melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini
Cigudeg punya sejarah? Tentu, dong. Sejarah
Cigudeg bahkan hampir seumur sejarah Bogor (Buitenzorg). Cigudeg paling tidak
telah diakses dari benteng (fort) Tangerang di era VOC/Belanda. Ini bermula
ketika militer VOC/Belanda memperluas kekuatan benteng Tjiampea dengan membangun
benteng (fort) baru tahun 1713 di Panjawoengan (kini desa Kalong, kecamatan Leuwisadeng,
kabupaten Bogor). Setelah benteng Panjawoengan dibangun menyusul benteng
Djasinga. Wilayah Cigudeg ini kini berada di jalur ekonomi antara Ciampea dan
Jasinga.
![]() |
Susukan, Banyuwangi, Cigudeg dan perkebunan teh (Peta 1906) |
Wilayah
yang termasuk jauh di mata dekat di hati ini meliputi kecamatan-kecamatan Ciampea,
Cibungbulang, Leuwiliang, Leuwisadeng,
Cigudeg, Jasinga dan lainnya akan dipisahkan dari kabupaten Bogor dan kemudian
disatukan dengan membentuk kabupaten Bogor Barat. Ibu kota kabupaten baru ini
direncanakan di kecamatan Cigudeg. Popularitas Cigudeg tidak setinggi Leuwiliang
dan Jasinga, akan tetapi ada keutamaan kecamatan Cigudeg dibanding yang lain: udaranya
yang sejuk dan lanskapnya yang mempesona. Dari kecamatan Cigudeg, kota Tangerang
terlihat jelas, tetapi kurang terlihat kota Bogor karena terhalang lereng
gunung Salak. Itu dapat saya rasakan 30 tahun lalu pada tahun 1989. Wujud spasial inilah yang
dari sudut pandang kota Bogor: Cigudeg jauh di mata tetapi dekat di hati.
pertanyaan utamanya. Paling tidak hingga ini hari masih ada tersisa perkebunan
teh Cirangsad di kecamatan Cigudeg (desa Banyuresmi dan desa Banyuwangi). Di
desa Banyuwangi inilah kesadaran saya lahir sebagai kandidat peneliti. Kini,
Cigudeg menjadi kandidat ibu kota kabupaten (Bogor Barat). Untuk mengembalikan
kenangan yang tidak terlupakan di Cigudeg, mari kita telusuri Sejarah Cigudeg
berdasar sumber-sumber tempo doeloe.
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
kecamatan Cigudeg hingga masa ini adalah kebun teh di Cirangsad
(Teeetablissement). Perkebunan teh ini berada di desa Banyuwangi dan desa Banyuresmi.
Lokasi kebun teh ini berjarak sembilan kilometer dari jalan raya di kaki gunung
Tela. Perkebunan teh ini sudah terpetakan pada tahun 1904 (lihat Peta 1906).
Dengan kata lain perkebunan teh Tjirangsad kini sudah melampaui satu abad.
![]() |
Perkebunan teh Tjirangsad dan kampong Soesoekan (Peta 1906) |
Selama
bulan Februari hingga bulan Juli 1989 saya mengunjungi desa Banyuwangi yang
mana dua bulan pertama menetap tanpa jeda. Secara khusus, tujuan utama saya adalah untuk
melakukan riset praktek menabung masyarakat yang mengusahakan produksi tanaman
terubuk di dusun (lembur) Susukan dan Ciparai. Oleh karena pendekatan studi
yang digunakan bersifat antropologi ekonomi maka pengumpulan data dilakukan cukup lama hingga
bulan Juli (untuk mendapatkan data produksi variasi musim). Studi ini juga mencakup seluruh
kecamatan Cigudeg untuk mendapatkan gambaran umum sosial-ekonomi penduduk. Sementara
pengumpulan data masih berlangsung hingga bulan Juli saya melakukan penulisan
laporan selama bulan Juli. Hasil laporan ini saya presentasikan sebagai skripsi dan dinyatakan
lulus dan mendapat gelar sarjana pada tanggal 20 November 1989. Selama studi
saya banyak dibantu oleh my brother Anto en Ade. Artikel Sejarah Cigudeg ini
telah merecall kembali memori 30 tahun yang lampau. Artikel Sejarah Cigudeg ini
didedikasikan kepada Anto, Ade dan keluarga.
terbesar di sekitar perkebunan teh adalah kampung (dusun) Soesoekan dan Paboearan.
Gambaran ini juga tidak berubah hingga 83 tahun kemudian pada tahun 1989 ketika
saya mengunjunginya bahwa dua dusun (kampong) ini juga tetap yang terbesar.
Kantor kepala desa Banyuwangi berada di dusun Susukan. Di sekitar dusun Susukan
ini di lereng-lerang bukit banyak penduduk yang mengusahakan terubuk, suatu produksi sampingan yang mempengatuhi pendapatan dan tabungan masyarakat.
