Sejarah

Sejarah Surakarta (42): Sangiran di Sragen Surakarta Pulau Jawa ; Situs, Asal Muasal Populasi Nusantara, Peta Wilayah Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Sejarah zaman kuno selalu menarik tetapi penuh
tantangan. Manarik karena banyak yang ingin diketahui, tetapi semakin jauh ke
masa lampau data yang tersedia semakin minim. Ilmu semakin berkembang, semakin
menambah pengetahuan dan data sejarah zaman kuno yang awalnya minim juga
semakin bertambah. Dalam sdudi sejarah nusantara, khususnya dalam hal ini di
wilayah (pulau) Jawa penemuan fosil tua semakin memicu keinginantahuan sejak
zaman kuno hingga mencapai masa kini. Dalam hubungan inilah kita membicarakan
asal muasal populasi penduduk nusantara dan peta wilayah Indonesia. Dalam hal
ini pula kita mempelajari wilayah Sangiran dimana ditemukan fosil manusia purba
Sangiran. 


Sangiran
adalah situs arkeologi di Jawa. Menurut laporan UNESCO (1995) “Sangiran
diakui oleh para ilmuwan untuk menjadi salah satu situs yang paling penting di
dunia untuk mempelajari fosil manusia, disejajarkan bersama situs Cina), Australia,
Tanzania dan Afrika Selatan, dan lebih baik dalam penemuan daripada yang lain”.
Situs sekitar 56 km² (7 x 8 Km) terletak 15 Km sebelah utara Surakarta di
lembah Sungai Bengawan Solo. Kawasan Sangiran masuk kabupaten Sragen (Kecamatan
Gemolong, Kecamatan Kalijambe, dan Plupuh) dan kabupaten Karanganyar (Kecamatan
Gondangrejo). Fitur penting dari situs ini adalah geologi daerah. Awalnya kubah
terbentuk jutaan tahun yang lalu melalui kenaikan tektonik, kemudian terkikis
yang mengekspos isi dalam kubah yang kaya akan catatan arkeologi. Situs Sangiran
ditemukan PEC Schemulling tahun 1883. Eugene Dubois pernah melakukan penelitian,
namun tidak intensif kemudian di kawasan Trinil, Ngawi. Antropolog Gustav
Heinrich Ralph von Koenigswald 1934 memulai penelitian di area setelah
mencermati laporan berbagai penemuan balung buta (“tulang
buta/raksasa”). Saat itu perdagangan fosil mulai ramai akibat penemuan
tengkorak dan tulang paha Pithecanthropus erectus (“Manusia Jawa”)
oleh Eugene Dubois di Trinil, Ngawi, tahun 1891. Trinil sendiri terletak di
lembah Bengawan Solo, 40 Km timur Sangiran. Pada tahun-tahun berikutnya, menemukan
berbagai fosil Homo erectus lainnya ada sekitar 60 lebih fosil H. erectus dengan
variasi yang besar, termasuk seri Meganthropus palaeojavanicus. Juga ditemukan berbagai
fosil hewan bertulang belakang seperti buaya, kuda nil, rusa, harimau, dan
gajah. Tahun 1977 oleh Pemerintah Indonesia menjadikan situs Sangiran sebagai daerah
cagar budaya dan tahun 1988 sebuah museum dan konservasi laboratorium didirikan
di Sangiran. Pada tahun 1996 UNESCO mendaftarkan Sangiran sebagai Situs Warisan
Dunia (Sangiran Early Man Site)
(Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Sangiran di Sragen
Surakarta Jawa Indonesia? Seperti disebut di atas, Sangiran termasuk salah
satus tua di Indonesia sejauh ini. Narasi sejarah selalu dimulai darimana suatu
hal dapat dijelaskan. Dalam hal inilah keutamaan (situs) Sangiran di Surakarta.
Sebagai situs tua dapat ditarik perjalanan sejarah sejak asal muasal populasi
Nusantara dan paralel dengan itu sejarah peta wilayah Indonesia. Sebab populasi
manusia berkembang, wilayah dimana berada juga berkembang (mengalami
perubahan). Lalu bagaimana sejarah Sangiran di Sragen Surakarta Jawa Indonesia?
Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah
pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Sangiran di Sragen Surakarta Jawa Indonesia; Asal
Muasal Populasi Nusantara dan Peta Wilayah Indonesia

Situs kepurbakalaan Sangiran, adalah suatu lanskap (Kawasan)
yang luas yang terkonsentrasi di antara wilayah Sragen dan wilayah Ngawi.
Penemuan fosil purba di kawasan mengindikasikan ada kehidupan awal di masa
lampau. Di Kawasan ini kini sudah dibangun museum-museum kepurbakalaan. Dalam
hal ini penemuan kepurbakaan di situs tersebut adalah satu hal (masa kini), dan
bagaimana keberadaan Kawasan dimana situs itu ditemukan di masa lampau adalah
hal yang lain lagi. Dengan kata lain, penemuaan benda-benda kepurbakalaan saat
ini mengantarkan kita untuk memutar jarum jam ke masa lampau, Suatu masa yang
panjang sejak zaman peruba hingga zama Now.


