*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini
Garam dan Industri Garam di Madura. Keren ya.
Nah, itulah pulau Madura. Satu hal yang penting soal garam, karena menjadi
sumber mineral yang esensial bagi tubuh dan garam itu banyak diproduksi di
Madura. Kontribusi Madura soal garam sudah berlangsung sejak lama, dan begitu
penting pada er Hindia Belanda. Hal yang lain soal garam adalah mengapa ada
garam di pedalaman Jawa di Grobogan? Lalu pada era VOC/Belanda, di kampong saya
di district Angkola di pedalaman Sumatra bagiuan utara (kini Tapanuli Selatan)
garam dijadikan sebagai alat tukar (lihat Daghregister 3 Maret 1703).

Kompas.com mengkompilasi dari beberapa
sumber: Pulau Madura memiliki julukan Pulau Garam, karena penghasil garam
terbesar di Indonesia. Semua kabupaten di Pulau Madura memiliki tambak garam, dengan
proses penjemuran untuk memanen kristal garam sebelum diolah. Cara pengolahan
garam rakyat dikenal dengan sebutan ‘Madurese’, cara orang Madura untuk membuat
garam. Garam diambil mulai dari lapisan terbawah hingga atas, dan para petani
garam secara tradisional memindahkan air laut antarmeja garam. Secara nasional
Indonesia mencatat produksi garam sebanyak 1.020.925 ton. Sebanyak 372.728
disumbangkan dari Jawa Timur dimana Sumenep mencatat produksi garam sebanyak
126.662 ton. Capaian itu menjadi jumlah produksi garam terbesar di Jatim. Masih
tahun 2017 Sumenep jadi produsen garam terbesar kedua di Tanah Air setelah Indramayu
di urutan pertama produksi 167.930 ton. Sampang menghasilkan garam sebanyak
110.343 ton, Pamekasan 40.613 ton, dan Bangkalan sebanyak 3.352 ton. Salah satu
keunikan Madura adalah pekatnya air laut di perairan sungai dan muara yang
memiliki kandungan mineral garam tinggi. Hal ini disebabkan oleh tidak
banyaknya sungai dan muara serta sumber air tawar di wilayah tersebut.
Topografi yang relatif datar di sisi selatan juga memudahkan untuk membangun
tambak garam. Selain itu Pulau Madura juga memiliki musim kering yang panjang
antara 4 hingga 5 bulan yang memungkinkan petani garam mendapatkan hasil
maksimal (ttps://surabaya.kompas.com/)
Lantas bagaimana sejarah garam dan industri garam
di Madura? Seperti disebut di atas pulau Madura terkenal dengan garam karena
produksi yang tinggi Produksi garam di Madura sudah sejak lama. Soal garam
sesuai pepatah ‘asam di gunung dan garam di laut’. Namun pepatah itu tidak
berlaku di tempat lain sebab ada sumber garam di Grobogan di pedalaman Jawa. Lalu
bagaimana sejarah garam dan industri garam di Madura? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Garam dan Industri Garam di Madura; Asam di Gunung
Garam di Laut, Mangapa Ada Garam di Grobogan
Garam diduga menjadi salah satu komoditi perdagangan
kuno sejak era awal perdagangan emas, kamper dan kemenyan (era Hindoe Boedha).
Pada era Portugis tidak ada indikasi pentingnya garam sebagai komoditi
perdagangan. Garam sebagai komoditi perdagangan baru tampak secara intens pada
awal era Pemerintahan VOC, paling tidak tahun 1661 (lihat Daghregister, 26-10-1661).
Oleh pedagang-pedagang VOC, garam dibawa ke Maluku (Banda dan Amboina). Besar
dugaan garam ini dijadikan oleh pedagangan VOC untuk pertukaran dengan rempah-rempah.