![]() |
Kampong Soesoekan (Now) |
Ketika
menulis artikel ini saya melihat pada peta satelit, wilayah desa Banyuwangi
telah sangat ramai. Tampaknya area kebun-kebun terubuk sebagian telah menjadi
pemukiman warga. Apakah di lahan-lahan yang lebih jauh masih tersisa usaha
budidaya terubuk? Rantai tataniaga produksi terubuk ini porsi terbesar menuju
pasar-pasar di Tangerang (hanya sebagian kecil yang menuju pasar-paar di Bogor).
Terubuk yang juga disebut ‘tebu telur’ adalah sejenis tanaman dari famili
Graminae yang masih tergolong spesies liar. Tanaman ini khas untuk lokasi
beraltitud tinggi yang mana forma bunga tanaman ini tidak tumbuh sempurna dan
tetap tertutup dalam pelepah daunnya yang kemudian digunakan masyarakat sebagai
pangan. Nilai sosial ekonomi tanaman ini adalah bunganya yang dipergunakan
untuk ragam sayuran. Di desa Banyuwangi tanaman ini diproduksi oleh penduduk untuk
dijual ke pasar.
keberadaan perkebunan teh Cirangsad di desa Banyuwangi, kecamatan Cigudeg.
Perkebunan ini setelah era pengakuan kedaulatan Indonesia diusahakan oleh
negara (kini PT Perkebunan Nusantara VIII).
![]() |
Peta land di Afdeeling Buitenzorg (1867) |
Teh
produksi [Tjirangsad] Tjigoedeg sangat terkenal tempo doeloe. Diantara produsen
dari Cina dan Jawa, produksi teh Tjigoedg cukup menonjol (lihat Bataviaasch handelsblad, 19-09-1891).
Disebutkan teh dari Tjigoedeg menampilkan sorteering kecil yang layak dipuji,
baik untuk dedaunan maupun rasa. Teh produksi perkebunan Tjiboengoer adalah (jenis/asal)
Assam yang indah dengan banyak warna kuning, sedangkan rasanya juga sangat
enak, penuh dan kuat.
Pada awal pengembangan
perkebunan di hulu sungai Tjisadane nama Tjigoedeg belumlah dikenal. Yang
dikenal adalah nama-nama tanah partikelir atau land (lihat peta land). Nama-nama
land yang ada di hulu sungai Tjisadane adalah land Tjiampea, land
Tjiboengboelang, land Sading atau Panjawoengan, land Sading Djamboe, land
Tjoeroek Bitoeng, land Bolang dan land Janlappa. Land Sading atau Panjawoengan dimekarkan
menjadi land Sading atau Panjawoengan, land Sading Djamboe dan land Sading Oost;
Land Sading Oost kemudian dikenal sebagai Leuwiliang. Land Sading atau
Panjawoengan digabung dengan land Sading Oost menjadi land Panjawoengan atau
Leuwiliang. Sementara itu land Tjoeroek Bitong kemudian dikenal sebagai
Nanggoeng.
![]() |
Bataviaasch handelsblad, 27-09-1879 |
Land yang pertama dibentuk adalah land Tjiampea. Dalam perkembangannya
land Tjiampea dimekarkan menjadi land Tjiampea dan land Tjiboengboelan; land
Sading atau Panjawoengan kemuedian dimekarkan menjadi land Sading atau
Panjawoengan dan land Sading Djamboe. Lalu dibentuk land Tjoeroek Bitoeng, land
Bolang dan land Janlappa.
land Bolang dan land Janlappa disatukan dalam satu distrik yang disebut
district Djasinga. Berdasarkan beslit pemerintah tanggal 24 September 1879 No 8
bahwa land Sading Djamboe dan land Tjoeroek Bitoeng atau Nanggoeng dipisahkan
dari district Djasinga dan kemudian dimasukkan ke district Leuwiliang (lihat Bataviaasch
handelsblad, 27-09-1879). Untuk sekadar catatan: pada awal pembentukan
pemerintahan, land Sading Djamboe masuk district Tangerang bersama dengan land
Roempin, tetapi kemudian dipisahkan dan dimasukkan ke district Djasinga (lihat Bataviaasch handelsblad, 02-03-1870).
![]() |
Kabupaten Bogor dimekarkan membentuk kabupaten Bogor Barat |
Belanda) di Afdeeling Buitenzorg, Residentie Batavia yang dipimpin oleh seorang
asisten residen yang berkedudukan di Buitenzorg pembagian wilayah terdiri dari
lima distrik: Buitenzorg; Tjibinong, Parong, Tjibaroesa dan Djasinga (lihat
Bataviasche courant, 04-10-1826). Para pemilik land di distrik Parong dan
distrik Djasinga mendirikan pasar. Paling tidak pada tahun 1829 telah terbentuk
pasar Tjiampea, pasar Sading atau Leuwiliang dan pasar Bolang (lihat Javasche
courant, 15-12-1829). Pada tahun 1936 jalan dari Buitenzorg (Bogor) ke Banten
melalui Tjiampea dan Djasinga telah ditingkatkan menjadi kelas dua (lihat
Javasche courant, 30-01-1836). Dengan adanya jalan ini telah memperlancar arus
orang dan barang (perdagangan). Lalu setelah beberapa dasawarsa sebagian
wilayah district Parong dan sebagian wilayah district Djasinga dipisahkan dan
kemudian disatukan dengan membentuk distrik yang baru yakni: Distrivt Leuwiliang.
