Sejarah

Sejarah Menjadi Indonesia (71): Sejarah Perdagangan Asia dan Navigasi Pelayaran Maritim Nusantara; India, Arab, Tiongkok




false
IN


























































































































































 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini 

Dalam sejarah Asia, sebelum orang-orang Tiongkok melaut,
sudah sejak zaman beheula pedagang-pedagang India dengan navigasi pelayaran
mencapai Sumatra dan pedagang-pedagang Arab mencapai India yang menyebabkan
komodi zaman kuno seperti emas, kamper, kemenyan dan gading dapat
diperdagangkan di Eropa. Sutra dan porselin Tiongkok mengalir ke Eropa melalui
pedagang-pedagang Persia. Pada fase awal zaman kuno inilah penulis-penulis
Eropa seperti Ptolomeus (abad ke-2) membuat ringkasan peta perdagangan termasuk
rute navigasi pelayaran ke timur (India). Jangan lupa orang-orang Tiongkok di
daratan juga telah meringkas pengetahuan mereka. Ringkasan-ringkasan dari Eropa
dan Tiongkok inilah yang masih bisa kita baca sekarang,

Orang-orang Mesir kuno tidak meninggalkan
catatan, tetapi sisa peradabannya masih dapat dilihat dan dibaca melalui
peninggalan-peninggalan makam kuno dan piramida. Orang-orang Arab terutama
Persia diduga telah memiliki catatan kuno tetapi tidak terinformasikan secara
luas sehingga kita pada masa kini hanya merujuk pada sumber Eropa dan Tiongkok.
Setali tiga uang dengan India, tetapi sisa peradaban India masih dapat
ditelusuri pada karya-karya klasik dan sisia-sisa prasasti dan candi, khususnya
yang terdapat di nusantara, Dari sisa peradaban kuno India zaman kuno nusantara
(era Hindoe Boedha) inilah kita bisa melihat dan membaca hubungan navigasi
pelayaran perdagangan ke barat (India. Arab dan Eropa) dan ke utara (Indochina,
Tingkok dan Jepang). Dalam konteks inilah kita bisa mulai penyelidikan sejarah
maritim di Asia dan khususnya nusantara (Indonesia).

Lantas bagaimana sejarah maritim Asia? Yang jelas sejarah
maritim Asia adalah pondasi awal sejarah maritim nusantara dalam konteks
navigasi pelayaran perdagangan. Dalam hal ini, navigasi pelayaran (maritim)
nusantara adalah bagian tidak terpisahkan dari sejarah maritim India, Arab dan
Tiongkok? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*

Sejarah Maritim Asia: Arab, India dan
Tiongkok

Sesungguhnya
tidak diketahui secara jelas, pengetahuan tentang (keberadaan) Hiudia Timur
(Indonesia) bermula apakah dari barat (melalui laut) atau dari utara (melalui
darat). Tetapi yang pasti pedagang-pedagang Indialah yang pertama (berlayar) ke
Hindia Timur. Hal itulah, tanpa perlu diselidiki lebih lanjut, mengapa
Indonesia dinamai Hindia (India) Timur, bukan Tiongkok Tenggara. Sedangkan yang
mencatat pertama, dalam arti data sejarah, orang Eropalah yang menginformasikan
tentang keberadaan Hindia Timur, namun seperti disebut di atas tidak diketahui
secara pasti apakah melalui laut dari barat (Ceylon) atau melalui darat dari
utara (daratan Tiongkok).

Dalam
sejarah awal, untuk urusan navigasi pelayaran perdagangan, orang-orang Mesir,
Arab dan India yang pertama, bahkan ketika orang-orang Eropa dan orang-orang
Tiongkok masih terkurung di daratan. Meski demikian, dalam soal pengalaman
melaut secara terbatas (navigasi pelayaran lokal) orang-orang Eropa juga sudah
berpegalaman di sekitar Laut Mediterania, Laut Baltik dan Laut Utara. Hanya Tiongkok
yang dapat dikatakan yang nyaris tidak mengenal laut. Namun demikian, meski di
daratan yang luas, orang-orang Tiongkok masih terbiasa dengan pelayaran sungai.
Jelas bahwa pelayaran sungai dan pelayaran laut sangat berbeda. Navigasi
pelayaran laut memelukan kekuatan teknologi, pengetahuan astronomi dan
pengetahuan geografi. Hal itulah mengapa begitu pentin dalam sejarah kuno soal
navigasi pelayaran laut dalam perdagangan.

