*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kupang dalam blog ini Klik Disini
Sejarah
awal suatu wilayah (daerah) kurang terinformasikan dan kerap terlupakan. Akan
tetapi, sejatinya, sejarah awal itulah peletak dasar ke arah mana selanjutnya sejarah
wilayah terkembang. Titik tempat di masa awal di suatu wilayah adalah
keberadaan benteng. Fungsi benteng tidak hanya pusat pertahanan, tetapi juga
secara defacto telah mewakili wilayah sebagai pusat pemerintahan dan pusat
perdagangan. Seperti di wilayah lainnya, hal itulah yang terjadi di wilayah
Timor dan sekitar. Singkat kata ada dua benteng zaman kuno yang perlu diketahui
dalam sejarah awal wilayah Timor dan sekitar (kini Provinsi Nusa Tenggara Timur
dan Negara Timor Leste): Fort Fredrik Hendrik dan Fort Concordia.

tempat mulai dari Banda Aceh, hingga Ameruka Serikat sebagai berikut: Aden,
Ahmadabad, Demak, Gresik, Matara, Nagasaki, Palembang, Surabaya,
Tegal, Tuticorin, Haruku, Banjarmasin, Patna, Buru, Hila, Saparua
eiland, Kanton/Guangzhou, Larike, Ayutthaya, Khum Peam Lvek, Agra,
Vengurla, Maputo, Trincomalee, Mannar, Surakarta, Banda Lontar,
Kalpitya, Laoutang, Wajer, Lampong Toulang Bauang, Baleshwar,
Cossimbazar, Dhaka, Hougly, Cape Comorin, Nagercoil, Cuddalore, Bimlipatam,
Conjemere, Draksharam, Golkonda, Kakinada, Palakollu, Parangipettai, Sadras, Rembang,
Pekalongan, Sumenep, Al Mukha, Jambi, Al Basrah, Esfahan, Pontianak,
Nakhon Si Thammarat, Bharuch, Kets Mandui, Barus, Airbangis, Natal,
Indrapura, Hanoi, Kupang, Loji, Dodinga, Gorontalo, Pattani,
Tatta, Anomabu, Goeree Island, Sekondi, Fuzhou, Arakan, Banda Aceh,
Baghdad, Bande Kong, Sukadana, Banyuwangi, Syriam, Ava, Martaban,
Indragiri, Abaqua, Grand Popo, Ouidah, Jaquim, Aneho, Offra, Save, Allada,
Badagri, Portudal, Rufisque, Joal-Fadiout, Mount, Cape, Agathon, Benguela,
Loango, Soyo, Cabinda, Malembo, Corisco Island, New Castle, Philadelphia, Epe,
Arebo, Appa dan lainnya.
Benteng
di Kupang disebut benteng Concordia. Benteng ini dibangun di eks lokasi benteng
Portugis di dekat muara sungai (di teluk Coepang, pulau Timor). Satu benteng
yang kurang terinformasikan dan kerap dilupakan adalah benteng Fredrik Hendrik
di pulau Solor. Dari dua benteng inilah sesungguhnya awal sejarah Timor dan
sekitar terakumulasi yang terus berevolusi hingga ini hari. Okelah kalau
begitu. Bagaimana sejarah benteng Concordia dan benteng Fredrik Hendrik. Seperti
kata ahli sejarah
tempo doeloe, semuanya
ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.

sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.
Benteng Solor (Frederik
Hendrik)
Pedagang-pedagang
Demak sudah sejak lama menguasai perdagangan di sekitar Laut Jawa terutama di
kota-kota pantai utara Jawa. Pada fase inilah pelaut-pelaut Portugis menemukan
jalan ke Semeanjung dan menaklukkan kota Malaka tahun 1511. Tidak diketahui secara
jelas apakah pedagang-pedagang Demak sudah terhubung dengan intens dengan
Ternate, Yang jelas, pelaut dan pedagang Portugis tidak berani datang ke
kota-kota pantai utara Jawa, tetapi melakukan ekspansi perdagangan ke pantai
utara Borneo (di kota pelabuhan Boernai; kini Brunei). Dari kota pelabuhan yang
ramai inilah pedagang-pedagang Portugis (yang berbasis di Malaka) menemukan
jalan ke utara di Tiongkok (Macao) dan ke timur di Ternate melalui pantai utara
Celebes.