Sejak 1879 distrik Leuwiliang terdiri dari, antara lain land: Tjiampea,
Tjiboengboelan, Sading Djamboe dan Tjoeroek Bitoeng.
nama Sading. Pada era VOC nama Sading untuk menggantikan nama Panjawoengan.
Oleh karena itu suatu area tanah partikelir disebut land Sading atau land
Panjawoengan.
![]() |
Kecamatan Leuwisadeng dan lokasi benteng Panjawoengan |
yang sudah terbentuk sebelumnya adalah land Tjiampea. Dalam perjalanan waktu
land Tjiampea dimekarkan menjadi land Tjiampea dan land Tjiboengboelang. Lalu
kemudian dibentuk land baru di Sindang Barang atau Dramaga, Tiga land ini
menjadi satu cluster pembangunan pertanian di wilayah pertemuan sungai Tjianten
dengan sungai Tjisadane. Setelah terbentuk land Sading atau Panjawoengan
dibentuk land baru yakni land Bolang sebagai suatu cluster baru di daerah
aliran sungai Tjikaniki. Land-land baru di hulu sungai Tangerang/sungai
Tjisadane ini menjadi terhubung satu sama lain.
![]() |
Titik singgung terdekat sungai Tjikaniki dan sungai Tjidoerian |
Land Bolang ini berada di
antara sungai Tjikaniki di sebelah timur dan sungai Tjidoerian di sebelah
barat. Di seberang sungai Tjikaniki di arah timur adalah land Tjoeroek Bitoeng (Nanggoeng) dan di seberang sungai
Tjidoerian di arah barat adalah land Janlapa (Djasinga). Sungai Tjikaniki sendiri
ke hilir bertemu sungai Tjianten (di Leuwiliang) dan kemudian sungai Tjianten
bertemu sungai Tjisadane di Tjiampea. Ke arah hilir menuju laut (di Telok Naga)
sungai Tjisadane kerap disebut sungai Tangerang.
menjadi land Sading (Panjawoengan), land Sading Oost, land Sading Djamboe dan
land Toeroek Bitoeng. Lalu kemudian land Sading Oost disebut (land) Leuwiliang
dan land Tjoeroek Bitoeng menjadi land Nanggoeng. Land Bolang dan land Janlappa
tetap eksis. Land Sading atau Panjawoengan kemudian hanya disebut land Sading. Nama
Panjawoengan yang telah muncul sejak awal pada era VOC tamat. Land Bolang berpusat
(landhuis) di kampong Tjigoedeg dan land
Janlappa berpusat (landhuis) di kampong Djasinga.
![]() |
Landhuis Bolang lama di Tjigoedeg (1910) dan Peta 1906 |
Setelah
ditetapkannya Djasinga sebagai ibu kota distrik tahun 1826 dan pengembangan
jalan raya (jalan kelas dua) landhuis Bolang yang sebelumnya berada di dekat
Toge dipindahkan ke kampong Tjigoedeg. Pada fase inilah dibangun bendungan
Sitoe Tjigoedeg untuk mengembangkan kanal irigasi di sekitar landhuis. Namun
dalam perkembangan lebih lanjut landhuis di kampong Tjigoedeg ini direlokasi ke
tempat yang lebih tinggi agar bebas banjir dan mendapat view situ yang lebih
indah. Pembangunan landhuis baru ini diduga kuat bersamaan dengan pembangunan
kebun teh di kampong Tjirangsad. Landhuis ini terus bertahan hingga pada
akhirnya di area landhuis ini dibangun kantor pusat PT PN VIII.
Seperti telah disebutkan di
atas dalam era pemerintahan Hindia Belanda nama Djasinga ditabalkan menjadi
nama Distrik dan kemudian nama Leuwiliang ditabalkan menjadi nama distrik yang
baru. Pada tahun 1908 dari lima distrik yang ada (Buitenzorg, Tjibinong,
Paroeng, Tjibaroesa, dan Leuwiliang) dibentuk onderdistrik yang dikepalai oleh
asisten demang.
![]() |
Peta 1901 |
Ondedistrik yang baru tersebut adalah Buitenzorg, Kedoengbadak, Tjiawi,
Depok, Roempin, Paroengpandjang, Tjimanggis, Tjileungsi dan Djonggol (lihat Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 29-01-1908). Untuk membantu Asisten
Residen yang berkedudukan di Buitenzorg diangkat tiga controleur yang
berkedudukan di Buitenzorg, Tjitrep dan Leuwiliang.
Pada tahun 1914 di
Residentie Batavia dibentuk pengadilan (landgerecht). Untuk wilayah afdeeling
Buitenzorg ditempatkan di Buitenzorg, Tjibinong, Tjibaroesa, Leuwiliang dan
Djasinga (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 13-06-1914). Ini menunjukkan bahwa
Leuwiliang telah menjadi tempat yang paling penting di wilayah west Buitenzorg.
