orang. Pada prasasti Talangtuo (684 M)
disebut nama radja Sriwijaya bernama Dapunta Hyang Srinagajaya. Prasasti
Kotakapur (686 M) bala tentara berangkat untuk menaklukkan Jawa. Lalu pada prasasti
Sojomerto disebutkan nama Dapunta Seilendra. Dapunta Hyang diduga gelar raja
tertinggi (Nayk dan Srinagajaya) yang dibawahnya hanya disebut Dapunta saja
(Seilendra). Dalam hal ini bisa ditafsirkan radja Dapunta Hyang Nayk (dari
Minanga di muara sungai Baroemoen) menabalkan gelar kepada radja Srinagaya di (pulau)
Bangka dan kemudian memberi gelar raja Seilndra dengan gelar Dapunta di Jawa.
Kerajaan di Jawa yang ditaklukkan itu adalah kerajaan dimana ditemukan prasasti
Jacarta (Tarumanagara, merujuk pada nama sungai Tjitaroem) yang dibantu oleh
raja Jawa (Kalingga) yang membentuk dinasti baru Seilendra. Dalam hal (kerajaan)
Sriwijaya berkembang di Jawa dan (kerajaan) Aroe di muara sungai B-aroe-moen
terus eksis. Sejak inilah aksara Pallawa mengalami perkembangan ke arah dua
kutub (Jawa dan Batak). Kerajaan Aroe wilayah navigasi pelayaran perdagangan di
utara ekuator, sementara Sriwijaya di selatan ekuator. Jika diperhatikan lagi, isi
prasasti Vocahn terhubung dengan Minanga (Kerajaan Aroe) dan prasasti Koetai
terhubung dengan pantai utara Jawa (Taroemanagara). Hubungan Kerajaan Aroe di
pantai timur Sumatra (wilayah Padang Lawas yang sekarang) dalam hubungannya
dengan prasasti Vocahn dipertegas dengan penemuan prasasti Laguna (Manila,
Luzon, Filipina) bertarih 900 M. Adanya hubungan yang lestari antara Jawa
(Sriwijaya/Seilendra) dengan Sumatra (Aroe/Vocahn) dapat dibaca pada praasti Canggal
di Jawa (732 M) dan prasasti Ligor di pantai timur Semenanjung (775 M).
Penyebaran
bahasa Melayu hingga ke Timor Group (kepulauan Timor) diduga kuat mengikuti
jalur navigasi pelayaran perdagangan dari arah utara (bukan dari arah barat di
Jawa). Hal ini dapat dilihat dalam berbagai dimensi (aspek). Jalur navigasi
pelayaran perdagangan kerajaan Aroe di utara ekuator telah melewati pantai timur Semenanjung
(Pahang) dan Indonchina (Vocahn), pantai utara Borneo (B-aroe-nai) dan
pulau-pulau di Filipina (Bataan dan Manila, serta Panai dan Mangindanao) hingga
pantai timur Borneo (Koetai) dan pantai utara Sulawesi (Amoerang dan pulau Manado).
Hal inilah mengapa aksara di kawasan ini mirip satu sama lain yang merujuk pada
Kerajaan Aroe (pantai timur Sumatra). Lalu dalam perkembangannya dari pantai
utara Sulawesi membentuk dua arah navigasi pelayaran yakni ke tenggara dan ke
selatan.
Prasasti-prasasti yang ditemukan di Minahasa
(Tondan), di Seko (Sulawesi Tengah) dan pulau Mangarai (nama awal sebelum
Portugis memberi nama Flores) mirip satu sama lain. Prasasti yang mirip asal
Jawa hanya sampai di Bima (Soembawa). Karakteristik prasasti di pulau Mangarai
berbentuk garis dan lingkaran, Bentuk aksara Mangarai dan Minahasa memiliki
kemiripan dengan aksara-aksara yang berkembang di Sulawesi, Filina dan Sumatra.