Ketika Ptolomeus
pada abad ke-2, pengetahuan tentang geografi sudah begitu luas, yang dapat
diartikan sudah bersifat pengetahuan umum. Seperti kita pada masa ini, semua
orang mengetahui dimana Jakarta, tetapi menjadi penting siapa yang pertama
mengetahui (mengunjungi) puncak gunung Salak dimana ditemukan kawah. Seperti
itulah di zaman kuno pada saat Ptolomeus mulai meringkas pengetahuan umum ke
dalam peta-peta dan narasi geografi. Memang Ptolomeus tidak banyak melakukan
perjalanan, tetapi kemampuannya meringkas pengetahuan umum ke dalam peta patut
dipuji, tetapi karena sumber-sumbernya dalam membuat peta dari semua pihak, salah
satu petanya kemudian menjadi sumber perdebatan bahkan hingga ini hari, yakni
tentang suatu peta yang kini masih belum jelas apakah peta pulau Ceylon atau
peta pulau Kalimantan yang disebut Taprobana. Tapi menariknya, perdebatan
Ceylon versus Kalimantan menjadi sumber kajian baru apakah para informan peta
Ptolomeus tersebut datang dari barat (Arab) atau dari utara (Tiongkok).

Hal-hal
yang bersifat ‘debatable’ ini sesuangguhnya masih banyak lagi, salah satu yang
terkenal di zaman kuno soal dimana Atlantis berada. Atlantis disebut sebagai daratan
luas setara benua yang dianggap telah hilang dari imajinasi manusia. Tempat
tersebut kali pertama diketahui dari catatan Plato (427–347 SM) dalam bukunya
Timaeus dan Critias. Plato menyatakan ada pulau sangat besar di seberang Selat
Mainstay dan Haigelisi yang mana dari tempat itu orang bisa pergi ke pulau
lainnya yang dikelilingi oleh lautan luas. Berdasarkan kasus Plato dan Ptolo
ini dapat dimaklumi pengetahuan umum sudah begitu di jauh di belakang peradaban
awal Eropa dan mengindikasikan begitu jauhnya perjalanan manusia hingga ke
sudut-sudut dunia (yang dianggap masih datar).

Para informan
Ptolomeus ini mengabarkan pengetahun tersebut di tengah publik diduga kuat
belum berkembang navigasi pelayaran, pengetahuan diduga muncul bersifat
akumulatif dari mulut ke mulut bukan hanya di kota-kota pelabuhan tetapi juga
di kota-kota besar di daratan. Jika perhatian itu difokuskan pada peta
Taprobana, maka pengetahuan itu diduga berkembang dari pengetahuan para musafir
atau petualng melalu jalan darat hingga ke India dan ke Tiongkok. Dalam hal ini
pengetahuan tentang navigasi pelayaran bermula di daratan. Pengembangan pengetahuan
di daratan ini (peta-peta) kemudian direalisasikan di laut oleh para pelaut seiring
dengan perkembangan teknologi kelautan yang ada.

Ptolomeus
yang tinggal di Alexandria (Mesir) di pantai utara Afrika di Laut Mediterania
(dekat dengan Laut Merah). Posisi GPS Alexandria pada masa itu berada di antara
barat dan timur (East and West) yang memungkinkan Ptolomeus bisa menyerap
berbagai pengetahuan yang datang dari barat-utara (Eropa dan yang datang dari timur-selatan
(Asia). Pengetahuan dari timur-selatan (Asia) inilah Ptolomeus memetakan
geografi yang dalam hal ini tentu saja harus dihubungkan dengan navigasi
pelayaran.