Tidak hanya demang dan pengadilan tetapi di Leuwiliang juga tempat kedudukan
controleur. Pengadialan sendiri di wilayah Afdeeling Buitenzorg kali pertama
dibentuk pada tahun 1848 yang lokasinya (hanya) berada di Buitenzorg (lihat
Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad,
27-05-1848).
![]() |
Kecamatan-kecamatan di wilayah Bogor Barat |
mengapa awalnya hanya ada dua kecamatan di wilayah Bogor Barat, yakni: Leuwiliang
dan Djasinga (lihat Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 15-05-1951). Lalu dalam perkembangan
selanjutnya nanti kecamatan Leuwiliang yang tersisa dimekarkan kembali menjadi
kecamatan Leuwiliang dan kecamatan Leuwisadeng. Seperti disebutkan sebelumnya nama
awal Leuwisading adalah (land) Panjawoengan. Nama-nama land yang lain dijadikan
sebagai nama kecamatan, seperti: kecamatan Ciampea, kecamatan Cibungbulang,
kecamatan Nanggung (land Tjoeroek Bitoeng), kecamatan Cigudeg (land Bolang). Nama-nama historis inilah yang kini digagas menjadi satu kesatuan
wilayah yang baru dengan membentuk kabupaten baru: Kabupaten Bogor Barat. Ibu
kota kabupaten Bogor Barat telah dipilih di (kacamatan) Cigudeg. Keseluruhan
kabupaten Bogor Barat akan meliputi 14 kecamatan yang sekarang: Cigudeg,
Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang, Ciampea, Tenjolaya,
Tenjo, Rumpin, Jasinga, Parungpanjang, Sukajaya dan Dramaga.
Benteng (fort) Panjawoengan
tersisa dari warisan VOC/Belanda di wilayah hulu sungai Tangerang. Tentu saja
itu semua bermula dari awal. Suatu waktu di masa lampau yang dimulai dari
Tangerang (bukan dari sungai Tjiliwong, Bogor). Setelah berkembang di seputar
benteng Tangerang dan selesainya kanal Mookervaart (kanal pelayaran sungai dari
benteng Tangerang ke Batavia), VOC mulai melakukan ekspedisi-ekspedisi ke hulu
sungai Tangerang di Serpong (membangun benteng Sampoera) lalu diperluas ke
pertemuan sungai Tjianten dengan sungai Tjisadane di Tjiampea (membangun
benteng Tjiampea di pertemuan sungai Tjiaruteun dengan sungai Tjisadane). Pada
tahun 1713 benteng baru dibangun di Panjawoengan (di seberang sisi selatan
sungai Tjikaniki). Sejak inilah awal sejarah wilayah Cigudeg dimulai.
![]() |
Benteng Panjawoengan (Peta 1906) |
Benteng
Panjawoengan berada di sisi selatan sungai Tjikaniki antara kampong Kalong dan
kampong Pasirangin pada masa ini. Dari kampong Pasirangin jalur menuju ke kampong Soesoekan
(kini desa Banyuwangi, kecamatan Cigudeg). Sementara kampong Panjawoengan
(lokasi benteng Panjawoengan) kini bagian dari desa Kalong, kecamatan Leuwisadeng.
Dipilihnya kampong Panjawoengan sebagai tempat benteng, karena kampong ini
merupakan persimpangan. Dari Tjiampea terus ke barat menuju Djasinga dan ke
arah selatan menuju Nanggoeng.
Ciampea justru dikembangkan ke arah barat (bukan ke arah timur)? Pertama, untuk
eksplorasi ke arah timur dianggap telah menjadi bagian dari eksplorasi wilayah
hulu sungai Tjiliwong (sisi timur dari Meester Cornelis ke Tandjong, Tjibinong
dan Tjiloear; sisi barat dari Meester Cornelis ke Depok, Pondok Terong dan
Bodjong Gede). Kedua, untuk eksplorasi ke arah barat (melalui sungai Tjianten/sungai Tjikaniki) diduga
kuat karena alasan untuk mengeksplorasi wilayah mengikuti tanda-tanda jaman
kuno (yang diduga menjadi salah satu pusat kerajaan Taroemanegara).
![]() |
Arah pengembangan wilayah dari Tangerang ke Djasinga |
Eksplorasi
wilayah bertujuan untuk pengembangan wilayah untuk pembangunan pertanian (untuk
mendukung perdagangan VOC). Eksplorasi didahului oleh suatu tim ekspedisi yang
dipimpin oleh satuan militer. Dalam tim ekspedisi ini, seperti biasanya,
menyertakan para ahli: ahli pertahanan (militer sendiri); ahli geografi sosial
(untuk memetakan wilayah), ahli geologi, ahli botani dan bahkan ahli linguistik
(sosial budaya). Untuk wilayah hulu sungai Tjiliwong telah dilakukan pada tahun
1687 yang dipimpin oleh Sersan Scipio (dari Pelabuhan Ratu yang sekarang menuju
Bogor dan terus melalui sisi timur sungai Tjiliwong hingga Batavia) dan
dilanjutkan lagi pada tahun 1703 dari sisi barat sungai Tjiliwong dari Meester
Cornelis yang dipimpin oleh Abraham van Riebiek. Sementara itu ekspedisi lebih
lanjut di daerah aliran sungai Tangerang/sungai Tjisadane hingga Tjiampea dilakukan
setelah tahun 1687 dan sebelum tahun 1713 dengan membangun benteng di
Tjiaruteun (kemudian disebut benteng Tjiampea). Berdasarkan catatan harian
Kasteel Batavia (Daghregister), pada tahun 1713 ekspedisi diperluas ke arah
barat melalui sungai Tjianten yang lalu membangun benteng di Panjawoengan.