Jalur sutra Malaka (Semenanjung), Boernai
(Borneo-Kalimantan), Amoerang dan Manado (Celebes) hingga Ternate sudah lama
dirintis oleh pedagang-pedagang Moor beragama Islam yang berasal dari Afrika
Utara (seperti Mauritania, Morocco dan Tunisia). Orang-orang Moor tidak berada
di Malaka tetapi membentuk koloni di selatannya di kota yang kemudian dikenal
kota Muar (merujuk pada nama Moor).
Kota
Malaka, dimana pusat perdagangan Portugis berada, cepat tumbuh dan berkembang
sebagai suatu hub perdagangan yang penting di Hindia Timur. Belakangan pedagang-pedagang
Demak juga menerukan mata dagangannya dari pantai utara Jawa ke Malaka. Sejak
kota pelabuhan Banten berkembang, kota yang secara politis terhubung dengan
Demak, arus perdagangan tidak lagi ke Malaka, tetapi melalui selat Zunda dan
pantai barat Sumatra. Pada situasi inilah pedagang-pedagang Portugis di Malaka
menjalin hubungan perdagangan dengan Banten (lihat Mendes Pinto, 1539). Dengan
demikian, kota pelabuhan dagang Malaka tetatp terjaga keramaiannya yang
dikontrol oleh orang-orang Portugis.
Sementara arus perdagangan Portugis memusat di
Malaka dari tiga arah, utara dari Tiongkok, dari timur Ternate dan dari selatan
(Banten), kawasan perdagangan Portugis semakin meluas di Ternate, hingga
Amboina dan Banda (bahkan Kei dan Aru). Kawasan perdagangan inilah sejak awal
kedatangan orang-orang Moor yang disebut Maluku (merujuk pada nama Malaka).
Nama Malaka adalah sebutan orang Moor pada kota Malaya (sebelumnya koloni India)
dan orang Portugis menyebut Malaka dengan Malacca.
Saat
pengaruh perdagangan Demak (pantai utara dan timur Jawa) sampai ke Bali, Lombok
dan Soembawa di (teluk) Bima, muncul permintaan kayu cendana di Tiongkok. Seperti
kamper dan kemenyan hanya terdapat di Tanah Batak pada zama kuno, untungnya
kayu cendana hanya terdapat di pulau Solor dan pulau Timor. Pedagang-pedagang
Demak yang hanya sampai ke Bima, pedagang-pedagang Portugis di (kawasan) Maluku
menemukan jalan ke pulau Solor (penghasil kayu cendana). Sejak inilah
orang-orang Portugis mulai muncul di Solor dan Timor.
Orang-orang Moor yang sudah sejak lama
menyebarkan agama Islam di Ternate dan sekitar dan orang-orang Demak di pantai
utara Jawa dan saat kemajuan perdagangan orang-orang Portugis, para misionaris
Portugis mulau berdatangan yang bermula di Malaka, kemudian meluas ke Amboina.
Seorang misionaris Portugis ada juga yang membuka stasion di pantai timur Jawa
(Banjoewangi). Lalu pada gilirannya misionaris Portugis membuka stasion di
pulau Solor tahun 1557 di Lahayong. Ini seakan menggambarkan sejarah kuno seperti
sejak era Hindoe, perdagangan India menyebarkan agama dan perdagangan Islam
(Mesir, Arab, Persia dan Moor) menyebarkan agama lalu perdagangan Portugis juga
disusul oleh para misionaris Portugis. Hal itulah mengapa ajaran Katolik sampai
ke Solor (mengikuti jalur perdagangan).