Hal yang penting juga dari sisi linguistik pada kosa kata kunci ditemukan
persamaan dengan bahasa-bahasa yang berkembang di Filipina, Sulawesi, Maluku
dan Mangarai yang dapat ditrace dengan bahasa-bahasa di pantai timur Sumatra
(terutama bahasa Angkola Mandailing) seperti ama/amang, ina/inang//inde,
opu/ompung/empung, somba/sumba dan mate. Dalam pembentukan struktur sosialnya
juga mirip (bersifat genealogis) dan pembentukan pemerintahan yang bersifat
federatif/teritorial (yang berbeda dengan di Jawa yang besifat monarki). Nama
tempat Minanga ditemukan di beberapa wilayah di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah
dan Maluku. Nama pulau Aroe di timur Timor Group dan tenggara Maluku menandai
jalur navigasi pelayaran sudah mencapai selat Torres hingga Maori Dalam konteks inilah penyebaran bahasa Melayu
yang awalnya berkembang di pantai timur Sumatra dan selatan Laut China menyebar
ke Sulawesi (Manado dan Makassar serta Luwu), Maluku (Amboina) dan Timor Groep
(Mangarai).
Jalur
navigasi pelayaran Kerajaan Aroe dari pantai utara Sulawesi mengarah ke selatan
(Makassa) hingga ke Mangarai dan Timor. Dalam hal ini penyebaran bahasa Melayu
dari utara, selain faktor geografis yang berdekatan, telah didahului navigasi
pelayaran perdagangan yang intens antara Makassar dan Timor Groep, Kedekatan
wilayah Sulawesi dan Timor Grorp melalui navigasi pelayaran perdagangan semakin
diperkuat pada era Portugis dari Malaka dengan jalur navigasi pelayaran
perdagangan sejak Kerajaan Aroe.
Hubungan Kerajaan Aroe di pantai timur Sumatra
dan kerajaan-kerajaan di Jawa (pasca berahhirnya pengaruh Sriwijaya di Jawa)
berlangsung sejak tebentuknya Kerajaan Singhasari yang berorientasi maritim
(suksesi kerajaan Kediri yang berasal dari Mataram kuno (Seilendra/Sriwijaya).
Hubungan ini diperkuat dengan pertukaran pengetahuan dan budaya. Pasca
berakhirnya invasi Cola di selat Malaka, di Kerajaan Aroe terbentuk sekte baru
agama Boedha yang disebut sekte Bhirawa. Radja terakhir Singhasari Kertangera adalah
pendukung fanatik sekte Bhirawa (agama Boedha Batak). Hal itulah mengapa ada
candi Kertanegara yang berkarakteristik Boedha/Bhirawa di wilayah Singhasari
yang dominan Hindoe. Terbunuhnya raja Kertanegara di Singhasari terbentuknya
kerajaan Madjapahit. Pada era Madjapahit inilah kekuatan maritim dari Jawa
semakin kuat yang dapat melakukan navigasi pelayaran perdagangan ke segala
arah. Ke arah timur mencapai Timor, Saparoea, Amboina, Maluku dan Onim (Papua)
serta ke Makassar dan Luwu. Pengaruh budaya Jawa (era Madjapahit) hanya
terbatas sampai di Lombok dan Sumbawa (Bima). Budaya yang berkembang di wilayah
Timor Groep lebih mengarah ke originnya di utara (Sulawesi) dan timur/laut
(Maluku). Besar dugaan nama Timor dan Solor semakin populer dari arah navigasi
pelayaran perdagangan dari barat (Jawa/Madjapahit), sedangkan nama Mangarai
(sebelum muncul Flores era Portugis) semakin populer dari arah utara. Nama
tempat awalan Ma jarang di Jawa (kecuali beberapa seperti Madura), tetapi lebih
banyak pada jalur navigasi utara seperti Makassar, Mamuju, Maluku, Manado,
Manila, Mangindanao dan Malaka, tentu saja Mangarai/Manggarai. Juga searah
dengan jalur ini nama-nama Aroe, Soemba/Soembawa, Somba-opu, Ja-ilolo, Ambo-ina,
Ternata/Ternate, Sap-aroe-a, H-aroe-koe.