membangun benteng, itu merupakan indikasi bahwa wilayah sekitar ingin dipertahankan
untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi wilayah pertumbuhan ekonomi
(perdagangan) yang baru. Membangun benteng adalah suatu investasi dan membayar
militer dan tentara untuk menjaga (mempertahankan) adalah biaya-biaya tambahan
yang timbul. Untuk menutupi itu semua ke depan para ahli melakukan ekspektasi bahwa
wilayah itu ke depan akan menguntungkan secara ekonomi. Petunjuk wilayah itu
adalah wilayah potensial sudah diduga oleh para ahli bahwa wilayah sekitar
sungai Tjianten di masa lampau sebagai bagian dari pusat kerajaan
(Taroemanegara). Di wilayah itu ditemukan titik-titik penambangan emas.
![]() |
Peta 1724 |
Dalam
catatan Daghregister tanggal 24 Mei 1726 pemerintah VOC membuat ketentuan
terhadap penambangan yang dilakukan oleh para penduduk. Lalu pada tahun 1730 VOC
kembali mengirim ahli pertambangan untuk melakukan eksplorasi ke wilayah
sekitar sungai Tjiaruteun/sungai Tjianten (lihat Daghregister 2 Agustus 1730). Kekayaan wilayah
ekonomi pertambangan dan wilayah botani inilah yang menyebabkan VOC membangun
benteng di Panjawoengan di sisi utara sungai Tjikaniki di dekat Cigudeg yang
sekarang. Kampong Panjawoengan tempat dimana benteng dibangun merupakan jalur
ke Bolang/Djasinga (barat) dan jalur ke Tjoeroek Bitoeng/Nanggoeng (selatan).
Antara benteng Tjiampea dan benteng Panjawoengan inilah kini diketahui terdapat
sejumlah peninggalan jaman kuno (artefak) yang berada di sungai Tjiaruteun dan
sungai Tjianten. Para peneliti VOC saat eksplorasi awal pada tahun 1713 sudah
barang tentu menyimpulkan wilayah tersebut adalah eks kerajaan. Suatu
kota/wilayah kerajaan dibangun tentu karena wilayah itu sendiri sangat
potensial sejak masa lampau. Catatan: Nama Djasinga bukanlah nama lokal tetapi nama yang diturunkan
dari nama seorang komandan militer VOC Majoor Joan van Jasinga (komandan
ekspedisi VOC ke hulu sungai Tjisadane).
karena di kampong ini tempat lokasi rumah (landhuis) dari pemilik (landheer) land
Bolang. Nama land Bolang paling tidak sudah disebut pada tahun 1817 (lihat Bataviasche
courant, 19-07-1817). Disebutkan JT Reijnst akan menjual lahan Djasinga en
Bolang. Dalam hal ini, pemilik pertama land Bolang adalah JT Reijnst. Pembeli
land Bolang dan Djasinga adalah Leps. Komoditi utama dari land Djasinga dan Bolang
adalah padi.
![]() |
Landhuis Bolang dan Sitoe Tjigoedeg (1913) dan Peta 1906 |
Batas awal Residentie Batavia adalah sungai Tangerang/sungai Tjisadane. Perluasan
tanah-tanah partikelir (land) di sebelah barat sungai Tjisadane hingga sungai
Tjikande (sungai Tjidoerian) dilakukan setelah pemerintah menjual lahan kepada
swasta pada era Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811). Dengan perluasan ini,
yang menjadi tanah-tanah partikelir, maka sebagian wilayah Residentie Banten
dikurangi dan kemudian wilayah tersebut dialihkan menjadi bagian dari
Residentie Batavia. Batas Residentie Batavia dengan Residentie Banten yang baru
adalah sungai Tjikande atau sungai Tjidoerian. Sungai Tjidoerian mengalir
melalui Janlappa dan Djasinga dan juga menjadi pembatas antara land Bolang dan
land Tjoeroek Bitoeng. Lahan-lahan seperti Bolang dan Djasinga termasuk dalam
pembentukan land baru ini.
en Tjoeroek Bitoeng (lihat Bataviasche courant, 31-07-1819). Informasi ini mengindikasikan
bahwa Leps sebelumnya telah membeli land Tjoeroek Bitoeng dan menyatukannya
dengan land Djasinga en Bolang.