Sejak
kehadiran misionaris Portugis di pulau Solor, kawasan pulau Solor (perdagangan
yang meluas ke pulau Timor), posisi kampong Lahayong (stasion misionaris)
menjadi sangat penting. Mengapa? Misionaris Portugis pada tahun 1561 di Lahayong
melindungi diri dengan membangun benteng (palisade dari pagar kayu) karena
khawatir bisa sewaktu-waktu muncul ancaman dari para budak asal Makassar yang
bekerja di Solor dan sekitar (dalam produksi kayu cendana). Benteng kayu ini
kemudian diperbarui pada 1565 dengan benteng batu alam. Namun
celakanya, kelak benteng ini menjadi sasaran pelaut-pelaut Belanda yang datang
kemudian di Timor dan sekitar.
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Benteng Coupang di Timor
(Concordia)
Hingga
tahun 1605 pelaut-pelaut Belanda masih linglung dengan nusantara. Tidak
demikian dengan pedagang-pedagang Portugis yang sudah hampir satu abad di
nusantara. Memang pelaut-pelaut Belanda menggunkan peta-peta yang dibuat
orang-orang Portugis, tetapi untuk mengikutinya dalam navigasi pelayaran tentu
berbeda, Hal ini karena sketsa-sketsa peta yang dibuat belum sepenuhnya
memenuhi kaidah kartografi. Pada pelayaran Belanda yang pertama yang dipimpin
oleh Cornelis de Houtman (1595-1597) banyak salah jalan dan menghadapi banyak
tantangan di dalam perjalanan hingga mencapai kota pelabuhan Banten dan
mendapat penerimaan yang baik di Bali.
Dalam pelayaran Belanda pertama ini, Cornelis
de Houtman setelah mencapai pantai utara (pulau) Lombok Januari 1597, mereka
memutusakan berbalik, dan sempat singgah di pelabuhan Lombok, lalu kemudian
mengitari pulau ke selatan dan berbalik arah menuju pantai timur pulau Bali (di
Padang Bai yang sekarang). Sebelum melanjutkan perjalanan pulang mengitari pulau
Bali lalu ke selatan melalui selat Jawa (kini selat Bali) Cornelis de Houtman
meninggalkan dua pedagang di Bali. Pada pelayaran kedua yang juga dipimpin oleh
Cornelis de Houtman tidak terlalu paham di Atjeh, akibatnya Cornelis de Houtman
terbunuh di Atjeh 1599. Kapal-kapal Belanda. melarikan diri tetapi adiknya
Frederik de Houtman ditahan. Kapal yang tidak dipimpin oleh Cornelis de Houtman
menuju Bali untuk menjemput dua pedagang yang ditinggal dua tahun lalu dan
kemudian menuju Maluku (satu pedagang ditinggalkan di Ternate). Pada pelayaran
berikutnya yang dipimpin oleh Olivier van Noort mencoba
peruntungan menuju Luzon tetapi terusir oleh orang Spanyol dan menuju pelabuhan
Broenai tetapi diserang di teluk tersebut tanggal 1 Januari 1601. Semua yang
menjadi penghalang Belanda di Banten, Atjeh dan Borneo adalah Portugis. Namun
demikian seorang pedagang ditingglkan di Banda (yang mana setahun sebelumnya
satu pedagang ditinggalkan di Amboina). Pada pelayaran berikutnya juga membawa
pesan dari kerajaan tentang pembebasan tahanan di Atjeh pada tahun 1602 dan
dimulainya hubungan baik. Pada pelayaran tahun 1604 Frederik de Houtman ikut
bersama pelayaran yang dipimpin oleh Admiral Steven van der Hagen. Mengapa
admiral? Tujuannya tidak hanya sekadar perdagangan tetapi
benar-benar ingin berperang dengan orang-orang Portugis. Admiral
