*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa Cina di blog ini Klik Disini
Dalam dunia akademik, tidak banyak keluarga yang
mampu menyekolahkan anak hingga mendapat gelar sarjana di luar negeri. Untuk
mendapatkan gelar doktor tidak mudah. Keluarga yang mampu menyekolahkan anak
untuk mencapai gelar doktor tentunya saja jumlahnya sedikit. Yang menjadi luar
biasa dalam hal ini, dua bersaudara kelahiran Djombang sama-sama berhasil
meraih gelar doctor di bidang kedokteran di Belanda pada tahun 1921 dan pada
tahun 1922.

Bagi keluarga kaya menyekolahkan
anak ke perguruan tinggi berkualitas tidaklah sulit. Pertanyaannya apakah anak-anaknya
dapat diterima di perguruan tinggi berkualitas? Sebaliknya, untuk keluarga yang
anaknya diterima tetapi secara ekonomi paspasan tentu saja sulit. Lebih sulit
lagi jika anaknya yang diterima di perguruan tinggi berkualitas dua, tiga,
empat atau lima orang. Dalam tahun-tahun terakhir ini muncul gagasan program
satu keluarga (minimal) satu sarjana. Di Provinsi Bali program yang mendapat
dukungan dari 26 kampus negeri dan swasta tersebut akan direalisasikan tahun
ini (lihat https://www.detik.com). Pemerintah
Bali akan memberikan bantuan biaya kuliah sebesar Rp 1,4 juta per bulan per
mahasiswa yang diprioritaskan bagi para lulusan SMA/SMK yang berasal dari
keluarga kurang mampu di seluruh Bali. Bagaimana jika berasal dari keluarga
mampu? Apakah jargon satu keluarga satu sarjana masih berlaku? Bagaimana jika
satu keluarga yang paspasan ada tiga anak diterima di perguruan tinggi berkualitas?
Ada juga program di suatu lembaga/kantor memberikan bantuan pegawai berupa
premi asuransi keseuhatan tetapi hanya dibatasi untuk pasangan (istri/suami)
dan dua anak saja. Bagaimana kalau anaknya tiga atau empat? Ada juga program
perguruan tinggi memberi keringanan (gratis) bagi dosen yang anaknya diterima
tetapi hanya dibatasi untuk anak (urutan kelahiran) kesatu, kedua dan ketiga.
Bagaimana jika dosen tersebut kebetulan baru ini anaknya ada yang diterima di
perguruan tinggi, tetapi kebetulan anak yang keempat atau anak kelima? (bandingkan
jika ada yang memiliki tiga anak yang semuanya diterima diperguruan tinggi
tersebut). Satu yang jelas pada keluarga (termasuk keluarga dosen) yang paspasan,
semakin banyak anak yang diterima di perguruan tinggi berkualitas akan semakin
berat.
Lantas
bagaimana sejarah dua bersaudara Tjwan Ing Li dan Tjwan Kiat Li? Seperti
disebut di atas, untuk masuk perguruan tinggi tidak mudah. Namun menjadi sangat
sulit bagi keluarga paspasan, apalagi jenjang pendidikan master dan doktor. Yang
jelas dua bersaudara dari Djombang tersebut sama-sama dapat meraih gelar doktor
kedokteran di Belanda 1921 dan 1922. Lalu bagaimana sejarah dua bersaudara Tjwan
Ing Li dan Tjwan Kiat Li? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah
seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan
tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan
imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Dua Bersaudara Tjwan Ing Li
dan Tjwan Kiat Li; Raih Gelar Doktor Kedokteran di Belanda 1921 dan 1922
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Raih Gelar Doktor Kedokteran
di Belanda 1921 dan 1922: Masuk Perguruan Tinggi Berkualitas Tidak Mudah, Tetapi
Membiayainya Menjadi Sulit
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.