![]() |
Landhuis land Djasinga dan kantor demang (Peta 1906) |
Land Bolang berpusat di landhuis. Lokasi landhuis land Bolang berada di
sisi utara sungai Tjidoerian di dekat kampong Toge (kini di desa Mekarjaya,
Cigudeg). Nama Bolang sendiri merupakan nama kampong yang berada di sebelah
utara landhuis. Di kampong Bolang oleh pemilik land didirikan pasar (Pasar
Bolang). Kampong Bolang kini berada di desa Argapura (kecamatan Cigudeg). Di sisi
lain landhuis Bolang di seberang sungai Tjidoerian adalah kampong Garisoel
(kini desa Kalong Sawah, kecamatan Jasinga).
ini mulai dikembangkan lebih baik pada tahun 1826 sehubungan dengan pembentukan
district Djasinga. Ibu kota district Djasinga tidak berada di land Bolang
tetapi berada di land (kampong) Djasinga. Meski demikian, satu-satunya pasar di
distrik Djasinga hanya terdapat di Bolang. Pasar ini buka pada hari Sabtu
(lihat Javasche courant, 24-11-1829). Pasar terdekat dari pasar Bolang berada
di land Sading Oost atau Leuwiliang dan di (land) Tjikadoe (kini Tenjo).
![]() |
Landhuis land Bolang yang lama dan jalan raya (Peta 1906) |
Wilayah
distrik Djasinga terus berkembang, Untuk meningkatkan akses pemerintah menetapkan dan
meningkatkan mutu jalan menjadi jalan kelas dua pada tahun 1936 dari Buitenzorg (Bogor) ke
Banten melalui Tjiampea dan Djasinga. Posisi (kampong) Djasinga berada di jalan raya membuat Djasinga cepat tumbuh. Pada saat ini jembatan di atas sungai
Tjidoerian dekat kampong Boenar dibangun. Ini menunjukkan bahwa jalan utama melalui Djasinga (tidak
melalui labdhuis Bolang yang tidak jauh dari kampong Toge). Alasan pengembangan wilayah hingga ke Banten diduga menjadikan ibu kota distrik ditetapkan di land (kampong) Djasinga. Sementara itu, tiga land yang dulu dimiliki oleh Leps
telah dipisahkan menjadi land yang terpisah satu sama lain.
tahun 1837 diketahui dari iklan berita keluarga di surat kabar bahwa pemilik
land Bolang menyewakan kebun gula aren ke publik (lihat Javasche courant, 02-12-1837).
Pemilik land Bolang, Jan Mulder
dikabarkan meninggal dunia tiba-tiba pada tanggal 21 di perkebunan Koeripan.
JJ van Braam dan E Moormann en Co memberitahukannya ke publik (lihat Javasche
courant, 06-05-1843). Land Bolang milik alm J Mulder akan dijual melalui lelang
di Batavia pada bulan September (lihat Javasche courant, 26-07-1843). Siapa
yang membelinya tidak diketahui secara jelas tetapi telah diiklankan land
Bolang yang menghasilkan padi, gula aren dan lain akan disewakan selama tiga
tahun ke depan (lihat Javasche courant, 04-11-1843).
![]() |
Landhuis Nanggoeng dan batubara di Parakan Tiga (Peta 1906) |
Dalam perkembangannya, pemilik
land Bolang diketahui adalah kongsi van Nes dan van Motman (lihat Algemeen
Handelsblad, 09-07-1852). Van Motman diduga adalah salah satu anggota keluarga pewaris
land Dramaga. Berita lainnya dari land Bolang dilaporkan surat kabar De
Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en
advertentieblad, 03-05-1854. Disebutkan harimau memangsa seorang penduduk pada
malam hari dan baru keesokan harinya ditemukan penduduk tulang-tulang manusia
berserakan tidak jauh di dalam hutan. Namun tidak dijelaskan kejadian terjadi
di kampong mana. Surat kabar Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 07-05-1859 memberitakan bahwa di perkebunan Bolang,
dekat kampung Parakau Tiga, Tjisela, milik FHC vau Motman lapisan batu bara
telah ditemukan. Selanjutnya lapiran batubara itu telah diteliti oleh insinyur
pertambangan dari Buitenzorg dan Batavia. Lokasi tempat ditemukan batubara ini
di kampong Parakan Tiga di land Bolang berjarak satu pal dari landhuis
Nanggoeng (lihat Nederlandsche staatscourant, 31-12-1859).
pemilik land Bolang memindahkan landhuis ke kampong Tjigoedeg di dekat Sitoe
Tjigoedeg (di sisi jalan utama antara Buitenzorg-Djasinga). Pemilik land Bolang
tidak membangun pasar di Tjigoedeg. Pasar Bolang lambat laun ditutup dan kemudian
di land Bolang dibangun pasar yang baru yang disebut Pasar Poeroe (lihat De Tijd
: godsdienstig-staatkundig dagblad, 29-11-1861). Lokasi pasar ini berada di
dekat jembatan di jalan utama Buitenzorg-Djasinga (di Boenar). Sejauh ini di land Djasinga
sendiri tidak ada pasar.
