Sejarah

Sejarah Manado (13): Sejarah Pendudukan Militer Jepang di Sulawesi Utara; Mengapa Pendudukan Dimulai di Kema dan Kakas?




false
IN



























































































































































 

*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Manado dalam blog ini Klik Disini
 

Setelah 280 tahun Belanda (sejak era VOC) di
Manado, pada tahun 1942 harus berakhir. Ini sehubungan dengan terjadinya
pendudukan militer Jepang di seluruh kawasan Pasifik. Pendudukan militer Jepang
ini dimulai di Kema, Kakas dan Manado. Mengapa kota-kota ini yang lebih dahulu
diduduki? Wilayah Sulawesi Utara yang berada di utara pulau Sulawesi, menjadi
salah satu target pertama militer Jepang sebelum menduduki (pulau) Jawa.

Orang-orang
Jepang di Indonesia (baca: Hindia Belanda) sudah sejak lama ada. Orang Jepang
terdapat di berbagai kota seperti di Medan, Batavia, Soerabaja dan Semarang,
Makassar. Sebelum terjadi pendudukan militer Jepang di Manado, orang-orang
Jepang di Manado juga sudah lama ada. Manado sendiri adalah kota di Indonesia
yang paling dekat dengan Jepang. Hal itulah mengapa kota Manado termasuk yang menjadi
target pertama pendudukan militer Jepang. Tentu saja tidak karena itu, di kota
Manado juga banyak orang Belanda. Upaya pertama dalam pendudukan adalah
menangkap musuh (dan memenjarakannya). Dalam hal ini musuh militer Jepang adalah
orang-orang Belanda.

Bagaimana sejarah pendudukan Jepang di Manado
sudah banyak ditulis. Tentu saja itu cukup. Menurut ahli sejarah tempo doeloe,
jika penggalian data terus dilakukan, maka penulisan sejarah akan terus
berlangsung. Lantas bagaimana asal-usul pendudukan militer Jepang di Manado
? Ahli sejarah tempo doeloe juga mengatakan bahwa semuanya
ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah
seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan
tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan
imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber
disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Pemerintah Hindia Belanda: Awal Pendudukan Militer Jepang

Pada hari Minggu invasi Hindia Belanda sudah
dimulai, meskipun daerah utama belum diserang, tentara Jepang sudah mendarat di
Tarakan dan Minahasa (lihat Amigoe di Curacao : weekblad voor de Curacaosche
eilanden, 12-01-1942). Laporan Domei dari Tokyo, sebagaimana dilansir surat
kabar Dordrechtsche courant, edisi hari Rabu 14-01-1942 menyatakan bahwa Kema
telah diduduki oleh pasukan pendaratan khusus Angkatan Laut Jepang tanggal 11
Januari dan juga bandara Kakas sudah berada di tangan Jepang, dimana empat
pembom berat Lockheed-Hudson dan tiga pembom berat lainnya ditembak jatuh.

Mengenai
perebutan lapangan terbang Kakas, dilaporkan bahwa unit Jepang yang menduduki
Menado telah maju ke Tondano, dimana mereka bergabung dengan unit yang telah mendarat
di Kema. Satuan gabungan kemudian maju ke bandara Kakas. Kakas terletak di
ujung selatan danau Tondano, enam puluh Km sebelah selatan Manado. Ini adalah
tempat yang sehat dan sejahtera, yang sangat populer di kalangan wisatawan.

Berita tersebut menandai awal pendudukan militer
Jepang di Sulawesi (Utara). Pendudukan milieter Jepang di Kema, Manado dan
Kakas menandai kota-kota pertama di Indonesia yang telah diduduki. Sementara
itu Dordrechtsche courant, 14-01-1942 yang melansir dari kantor berita SPT
bahwa Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, van Mook, tiba di San Francisco
dari Australia pada hari Selasa (13 Januari). Dia akan segera melakukan
perjalanan ke Washington.