Kehidupan masa lampau di kawasan situs Sangiran diduga kuat adalah bagian
dari suatu pulau, suatu pulau pegunungan kapur. Pulau pegunungan kapur ini yang
diduga menjadi rantai Pegunungan Kendeng. Situs Sangiran berada di sisi selatan
pulau (Pegunungan Kendeng) yang menghadap ke selatan dimana gunung Lawu yang
menjadi bagian dari pulau besar (pulau Jawa). Dalam hal ini rantai gunung api
seperti Merapi, Pegunungan Selatan, gunung Lawu dan gunung Liman adalah bagian
pulau Jawa yang terpisah dengan pegunungan kapur seperti Pegunungan Kendeng.
Diantara pulau ini (selat) merupakan perairan/laut. Sebagai gunung-gunung api
yang aktif dari masa ke masa telah menyebabkan selat/teluk mendangkal yang kemudian
terbentuk sungai Bengawan Solo, sungai Madioen dan sungai Kediri. Sungai-sungai
besar yang terbentuk ini menemukan jalan melalui Celah Ngawi menuju laut (di timur
pegunungan kapur). Sungai Bengawan Solo pada masa ini terkesan sungai yang
terdorong oleh daratan baru hingga tertahan oleh pegunungan kapur (Pegunungan
Kendeng). Pada fase berikutnya massa padat (lumpur dan sampah vegetasi) yang
terbawa sungai dari pegunungan menjadi sebab pendangkalan berikutnya antara dua
rantai pegunungan kapur (Pegunungan Kendeng dan Pegunungan Tuban). Sungai
Bengawan Solo (gabungan sungai Bengawan dan sungai Madioen) ke hilir membentuk
daratan baru dimana sungai Bengawan Solo terus memanjang dari Ngawi, melalui Tjepoe,
Bojonegoro, Babad terus ke Sidajoe/Gresik (selat Madura). Wilayah Klaten,
Soerakarta, Sragen, Ngawi dan Madioen menjadi lahan-lahan yang subur kelas satu
di Jawa.

Wilayah/kawasan Sangiran (pulau pegunungan kapur;
seperti pulau Madura) secara teoritis menurut aspek geologi adalah wilayah yang
aman sejak zaman purba. Tidak ada gunung aktif di kawasan, hanya gunung api terdapat
di pulau Jawa, terdekat gunung Merapi, gunung Merbabu, gunung Lawu dan gunung
Liman. Sebagaimana diketahui dalam sejarahnya di kawasan sekitar gunung-gunung
tersebut, terutama gunung Merapi dari masa ke masa, bahkan hingga masa kini
terbilang tidak aman (ada aktivitas vulkanik). Kawasan situs Sangiran dalam hal
ini dapat dikatakan salah satu wilayah populasi awal di pulau Jawa.


Wilayah/situs Sangiran sebagai suatu pulau zaman purba, tempat dimana populasi
sejak P erectus hingga Homosapiens, Mastodon dll, dapat dibedakan dengan pulau
di sebelah utaranya (seperti pulau Mandalika, pulau Jepara dll) yang dipisahkan
oleh selat/teluk yang merupakan perairan sempit. Adanya penemuan garam di
wilayah pedalaman di Grobagan mengindikasikan ada perairan/laut yang terjebak
yang menyisakan garam sebelum tertutup oleh lapisan tanah. Seperti disebut di
atas sungai Bengawan Solo menemukan jalan ke laut melayu Tjepu dan Bojonegoro
mengindikasikan suatu perairan/laut di masa lampau, karena penemuan masa kini sumur-sumur/tambang
minyak. Garam terbentuk dari salinitas air laut, minyak terbentuk dari bahan fosil
(sisa hewan dan sampah vegetasi) yang terkubur. Lapisan tanah yang berada di
atas garam dan minyak adalah tanah yang terbentuk karena proses sedimentasi atau
abu vulkanik plus pelapukan sampah vegetasi (humus).

Dengan memperhatikan hubungan satu sama lain, antara
pegunungan (pulau) kapur (Pegunungan Kendeng), kehidupan populasi awal zaman
purba, aktivitas gunung-gunung api dan pembentukan rawa-rawa/daratan sedimen
baru serta terbentuknya perairan menjadi sungai besar mengindikasikan peta geografi
masa kini, secara geomorfologi berbeda dengan peta masa lampau. Pulau Jawa
telah meluas dari waktu ke waktu, seiring dengan menyatunya pulau-pulau kecil
seperti pulau Pegunungan Kendeng ke daratan pulau Jawa serta semakin meluasnya
endapan sedimentasi di kawasan pesisir (yang juga semakin memanjangnya sungai
Bengawan Solo).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Asal Muasal Populasi Nusantara dan Peta Wilayah
Indonesia: Populasi Penduduk dan Wilayah Surakarta Masa Kini

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top