Steven van der Hagen langsung menuju Bali (sahabat Belanda) karena dalam
pelayaran ini tidak hanya Frederik de Houtman, tetapi juga salah satu pedagang
yang pernah di Bali (Redenbuurg). Dari Bali Admiral Steven van der Hagen
diarahkan ke Solor dan Timor tetapi mendapat perlawanan dari Portugis. Admiral Steven
van der Hagen tidak ambil pusing lalu mengarahkan ke Amboina. Tentu saja ada
dua konsultan dalam pelayaran ke Amboina ini yakni Frederik de Houtman dan
pedagang di Bali. Pelayaran ini berhasill mengalahkan Portugis di Ambon pada
tanggal 23 Februari 1605. Benteng Portugis di Ambon berhasil diduduki. Sejak
itu nama benteng yang telah dibangun Portugis sejak 1575 diubah namanya menjadi
Fort Victoria. Frederik de Houtman yang pernah dibui dua tahun di Atjeh
diangkat menjadi gubernur di Amboina. Sejak inilah Belanda memulai intensitas
perdagangan di Hindia Timur.
Setelah
sukses mengusir Portugis dari Amboina, orang-orang Belanda mulai mendapat
tantangan dari pedagang-pedagang Spanyol. Sebelum Frederik de Houtman
mengakhiri tugasnya di Amboina tahun 1611, setahun sebelumnya terjadi
pertempuran dengan Spanyol yang mana Admiral Francois Wittert terbunuh. Francois
Wittert pernah ngepos di Banten (1603-1605) setelah pada bulan Desember 1601
dan Januari 1602 Laksamana Wolfert Harmensz berhasil memenangkan pertempuran
melawan Portugis di Banten. Pada tahun 1612 Pieter Both yang yang menjadi
akting Gubernur Jenderal (Belanda) di Banten ingin mengusir Portugis dari Solor
dan Timor. Belanda yang sudah di atas angin di Atjeh, Banten dan Amboina, pada
tahun 1613, Kapten Apollonius Schot dikirim ke Solor.
Nama Solor sendiri sudah sejak lama dipetakan
oleh pelaut-pelaut Portugis. Dalam peta yang direproduksi dengan judul peta La
première carte des Moluques, d’après les Reinel yang berisi peta yang dibuat
pelaut Portugis pada tahun 1517 pada peta No. 20 diidentifikasi Ilha de Sollor,
Cabo das Frolles, Batutara serta Ilha de Timor Homde nace o ssamdollo. Dalam
hal ini, nama pulau (ilha) Solor dan ilha Timor serta Batutara adalah nama-nama
asli. Timor dalam bahasa Melayu adalah Timur dan batu pada nama Batutara adalah
batu. Sedangkan nama Frolles diduga adalah Florest, nama yang diberikan oleh
pelaut Portugis pada suatu tanjung (cabo). Dari nama tanjung (Florest) inilah
pulau mendapatkan namanya (pulau Florest). Besar dugaan sebelum kedatangan pelaut
Portugis 1517 sudah banyak pedagang-pedagang (yang berbahasa Melayu) ke Solor
dan Timor. Seperti kita lihat nanti radja di Pulau Solor adalah bernama Niey
Chily (1665), Nama Niey Chily sepintas bukan nama lokal tetapi nama yang mirip
dengan nama atau gelar orang Moor (niey, niay) dan gelar ini banyak ditemukan
di Banten.
Kapten
(Belanda) Apollonius Schot berhasil merebut benteng setelah terjadi pengepungan
yang lama. Lebih dari seribu orang di dalam benteng, terutama wanita dan
anak-anak, diberi pembebasan. Lantas bagaimana dengan Timor? Masih pada tahun yang sama pertempuran terjadi
di Coepang, orang-orang Portugis dapat ditaklukkan.
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.