Pada hari
yang sama serangan udara dilancarkan ke kota minyak di Tarakan. Di daerah
Tarakan, pesawat Jepang telah menembak jatuh bomber bermesin ganda milik lawan
dan mesin kedua. Markas besar Jepang juga melaporkan (tanggal 11 Januari) bahwa
angkatan laut Jepang juga telah menghancurkan kapal tanker Hindia Belanda Prins
van Oranje yang berusaha melarikan diri dari Tarakan. Menurut kantor berita ANP
dari Batavia, otoritas yang berwenang telah mengakui jatuhnya pusat minyak
Tarakan

Sebelum Jepang menginvasi Hindia Belanda (baca:
Indonesia) Pemerintah Hindia Belanda diminta Radio Tokyo untuk menyerah, namun permintaan
tersebut ditolak. Setelah Tarakan dan Minahasa serangan militer Jepang
diarahkan ke timur.

Opregte
Steenwijker courant, 16-01-1942: ‘Serangan terhadap Ambon dan Temate. Menurut
komunike dari markas besar Kekaisaran Jepang, pesawat angkatan laut Jepang juga
melakukan serangan yang sangat ekstensif pada hari Kamis di pulau Molukka
(termasuk di Ambon), di New Guinea (termasuk Sorong), serta pulau New Britain
di Australia (pulau terakhir, yang terletak di lepas pantai timur laut New
Guinea, juga disebut New Pomerania). instalasi hancur atau dibakar. Sementara
itu, komunike selanjutnya menyatakan bahwa angkatan bersenjata Jepang di
Minahasa sedang dalam proses operasi telah menangkap sejumlah besar mobil lapis
baja musuh, senjata lapangan, senapan mesin, bahan peledak, amunisi dan bahan
perang lainnya’.

Permintaan Tokyo untuk menyerah yang ditolak
menjadi alasan militer Jepang menghancurkan properti, pesawat dan kapal
Pemerintah Hindia Belanda. Jepang tidak dala situasi bermusuhan dengan
Pemerintah Hindia Belanda tetapi Jepang melawan Amerika Serikat dan Kerajaan
Inggris (lihat Opregte Steenwijker courant, 16-01-1942). Jepang menahan diri
untuk tidak mengambil tindakan permusuhan terhadap Hindia Belanda. Ini
dilakukan dengan keinginan yang tulus, sejauh mungkin, untuk mencegah penduduk
Hindia Belanda terkena kengerian perang. Namun karena Pemerintah Hindia Belanda
menolak, itulah mengapa serangan dan invasi ke Hindiea Belanda di Minahasa dan
Tarakan dimulai pada tanggal 11 Januari 1941.

Mengapa
Jepang tidak menyebut berperangan dengan Pemerintah Hindia Belanda tetapi hanya
dengan Kerajaan Inggris dan Amerika Serikat. Secara situasional di Hindia
Belanda pada dasarnya peerintahan adalah kolaborasi orang-orang Belanda dan
Indonesia sehubungan dengan semakin meningkatnya positioning rakyat Indonesia menjelang
Perang Pasifik (terbentuknya GAPI dan MAPI). Sementara di Semenanjung Malaka
(plus Singapoera) kedudukan Kerajaan Inggris mendominasi yang juga hal yang
sama di Filipina dimana Amerika Serikat sangat berkuasa.

Sikap Jepang terhadap Hindia Belanda yang tidak
ingin bermusuhan, sejatinya hubungan Jepang dengan orang-orang Indonesia sudah
terbentuk antara para pemimpin revolusioner Indonesia dengan Konsulat Jepang di
berbagai kota di Hindia Belanda seperti di Batavia, Semarang Soerabaja, Medan
dan Manado. Pendudukan militer Jepang di Hindia Belanda seperti di Manado tidak
dalam wujud kertas kosong (tetapi by design).