![]() |
Lanhuis land Bolang baru di kampong Tjigoedeg (Peta 1906) |
Pemindahan
landhuis Bolang ke kampong/sitoe Tjigoedeg diduga karena lokasinya strategis
yang relatif berada di tengah land Bolang. Pada awal pembentukan land Djasinga
dan land Bolang dimiliki oleh satu orang sehingga lokasi landhuis dipilih di
dekat kampong Bolang (dekat dengan land Djasinga). Kini situasinya telah
berubah, sehingga pemilik land Bolang harus memindahkan landhuis dari kampong
Bolang ke kampong Tjigoedeg. Meski lokasi landhuis telah pindah ke kampong
Tjigoedeg, nama land tetap disebut sebagai land Bolang.
WA Baron Baud, Tidemann dan van Kerchem (lihat Java-bode : nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 23-06-1875), Kongsi pemilik ini menunjuk
J Micola sebagai Administrateur land Bolang en Janlappa. Dari informasi ini ada
indikasi land Bolang dan land Janlappa sebagai satu kesatuan kepemilikan. Beberapa
bulan kemudian diketahui bahwa di land Bolang akan mulai dilakukan budidaya teh
(lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,
18-10-1875).
tahun sebelumnya diketahui van Motman telah menjual land kopi Bolang (lihat
Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad,
13-04-1860). Disebutkan van Motman menjual land Bolang dalam rangka untuk
membeli land Boeboet (Kedong Badak). Sebagaimana diketahui kelaurga van Motman
adalah pemilik land Dramaga.
telah dijual kepada seorang pengusaha Cina Ong Kioe Poean. Dalam
perkembangannya land Janlappa akan disewakan kepada publik melalui notaris di
Batavia (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 11-10-1879). Tidak diketahui secara jelas apakah land
Bolang masing dimiliki oleh Mr. Baud cs.
![]() |
Perkebunan teh di land Tjoeroek Bitoeng (Nanggoeng), 1870 |
Pada
tahun 1879, berdasarkan beslit pemerintah tanggal 24 September 1879 No 8 land
Sading Djamboe dan land Tjoeroek Bitoeng atau Nanggoeng dipisahkan dari
district Djasinga dan kemudian dimasukkan ke district Leuwiliang (lihat Bataviaasch
handelsblad, 27-09-1879). Pemisahan ini diduga karena district Djasinga sangat
luas yang mana land Djasinga telah dimekarkan dengan membentuk land Janlappa dan
land Tjikadoe dimekarkan dengan membentuk land Tjikoppomajak. Dua land baru ini
berbatasan langsung dengan Residentie Banten.
1886 sebesar f500.000 (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 13-02-1886). Besarnya pajak yang disetor ke pemerintah
dihitung sebesar nilai persentase tertentu. Nilai verponding land Tjoerek
Bitoeng atau Nanggoeng sebesar f1.047.000. Penilaian ini dilakukan oleh suatu
komite,
![]() |
Java-bode voor Nederlandsch-Indie, 13-02-1886 |
land yang diusahakan oleh keluarga van Motman yakni land Tjiampea,
Tjiboengboelan dan land Panjawoeangan atau Sading dalam periode 1874-1886 masing-masing
sebesar f1.423,000, f273.000 dan f467.000 yang keseluruhan berjumlah f2.163,000
dengan pajak disetor per tahun ke pemerintah sebesar tertentu . Nilai
verponding ketiga land ini telah meningkat di dalam 70 tahun terakhir (lihat
tabel). Pada tahun 1818 nilai verponding land Tjiampea sebesar 550.000; land
Tjiboengboelang sebsar f52.100 dan land Panjawoengan atau Sading sebesar
f47.400. Keluarga van Motman menyewa tiga land tersebut sejak 1882 selama 15
tahun, Keluarga van Motman adalah pemilik land Dramaga. GWC van Motman sebagai
perintis di land Dramaga meninggal pada tahun 1821. Sementara itu diketahui bahwa land Tjikoleang dan
land Sadeng Djamboe tetap dimiliki oleh PC van Motman (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 06-08-1889).
antara ibukota district Leuwiliang dan ibukota district Djasinga tidak selalu
sejalan dengan kondisi moda transportasi yang ada. Pada dekade-dekade terakhir
ini jalur komunikasi melalui jalan raya cukup memprihatinkan. Dewan di
Buitenzorg kurang mempedulikan keluhan-keluhan masyarakat tentang kondisi
jalan. Jalan antara Panjawoengan dengan perbatasan land Bolang (Pasirangin)
sulit dilewati baik oleh pedati maupun kereta. Jalannya sangat berlumpur meski
tidak terlalu sulit untuk mendapatkan bahan kerikil. Masyarakat sekitar telah
mengeluh ke dewan (Raad) tetapi tidak digubris (lihat Bataviaasch handelsblad, 09-09-1889).
![]() |
Bataviaasch nieuwsblad, 23-11-1898 |
Seorang
pelancong dari batavia yang ingin ke Rangkas Bitoeng mencoba memilih jalan
pintas melalui Leuwiliang dan Djasinga (lihat Bataviaasch handelsblad, 30-07-1890).
