*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini
Siapa
Caroline V Tan? Membicarakan Caroline V Tan sebenarnya membicarakan soal emansipasi
di Hindia (baca: Indonesia tempo doeloe) diantara orang Cina. Membicarakan emansipasi
wanita Cina sejatinya juga membicarakan emansipasi wanita pribumi. Dalam hal
inilah kita menghubungkan antara RA Kartini dengan Caroline V Tan. Lalu
kemudian kita menghubungkan antara Caroline V Tan dengan Ida Loemongga.
RA Kartini menikah 12 November 1903. Anak
tunggalnya Soesalit Djojoadhiningrat lahir 13 September 1904. Sebelumnya, pada
bulan April 1903 Alimatoe’saadiah menikah dengan Dr Haroen Al Rasjid di Padang.
Anak pertama mereka tanggal 22 Maret 1905 lahir diberi nama Ida Loemongga. RA
Kartini dan Alimatoe’saadiah sama-sama disekolahkan orang tua mereka di sekolah
dasar Eropa (ELS). Alimatoe’ Saadiah melanjutkan studi ke sekolah guru sebelum
menikah (ayahnya Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda adalah seorang guru alumni
sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean). Dalam konteks inilah Tan Thwan
Soen rela meninggalkan keluarga dan bisnis di Indonesia (baca: Hindia Belanda)
demi mewujudkan cita-cita dua putrinya yang masih kanak-kanak untuk melanjutkan
studi di Belanda yakni CV Tan Thwan Soen dan LG Tan Thwan Soen pada tahun 1905.
Caroline V Tan Thwan Soen kemudian menjadi pionir perjuangan perempuan Cina di
Hindia.
Lantas bagaimana sejarah Caroline V Tan di
Belanda, pejuang kesetaraan wanita Cina di Hindia? Seperti disebut di atas, Caroline
V Tanda dapat dikatakan pionir emansipasi Wanita Cina di Hindia. Bagaimana
dengan wanita pribumi? RA Kartini hingga Ida Loemongga. Lalu bagaimana sejarah Caroline
V Tan di Belanda, pejuang kesetaraan wanita Cina di Hindia? Seperti kata ahli
sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.
Caroline V Tan di Belanda, Pejuang Kesetaraan Wanita
Cina di Hindia; RA Kartini hingga Ida Loemongga
Banyak perjuang emansipasi perempuan di Indonesia
sejak era Hindia Belanda, namun kurang terinformasikan. Untuk urusan emansipasi
itu para perempuan non Eropa/Belanda, seperti perempuan pribumi dan perempuan
Cina berjuang dengan caranya masing-masing. Tentu saja sejak awal para perjuang
perempuan itu mendapat dukungan, atau paling tidak mendapat perhatian dari orang
tua atau kerabatnya.
Pada 16 Januari 1904, ia mendirikan Sekolah
Isteri di Pendopo Kabupaten Bandung, berkat dukungan dari kakeknya yang pada
saat itu menjabat sebagai Bupati Bandung, Raden Adipati Aria Martanagara, dan
Den Hamer, Inspektur Kantor Pengajaran. Sekolah tersebut kemudian direlokasi ke
Jalan Ciguriang dan berubah nama menjadi Sekolah Kaoetamaan Isteri pada tahun
1910. Ia mengajarkan para wanita membaca, menulis, berhitung, pendidikan agama
dan berbagai keterampilan. Pada tahun 1912, sudah ada sembilan sekolah yang
tersebar di seluruh Jawa Barat, lalu kemudian berkembang menjadi satu sekolah
tiap kota maupun kabupaten pada tahun 1920. Pada September 1929, sekolah
tersebut berganti nama menjadi Sekolah Raden Dewi. (Wikipedia)
Awal munculnya upaya untuk memperjuangkan emansipasi
perempuan tersebut bermula di dalam keluarga. Para orang tua mendorong dan
menyekolahkan putri-putrinya bersekolah, apakah di sekolah pribumi atau di
sekolah Eropa (ELS). Dalam hal ini orang tua non Eropa/Belanda yang
menyekolahnya putri-putri di sekolah ELS adalah keluarga bupati di Jepara, keluarga
guru Haji Dja Endar Moeda di Padang dan keluarga pengusaha Tan Thwan Soen di Semarang.
Para perempuan pribumi dan perempuan Cina di Hindia, berada di dalam
konteks (situasi dan kondisi) para perempuan Eropa/Belanda. Fakta bahwa, di
sekolah-sekolah menengah (HBS) di Batavia, Semarang dan Soerabaja sebenarnya
sangat jarang nama perempuan. Artinya setelah lulus sekolah dasar (ELS) umumnya
yang mengikuti sekolah HBS adalah anak-anak laki-laki Eropa/Belanda (boleh jadi
karena diproyeksikan selepas HBS melanjutjan studi ke Belanda dan setelah
sarjana kembali ke Hindia). Hingga tahun 1903 ketika pemberlakuan desentralisasi
di Hindia disahkan parlemen, nyaris tidak ada perempuan Eropa/Belanda yang
dicatat sebagai pejabat (lihat Almanak Hindia Belanda dari berbagai tahun).
Ketika dewan kota (gemeenteraad) dibentuk, seiring dengan pemberlakuan desentralisasi,
fakta bahwa tidak ditemukan anggota dewan yang dipilih dari golongan perempuan
Eropa/Belanda. Fakta lainnya bahwa para perempuan Eropa/Belanda tidak
disertakan dalam memilih. Catatan: siswa non Eropa/Belanda (pribumi dan Cina)
diizinkan diterima di sekolah HBS baru pada tahun 1876. Itu berarti di sekolah
dasar (ELS) jauh sebelum itu. Syarat masuk HBS adalah lulusan ELS.