Sejumlah
orang Indonesia, terutama para mahasiswa dan sarjana revolusioner Indonesia di
Belanda sudah muak dengan perilaku Pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1913
mantan ketua Indische Vereeniging Soetan Casajangan menulis buku yang berjudul berjudul
‘Indische Toestanden Gezien Door Een Inlander’ (negara bagian di Hindia Belanda
dilihat oleh penduduk pribumi) yang diterbitkan di Baarn oleh Percetakan
Hollandia-Drukkerij. Buku ini adalah sebuah monograf (kajian ilmiah) setebal 48
halaman yang mendeskripsikan dan membahas tentang perihal ekonomi, sosial,
sejarah budaya Asia Tenggara (nusantara) dan pertanian di Indonesia. Dalam buku
ini juga menyoroti kemajuan di Jepang sesama Asia, sementara di Hindia Belanda
sungguh menyedihkan. Soetan Casajangan ingin mengatakan bahwa ada perbedaan
antara West dan Oost. Setahun kemudian Sam Ratulangi di Belanda emproosikan
Minahasa di lingkungan Indische Vereeniging yang tidak hanya mengekplorasi
monografi kampong halamannya di Minahasa tetapi juga menarik hubungan antara
orang Minahasa dan Jepang tidak hanya soal asal-usul tetapi juga
keberlangsungan perdagangan Jepang dan Manado (lihat Bataviaasch
nieuwsblad13-03-1914).

 

Pada
tahun 1918 seorang jurnalis di Medan, Parada Harahap membongkar kasus
prostitusi di kalangan atas (orang-orang Eropa-Belanda di hotel-hotel
berbintang). Kasus prostitusi ini menyangkut perdagangan gadis-gadis Jepang
yang dikoordinasikan seorang germo di Singapoera. Pembongkaran kasus ini di
satu sisi memukul muka Pemerintah Hindia Belanda dan di sisi lain Parada
Harahap mendapat pujian dari masyarakat Jepang di Hindia Belanda dan juga
pujian datang dari Konsulat Jepang di Medan. Seperti halnya Soetan Casajangan
dan Sam Ratulangi, perasaan dekat dengan Jepang sudah terbentuk. Perasaan
dengan orang Belanda mulai menjauh. Para konsulat Jepang di Hindia Belanda
tampaknya mulai memelihara persahabatan yang baik dengan orang-orang Indonesia.
Meski Konsulat Tiongkok sudah ada beberapa kota di Hindia Belanda, tetapi
proaktif Konsulat Jepang dengan orang-orang Indonesia terkesan lebih kuat,
Boleh jadi itu dari sisi pandang orang Indonesia, Jepang jauh lebih maju dari
Tiongkok.

 

Pada
tahun 1927 dalam rapat akbar Perhimpoenan Nasional Indonesia (PNI) di Bandoeng,
sebagai ketua, Ir Soekarno dalam pidatonya sudah menggarisbawahi tentang
kemajuan di Jepang. Menurut Ir Soekarno, Belanda di barat tidak ada apa-apanya
jika dibandingkan dengan kemajuan yang diraih oleh rakyat Jepang di timur.
Hingga sejauh ini benih-benih rasa persaudaraan antar sesaa Asia sudah semakin
menguat (sudah saling membaca). Para konsulat Jepang secara kontinu terus
membentuk hubungan baik dengan para pemimpin revolusioner Indonesia (Soetan
Casajangan, Sam Ratulangi, Parada Harahap, Soekarno dan lainnya). Tonggak
hubungan Jepang-Indonesia ini dimulai pada tahun 1933. Ir Soekarno ditangkap
lagi dan pers pribumi dibreidel. Parada Harahap pemimpin dan editor surat kabar
Bintang Timoer di Batavia (yang juga korannya turut dibreidel) marah besar dan
kemudian memimpin tujuh revolusioner Indonesia berkunjung ke Jepang yang
berangkat pada bulan Novermber 1933. Tujuh revolusioner ini diantaranya
Abdoellah Loebis pemiimpin surat kabar Pewarta Deli di Medan, ekonom Samsi
Widagda, Ph.D guru di Bandoeng dan Drs Mohamad Hatta yang belum lama pulang
studi dari Belanda. Rombongan ini kembali ke tanah air dan merapat pada tanggal
14 Januari di pelabuhan Tandjoeng Perak Soerabaja (yang pada hari yang sama Ir.
Soekarno diasingkan ke Flores dari pelabuhan Tandjong Priok, Batavia).