Jauh sebelum
orang-orang di daratan Tiongkok melaut, orang-orang Arab dan orang India sudah
melaut yang menjadi faktor penting penghubung Eropa dan Hindia Timur atau
sebaliknya. Besar dugaan peran orang-orang Mesin di zaman kuno telah digantikan
oleh orang-orang Arab. Peran orang-orang India ke Hiudia Timur tidak
tergantikan hingga pada waktunya giliran orang-orang Tiongkok mengambilalihnya
(bahkan hingga pada masa kini).

Penamaan
Indonesia sebagai Hindia (India) Timur sudah final sebelum orang-orang Tiongkok
mengarugi ke pulau-pulau di selatan melalut lautan (Laut China Selatan). Hal
itulah mengapa disebut India (Hindia) Timur, bukan di sebelah timur Hindia
(India), tetapi ibarat di Jawa antara barat, tengah dan timur. Dari nama Hindia
Timur inilah penulis-penulis Eropa mengusulkan nama padanan dalam satu kata
tunggal yakni Indonesia (Indo merujuk pada nama India). Suatu nama baru tentang
(kepulauan) Hindia Timur yang kemudian diterima umum dan diadaposi oleh para
pemimpin Indonesia di era kolonial Belanda. Meski demikian, nama Indonesia
merujuik ke barat (India), dalam perkembangannya nama Tiongkok juga muncul
sebagai Indochina (India-China) yang merujuk pada nama kota tua di Kamboja yang
padsa era India disebut Kattigara dan di era selanjutnya pada era Tiongkok
bergeser atau berganti menjadi Cochinchina. Dalam hal ini Indochina dan
Indonesia adalah representasi kehadiran (pengaruh) yang dimulai India kemudian
disusul Tiongkok.

Dalam konteks
zaman kuno dan perjalanan sejarah dunia, khususnya sejarah navigasi pelayaran
bagian-bagian dunia yang lebih luas (Eropa, India dan Tiongkok) terhubung
dengan pulau-pulau di Hindia Timur. Peran navigasi pelayaran menjadi faktor
akselerasi yang terpenting dalam pemahaman dan pengetahuan yang terus meningkat
tentang Hindia Timur. Jika kita mengabaikan sejarah pejalanan zaman kuno (darat
atau laut) dan percaya bahwa Tiongkok baru belakangan melaut, maka orang-orang
India yang berlayar ke Hindia Timur berawal dari selatan india di (pulau)
Ceylon dengan garis terpendek apakah dengan menarik garis lurus di tengah
lautan atau pelayaran menyusuri pantai maka kawasan pertama Hindia Timur yang
ditemui adalah bagian utara pulau (pantai barat) Sumatra dan bagian (pantai) barat
Semenanjung.

Diantara
dua kawasan Hindia Timur (Sumatra dan Semenanjung), pantai barat bagian utara
Sumatra adalah yang terpenting karena secara historis kaya dengan sumber-sumber
alam yang menjadi komoditi perdagangan dunia yakni emas, gading, kamper dan
kemenyan serta damar, Semua sumber daya alam ini, serba kebetulan, dimiliki
oleh bagian utara Sumatra khususnya di Tanah Batak yang sekarang. Tentu saja
produksi dan konsumsi lebih dahulu ada sebelum munculnya (transaksi)
perdagangan. Dalam hal ini dapat dikatakan orang-orang di Tanah Batak yang
paling awal menerima hepeng (uang) sebagai alat pembayaran. Dengan hepeng yang
banyak orang-orang Batak di dalam bahasanya mulai mengembangkan aksara, seni
dan teknologi dan bentuk (sistem) pemerintahan dari sumber barat (India
terutama) dan mengadopsi religi baru. Faktor-faktor baru dari luar inilah yang
kemudian terbentuk kerajaan pertama di nusantara, Kerajaan Aru.

Tunggu deskripsi
lengkapnya

Navigasi Pelayaran Perdagangan Nusantara:
Aru, Sriwijaya, Singhasari dan Majapahit

Tunggu deskripsi
lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog
ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi
warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan
utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah–agar lingkungan tempat
tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton
sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan
sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam
memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini
hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish).
Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com

 


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top