Do Jepara, bupati menyekolahkan putri-putrinya di
ELS. Putri tertuanya adalah RA Kartini. Besar dugaan RA Kartini telah
menyelesaikan pendidikan ELS tahun 1898 (dua tahun setelah abangnya Raden
Kartono, setelah lulus HBS di Semarang melanjutkabn studi ke Belanda). Di
Padang, Hadji Dja Endar Moeda juga menyekolahkan putri-putrinya di sekolah ELS,
diantaranya Alimanatoe’ Saadiah. Alimanatoe’ Saadiah diduga menamatkan ELS
sebelum tahun 1900, karena pada tahun 1903 sudah disebut telah mengikuti
sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock. Di Semarang, Tan Thwan Soen juga
menyekolahkan putra-putrinya di ELS, yakni CV Tan Thwan Soen dan LG Tan Thwan
Soen.
RA Kartini tidak melanjutkan studi selepas ELS. Oleh karena Kartini telah
memilki teman-teman ERopa/Belanda, dengan kemampuan berbahasa Belanda
memungkinkannya berkorespondensi. Pada tahun 1900, saat mana Mr JH Abendanon,
Inspektur Pendidikan yang baru diangkat melakukan kunjungan dinas ke Jepara.
Saat inilah ada dialog antara antara Inspektur dengan bupati Jepara tentang
putri-putrinya. Ada keinginan yang kuat dari putrinya, khususnya RA Kartini
untuk melanjutkan studi tetapi secara adat masih sangat kuat halangannya. Namun
di Padang, Hadji Dja Endar Moeda dapat merealisasikan putrinya Alimanatoe’ Saadiah
bersekolah di sekolah guru. Boleh jadi hal itu, putri Dja Endar Moeda dapat
terealisasi karena jauh dari lingkungan budaya mereka. Hadji Saleh gelar Dja
Endar Moeda di Padang (kota melting pot) adalah perantau berasal dari Padang
Sidempoean (Tapanoeli) sedikit lebih bebas dari kekangan adat, dan tanpa
halangan menyekolahkan putrinya di sekolah guru Fort de Kock (yang berada di
wilayah budaya Minangkabau). Kekangan adat yang dimaksud dalam hal ini, bukan
soal boleh tidaknya para perempuan bersekolah lebih tinggi, tetapi tentang soal
para perempuan jika sudah remaja (biasanya setelah lulus sekolah dasar) harus
dipingit dan kemudian diarahkan segera berumah tangga).
Di Semarang, Tan Thwan Soen yang telah menyekolahkan
putri-putrinya di ELS, yakni CV Tan Thwan Soen dan LG Tan Thwan Soen harus
berkorban karena keinginan putri-putrinya. Tan Thwan Soen, demi kedua putrinya,
melakukan langkah yang tidak lazim (bahkan juga jika dibandingkan orang
Eropa/Belanda) rela meninggalkan keluarga dan bisnisnya di Hindia terutama di
Semarang, demi mewujudkan cita-cita dua putrinya yang masih kanak-kanak untuk
melanjutkan studi ke Belanda. Bersama kedua putrinya CV Tan Thwan Soen dan LG
Tan Thwan Soen diketahui pada tahun 1905 Tan Thwan Soen sudah berada di
Belanda.
Pada tahun 1905 di Belanda, sudah ada sejumlah siswa/mahasiswa pribumi
dan Cina yang berasal dari Hindia. Satu yang terpenting adalah Raden Kartono (abang
alm. RA Kartini); Abdoel Rivai (Bengkulu), Soemardji (Madioen), Radjioen
Harahap gelar Soetan Casajangan (Padang Sidempoean), Djamaloedin (Padang) serta
dua yang tiba di Belanda tahun 1905, Hoesein Djajadiningrat (Batavia) dan
Asmaoen (Malang).
Kehadiran siswa Cina asal Hindia di Belanda tidak
terinformasikan pada tahun 1905. Besar dugaan CV Tan Thwan Soen dan LG Tan
Thwan Soen adalah dua yang pertama. Jika
disandingkan dua Tan Thwan Soen bersaudara van Semarang ini, kurang lebih
berada di era yang sama dengan RA Kartini di Djepara dan Alimatoe’ Saadian
Harahap di Padang. Nama-nama merekalah diantara perempuan Eropa/Belanda yang
terinformasikan hingga tahun 1905.
Siswa Cina asal Hindia sebelum Tan Thwan Soen bersaudara yang pernah
terinformasikan adalah dua yang pertama, namun sudah lama, yakni Oei Jan Lee lulus
sarjana hukum tahun 1888 (anak kapten Cina di Bandanaira) dan Tan Tjoen Liang
yang lulus sarjana teknik tahun 1894 (anak alm Kapten Cina di Buitenzorg). Sementara
itu siswa pribumi yang pernah menyelesaikan pendidikan di Belanda, nama yang
terakhir adalah JH Wattimena tahun 1886 dan sebelumnya seperti Jozias Ratulangi,
Kandow, Raden Soejoed, Raden Kamil, Ismangoen Danoe Winoto, dan Sati Nasoetion.
Sati Nasoetion adalah siswa pribumi pertama studi ke Belanda (1857-1861).
Tunggu deskripsi lengkapnya
RA Kartini hingga Ida Loemongga: Alimatoe’ Saadiah
Harahap dan dan RA Kartini
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999).
Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar
rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog
hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang
tidur. Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.