 

Setelah
seminggu di Soerabaja dan sudah merasa aman kembali ke Batavia, Parada Harahap
dan Mohamad Hatta pulang ke Batavia. Namun setiba di Batavia beberapa hari kemudian
mereka berdua ditangkap oleh intel dan polisi Belanda. Di pengadilan, Konsulat
Jepang memberikan kesaksian. Hasilnya Parada Harahap dan Mohamad Hatta
dibebaskan. Akan tetapi seminggu kemudian, Mohamad Hatta ditangkap lagi, tidak
dengan alasan provokasi ke Jepang, tetapi karena alasan provokasi menuntut
otoritas Pemerintah Hindia Belanda yang dimuat pada majalah Daoelat Rakjat enam
bulan sebelumnya. Daoelat Rakjat adalah organi dari partai Pendidikan Nasional
Indonesia dimana Mohamad Hatta dan Soetan Sjahrir adalah tokoh-tokohnya. Para
pentolan partai Pendidikan Nasional Indonesia ditangkap dan diadili. Namun pada
akhirnya hanya Mohamad Hatta dan Soetan Sjahrir yang diasingkan (ke Digoel).
Relatif bersamaan dengan kasus Daoelat Rakjat ini, pentolan Partai Indonesia
(Partindo) juga ditangkap dan diasingkan ke Digoel. Namun ada dua pentolan
Partindo yang dibebaskan dengan jaminan karena masih muda dan masih kuliah
yakni Amir Sjarifoeddin Harahap (ketua Partindo cabang Batavia) dan Mohamad
Jamin (ketua Partindo cabang Soerabaja). Jaminan itu datang dari anggota
Volksraad (antara lain Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soeangkoepon dan
Sam Ratulangi) dan dekan Rechthoogeschool Batavia Prof Hoesein Djajadiningrat.
Catatan: Hoesein Djajdiningrat adalah sekretaris pada pendirian Indische
Vereeniging di Belanda pada tahun 1908, Mangaradja Soangkoepon, pentolan
Indische Vereeniging yang tiba di Belanda tahun 1910; dan Sam Ratulangi yang
tiba di Belanda tahun 1912 dan menjadi ketua Indische Vereeniging pada tahun
1914.

 

Rumor
Perang Pasifik sudah muncul pada tahun 1937 yang mana dua adikuasa sudah sejak
lama berselisih: Jepang dan Amerika Serikat, terutama setelah kehadiran Amerika
Serikat di Filipina (sejak 1898). Dalam situasi ini orang-orang Belanda di
Hindia Belanda sudah mulai gamang. Para pemimpin revolusioner Indonesia terus
menggalang persatuan dan kesatuan hingga terbentuknya GAPI (Gabungan Politik
Indonesia) tahun 1939 yang mana salah satu pimpinannya adalah Mr Amir
Sjarifoeddin Harahap. Sehubungan dengan pembentukan GAPI ini juga dibentuk MRI
(Moesjawarah Rakjat Indonesia) semacam parlemen (pertama) Indonesia. Dalam
posisi gamang, Pemerintah Hindia Belanda berusaha merangkul MRI. Hal ini karena
secara perlahan suhu politik yang semakin memanas di Eropa dan hawa perang
Pasifik yang mulai terasa, orang-orang Belanda di Hindia Belanda seakan mulai
kehilangan induk (Kerajaan Belanda di Eropa). Kolaborasi orang Belanda dengan
rakyat Indonesia menjadi impian orang-orang Belanda. Namun keinginan
berkolaborasi itu ditolak. Hal itulah diduga mengapa ketika Tokyo meminta
Pemerintah Hindia Belanda menyerah, tetapi ditolak. Boleh jadi orang-orang
Belanda di Hindia Belanda sudah mengetahui hubungan dekat antara Jepang dan
para pemimpin rakyat Indonesia sudah tidak terpisahkan lagi. Pada fase sebelum
meletusnya perang Pasifik para Konsulat Jepang bekerja dengan melakukan
kegiatan spionase dengan mengandalkan orang-orang Indonesia secara rahasia.