Besar dugaan komoditi garam didapatkan di Jawa dan kemudian dibawa ke
Maluku. Namun tidak diketahui dimana sentra produksinya. Dalam catatan kasteel
Batavia, Daghregister, 18-11-1684 kapal Hellevoetsluys berangkat ke Sumatra’s
Westcust dengan muatan garam Jawa dengan nilai f 35.083. Kapal fluyt de Geele
Beer dengan kargo garam Bersama orang-orangnya tenggelam di laut (lihat Daghregister,
02-02-1685). Tidak disebutkan dimana tenggelam. Kapal Bootje’t Wout berangkat
ke Poulo Chinco dengan muatan garam (lihat Daghregister, 27-10-1685). Demikian
seterusnya hingga pada tahun 1803 dilaporkan kapal brik Inggris dengan garam
tiba di Bencoolen (lihat Daghregister, 04-02-1803). Selama era VOC/Belanda
tidak disebutkan nama Madura atau nama-nama tempat di pulau Madura terkait
garam, melainkan kota Rembang dan Semarang. Selama itu juga ada beberapa kapal
dengan garam ke Goede Hoop (Afrika Selatan). Dimana sentra produksi garam
selama era VOC tidak diketahui secara pasti apakah di Rembang, Semarang atau
tempat lain. Yang jelas pelabuhan Rembang dan Semarang cukup berperan.
Setelah era (kerajaan) Arosbaja meredup (kota
pertama yang dikunjungi olehpelaut-pelaut Belanda pada tahun 1596), selama era
VOC/Belanda tidak pernah disebut nama Madoera atau nama-nama tempat di pulau
Madura (Arosbaja, Sampan/Sampang. Pamakassan dan Sumanap serta Madura/Maduretna)
dalam hubungannya dengan perdagangan garam. Ini mengindikasikan bahwa sentra
produksi garam masih terbatas hanya di pantai utara Jawa (dimana jelasnya
kurang terinformasikan).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Asam di Gunung Garam di Laut, Mangapa Ada Garam di
Grobogan: Sejak Kapan Produksi Garam di Pulau Madura?
Nama-nama tempat di pulau Madura dihubungkan
dengan garam baru muncul pada era (pendudukan) Inggris (lihat Java government
gazette, 18-09-1813). Disebutkan dalam satu keputusan bea dikeluarkan atas
ekspor garam dihapuskan sejak tanggal ini namun setiap yang mau melakukan
ekspor harus mangujukan permohonan ke Agen Garam Distrik dimana tempat dimana terdapat
Storekeeper. di Batavia, Cheribon, Samarang, Grissee, Sourabaya, atau Sumanap.
Harga yang ditetapkan 7 Dolar Spanyol per Coyang sebanyak 30 piculs. Dari
informasi ini diketahui di (pulau) Madura (Sumanap) sebagai salah satu sentra
produksi garam.

Tampaknya
pemerintah pendudukan Inggris telah menerapkan kebijakan yang berbeda dengan
pemerintahan sebelumnya Pemerintah Hindia Belanda (hingga era Gubernur Jenderal
Daendels). Pada era Daendels pendapatan bea dari perdagangan garam cukup
signifikan (lihat Bataviasche koloniale courant, 31-05-1811). Boleh jadi
strategi Inggris ini dimaksudkan untuk menarik simpati bagi stakeholder sebagai
pengausa baru di Hindia khususnya di Jawa. Produk-produk yang dikenal bea
pedagangan antara lain barang pecah belah, kayu bakar, garam, padie (lihatBataviasche koloniale courant, 08-03-1811).
Berdasarkan keputusan yang baru Depot (Gudang)
garam terdapat di Bantam, Batavia, Cheribon, Tagal, Samarang, Rembang, Grissee
dan di (pulau) Madoera di Sampang (di Bangcallang), Chandy di Pamakassan dan di
Sumanap (lihat Java government gazette, 04-12-1813. Keputusan ini ditandatangani
Thos. S Raffles di Semarang tanggal 22 November 1813 yang diundangkan (ordonansi)
di Batavia oleh sekretaris tanggal 29 November 1813. Catatan: meski ibu kota
selama pendudukan Inggris di Batavia/Buitenzorg, tetapu secara defacto Luit.
Generaal Raffles lebih sering di Semarang.
Pendudukan Inggris (terutama di Jawa) tidak
berlangsung lama (berakhir 1816). Pemerintah Hindia Belanda Kembali berkuasa.
Dalam masa konsolidasi baru ini Komisaris Jenderal menetapkan sejumlah individu
untuk mewakili pemerintah di sejunlah tempat (semacam pendahulu Resident) termasuk
di Madura yakni EJ Roesler di Soemanap (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 14-01-1817).
Dalam keputusan ini juga disebut untiuk posisi Superintenden Departemen Garam
adalah P Veeris.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.