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Perkembangan Bahasa Melayu di
Kupang dan Sekitar: Era Pemerintah Hindia Belanda
Gambaran
awal koya Kupang pada era Pemerintah Hindia Belanda dilaporkan oleh seorang kapten
kapal Louis de Freytinet dengan korvet Sr. Ms. I’Uranie yang juga seorang ahli
fisika atau ilmu alam yang melakukan ekspedisi keliling dunia (1817-1820) yang
singgah di Coupang, Timor Oktober 1818. Laporan ekspedisi ini sudah dibukukan
dalam bahasa Inggris oleh Jacques Arago dengan judul Narrative of a Voyage
Round the World, in the Uranie and Physicienne Corvettes, Commanded by Captain
Freycinet, During the Years 1817, 1818, 1819, and 1820. Treuttel & Wurtz,
Treuttal, jun. & Richter, 1823, Beberapa materi buku telah dikutip surat
kabar Nederlandsche staatscourant, 07-08-1824. Dalam laporannya kota Kupang
terbagi dua yang mana satu bagian dihuni orang orang-orang Cina dan yang lain
oleh orang-orang Melayu. Diantaranya juga terdapat orang-orang Moor dan Prancis
dan tentu saja ada orang-orang Belanda. Kota dilindungi oleh sebuah benteng,
Concordia yang dijaga oleh 10 orang. Orang Melayu di Coepang memiliki raja, sementara
raja yang lain terdapat di Dao dan Rote.
Berdasarkan keterangan sekretaris Residen M
Thilmann, junmlah penduduk seluruh pulau sekitar 5.000 jiwa dimana 1,500 berada
di Coepang yang mana sekitar 1.000 orang budak (mungkin maksudnya rakyat
biasa). Sekitar 300 jiwa adalah Cina. Hanya orang Cina yang mengerti bahasa
Inggris, mereka berbahasa sendiri dan sedikit yang bisa berbahasa Melayu. Radja
Coeupang pernah bentrok dengan Inggris tahun 1912 dan 1916 saat Inggris
menduduki Jawa yang kemudian Inggris mengembalikan Jawa dan juga Coupang kepada
(Pemerintah Hindia) Belanda.
Kapten
Louis de Freytinet, di dalam laporan,
mengutip bebera kosa kata dari penduduk Coepang seperti kaillou mera (kayu
merah), rajah (raja), kaen slimut (kain selimut), kaybaya (kebaya), kaen sahory
(kain sarong), amar (buah pohon tertentu), kissao (buaya liar) daan rouma
pamali (rumah suci), gelar raja yang diberikan Belanda toumoukoun (tumenggung?)
dan bacanassi (minuman dari pohon palm).
Bagaimana asal-usul terbentuknya populasi di
Coepang sulit diketahui secara pasti. Orang-orang Eropa adalah orang
asing-pendatang yang silih berganti terutama setelah orang Portugis terusir
dari Coupang digantikan Belanda sejak era VOC. Orang-orang Cina adalah
pendatang yang menetap sebagai pedagang. Orang pribumi yang kini memiliki raja
sendiri juga diduga awalnya pendatang yang bercampur dengan penduduk asli yang
membentuk kelompok populasi sendiri dengan penduduk asli di pedalaman. Sejak
kapan pendatang ini ada juga sulit diketahui secara pasti. Yang jelas bahwa
kota Coupang dengan nama asal Timor diduga sudah ada sejak era Kerajaan Aroe,
Kerajaan Majapahit hingg kehadiran pelaut/pedagang Portugis sebelum digantikan
orang-orang Belanda. Boleh jadi kota ini sudah eksis sejak 1.000 tahun yang lalu.
Dengan karakteristik kota yang bersifat melting bahasa Melayu sudah eksis
selama periode itu juga.
Bagaimana
perkembangan bahasa Melayu selanjutnya di kota Coupang dapat diperhatikan dari
sisi introduksi pendidikan (aksara Latin) dimana Pemerintah Hindia Belanda
mulai membangun sekolah-sekolah bagi penduduk.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.