Hal itulah mengapa militer Jepang ketika
melakukan invasi ke Indonesia (baca: Hindia Belanda) menyerang secara selektif
(tidak mengorbankan penduduk Indonesia). Pasukan militer Jepang segera
menguasai posisi-posisi strategis seperti pelabuhan dan bandara serta kota-kota
dimana terdapat sumberdaya vital seperti minyak di Tarakan (dan kemudian di Palembang).
Pesawat-pesawat militer Hindia Belanda dan kapal-kapal Hindia Belanda yang coba
melarikan diri segera dibombardir (dihancurkan). Hancurnya alat transportasi
ini membuat Peerintah Hindia Belanda tidak berdaya (terputus hubungan dengan
negara lain seperti Australia). Seperti disebut di atas Luitenant Jenderal
Hindia Belanda HJ van Mook sudah berada di Amerika Serikat (via Australia).

Pasukan
militer Jepang yang telah menguasai Malaka dan Koelaloempoer telah merangsek
mendekati Singapoera melalui Djohor sebagaimana diberitakan surat kabar Amigoe
di Curacao : weekblad voor de Curacaosche eilanden, 20-01-1942 yang melansir
dari Radio Jerman. Sudah barang tentu basis Inggrsi di Singapoera sangat
strategis bagi Jepang tidak hanya posisinya di tengah juga infrastrukturnya
sangat baik. Jepang sedang mengicar Singapoera (yang akan dijadikan sebagai ibu
kota Asia Tenggara), Surat kabar ini dalam breaking news menyebutkan bahwa pagi
ini Singapoera telah dibom militer Jepang. Surat kabar ini juga mengutip berita
dari berbagai sumber yang mngatakan bahwa: Melbourne menyebut situasi sangat
serius, terutama menyebutkan kekurangan peralatan (keluhan umum), mengatakan
bahwa bala bantuan yang tiba tidak mencukupi; Orang Australia menangkis dengan
baik di Malaka; Manado di Celebes, dimana Jepang berkuasa diserang oleh pesawat
Amerika Serikat dengan menjatuhkan bom di 9 titik.

Pasukan militer Jepang setelah menguasai sejumlah
tempat di luar Jawa seperti Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan New Guinea
(Papoea) yang juga belum lama ini Palembang (Sumatra), setelah markas militer
Jepang diperkuat di Singapoera, mulai mengicar (pulau) Jawa. Pada fase inilah
kemudian orang-orang Belanda di Jawa dan Sumatra dikondisikan menghadapi perang
(lawan Jepang) dan juga menyiapkan jalur evakuasi melalui pintu belakang di
Bandoeng, Malang, Soekaboemi-Pelaboehan Ratoe dan pelabuihan Kota Padang (di
Sumatra) yang diarahkan menuju Asutralia.

Sebelum
Jepang menguasai Maluku dan Papoea, Pemerintah Hindia Belanda telah
mengevakuasi tahanan politik dari Digoel ke Australia, Mohamad Hatta dan Soetan
Sjahrir dari Banda dievakuasi ke Soekaboemi. Ir Soekarno yang telah dipindahkan
dari Flores ke Bengkoelen pada tahun 1938 juga telah dievakuasi ke Kota Padang.
Markas besar militer Jepang di Singapoera setelah kilang minyak Palembang juga
bergeser ke kilang minyak Doemai (Riaou). Kota Medan dan Kota Fort de Kock
(Bukittinggi) sedang diincar (dimana pusat evakuasi Belanda berada di Padang).
Parada Harahap dkk di Batavia, Dr Radjamin Nasution dkk di Soerabaja dalam
posisi wait en see. Catatan: ketika rombongan tujuh revolusioner Indonesia
pulang dari Jepang 14 Januari 1933, ketika merapat di pelabuhan Tadnjoeng Perak
Soerabaja yang menyambut adalah Dr Soetomo dan Dr Radjamin Nasution. Sebagai
informasi tambahan Sam Ratulangi sempat ditangkap tahun 1937 dan ditahan di
Bandoeng (dan dibebaskan pada tahun 1938). Dr Soetomo meninggal pada tahun 1938
(tidak lama setelah pemindahan Ir Soekarno dari Flores ke Bengkoelen).
Pengaturan pemindahan Ir Soekarno ini dilakukan oleh Parada Harahap dkk di
Batavia, Dr Soetomo dkk di Soerabaja dan didukung oleh anggota Volksraad
seperti MH Thamrin, Mangaradja Soeangkopon dan Sam Ratulangi.

Diantara ketakutan orang-orang Belanda yang
semakin dekat pasukan militer Jepang memasuki Jawa dan mulusnya militer Jepang
menguasai tempat-tempat penting di luar Jawa seperti Manado dan Tarakan, pers
Belanda di Hindia Belanda mulai mengusut siapa yang bermain di balik itu semua.
Spionase dan peran Konsulat Jepang di Manado menjadi sorotan pertama (lihat De
Indische courant, 27-01-1942).

De
Indische courant, 27-01-1942: ‘Persiapan pembentukan pemerintahan militer
Jepang di Indonesia. Stelah pendudukan militer Jepang, pengambilan pemerintahan
telah disiapkan oleh sejumlah konsulat Jepang. Sebagai contoh, berikut ini
harus disebutkan Masaji Nonomura. Dalam arsip, Masaji Nonomura konsul Jepang di
Manado, yang diperiksa untuk indikasi yang jelas dari spionnace yang dilakukan,
diberikan diagram lengkap pemerintahan Jepang di tempat-tempat di Hindia
Belanda yang akan diduduki. Aktivitas Asosiasi Jepang dan para pemimpinnya
ditemukan di dalamnya. Otoritas adat (kepemimpinan lokal) yang akan
dipertahankan dalam fungsinya, akan menerima instruksi mereka dari para
pemimpin lokal ini. Para pemimpin tersebut pada gilirannya dipimpin oleh kepala
agen spionase Tsunehachi Kobayashi yang akan bekerja sama erat dengan konsulat Jepang.
Dari arsip yang sama juga menjadi tidak terbantahkan bahwa spionase telah
dilakukan tanpa malu-malu dan secara ekstensif dilakukan oleh para konsul
Jepang di Hindia Belanda. Berbagai dokumen besar urusan militer tampaknya telah
dibakar, tetapi perintah dari Menteri Bultenlandsche Zaken untuk melaporkan
pergerakan semua kapal asing di Pasifik, Laut Cina Selatan dan Samudra Hindia,
dan spion-spion melaporkan dari salah satu konsul tentang [pergerakan pasukan
sebagai contoh bagaimana itikad baik internasional dikemukakan oleh sesama
pencari suaka dari Timur antara Jepang dan Belanda, dan rasa terima kasih yang
akan dihargai Jepang terhadap Belanda, yang menjadikan Jepang sebagai langkah
pertama dalam sains modern, kemudian orang hanya dapat membenci–menurut Buku
Putih–untuk negara yang tidak dapat diandalkan dan berbahaya ini’.

Seperti disebutkan di atas, pasukan militer
Jepang memasuki wilayah Indonesia tidak dengan kertas kosong. Semuanya telah
dipersiapkan dengan matang antara agen intelijen Jepang dan Konsulat Jepang
dengan para pemimpin Indonesia. Tentu saja dalam barisan pemimpin Indonesia
termasuk Sam Ratulangi (seperti kita lihat nanti Sam Ratulangi menjadi bagian
dari pemerintahan pendudukan militer Jepang). Seperti kata ahli sejartah tempo
doeloe, semuanya ada permulaan, tidak datang tiba-tiba (tidak bersifat random,
tetapi dibina secara sistematik).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Akhir Pendudukan Militer Jepang: Aneksasi Belanda-NICA

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top