Namun apa yang dirasakannya selama perjalanan sungguh menyedihkan. Ada empat
jembatan antara Buitenzorg dan Djasinga yang hancur diterjang banjir lebih dari
setahun yang lalu tetapi sudah beberapa lama tidak ada perbaikan. Rintangan
pertama di land Tjiampea (pal 9) kereta kudanya harus menggunakan getek dan
sesampai di seberang sungai sangat curan untu naik ke jalan raya, Nyaris
kudanya tidak mampu menarik kereta. Rintangaan kedua di land (Sading) Djamboe
(pal 21) menyeberang sungai *sungai Tjikaniki) tidak terlalu sulit tetapi segera menemukan jalan
yang buruk yang hanya terkesan dan lebih mirip jalan kerbau daripada
jalan kereta namun tiba di perbatasan land Bolang jalan tampak bagus.
![]() |
Perkebunan teh di land Tjoeroek Bitoeng (Nanggoeng), 1908 |
Di pal 32
jalan sangat buruk dan lalu di persimpangan Lawang Tadji terlihat ada pekerjaan
dari dinas PU untuk memperbaiki jembatan di atas sungau Tjidoerian (di Boenar). Kendaraan
kereta harus melalui sungai yang airnya tinggi dan sangat berbahaya jika air
meluap. Jembatan ini adalah perbatasan antara land Bolang dan land Djasinga.
Lalu akhirnya tiba di kantor Demang Djasinga. Setelah istirahat dilanjutkan
perjalanan dengan menunggang kuda ke Rangkas Bitoeng. Saya yakin bahwa
komunikasi yang baik dari Djasinga dengan Buitenzorg akan menguntungkan
Zuid-Bantam. Demikian harapan si pelancong.,
kesulitan dalam hal komunikasi dengan menggunakan moda transpostasi darat mulai
muncul usulan untuk pembangunan jalur kereta api. Jalur kereta api yang diusulkan oleh dewan yakni
dari Janlapa melalui Djasinga, Bolang ke Paroeng Pandjang. Sebagaimana
diketahui jalur kereta api dari Batavia ke Rangkas Bitoeng sudah terealisasi
melalui Tanah Abang, Palmerah, Serpong, Paroeng Panjang, Tjikadoe (kini Tenjo).
Namun usulan ini pada tingkat konsesi eksploitasi kereta api ditolak (lihat
Bataviaasch nieuwsblad, 23-11-1898). Tidak dijelaskan apa alasan usulan itu
ditolak. Tamat sudah harapan penduduk Bolang untuk mendapatkan moda
transportasi kereta api.
![]() |
Seorang wanita Eropa berbelanja di pasar Bolang, 1910 |
Land
Bolang (dan juga land Nanggoeng) termasuk wilayah yang cukup paling subur di wilayah
beraltitid tinggi di barat Buitenzorg. Kesuburan tanah di land Bolang boleh
jadi karena dampak letusan gunung Salak pada tahun 1699 yang jatuhan debu
vulkanik yang kaya kandungan unsur hara berada di dua land ini. Boleh jadi hal
ini mengapa di dua land ini terdapat perkebunan teh. Land Bolang juga terkenal
sebagai penghasil gula aren. Land Bolang tidak sebaik persawahan di land Djasinga,
tetapi land Bolang memiliki keutamaan sebagai penghasil holtikultura. Seperti
tampak dalam foto dimana seorang wanita Eropa berbelanja di pasar Bolang pada
tahun pada tahun 1910. Seorang petani menjajakan hasil panennya berbagai buah
dan sayuran, antara lain: petai, nenas, kol, bengkuang, pisang, pepaya,
manggis, talas, terubuk, jagung dan kacang-kacangan. Tentu saja ada telur bebek.
land Bolang dan land Djasinga seakan terisolasi hanya karena faktor buruknya
kondisi moda transportasi. Tentu saja tidak hanya produk perkebunan teh yang
harus menanggung biaya angkut yang lebih mahal tetapi juga produk pertanian
penduduk juga terhambat pemasarannya ke kota seperti Buitenzorg dan Batavia.
Sementara itu harapan untuk pembangun jalur kereta api masih sangat didambakan.
![]() |
Bataviaasch nieuwsblad, 11-02-1915 |
Bataviaasch
nieuwsblad, 11-02-1915: ‘Sudah ada rencana lama dengan pemerintah untuk
membangun jalur kereta api Buitenzorg-Penjawoengan-Djasinga hingga SS di Madja
di Bantam. Bertahun-tahun yang lalu, Tuan E. meminta konsesi untuk sebuah
jalur, mengikuti rute tersebut, tetapi tidak sesuai dengan SS di Madja, tetapi
melanjutkan dari Djasinga melalui Tjipanas-Sadjira ke Rangkas-Betoeng. Namun,
Mr. E. telah meninggal beberapa waktu yang lalu dan konsesi rencana pembangunan
jalur kereta api telah berakhir. Jalur, terutama bagian
Buitenzorg-Penjawoengan-Djasinga pasti akan kembali modal. Banyak perusahaan
besar yang sekarang memasok dan akan membuang grobak ketika julur sudah siap
dan digantikan dengan kereta api, yaitu land-land Nanggoeng, Mandalasarie,
Numala-Bolang, Djamboe, Tjiampea dan Dramaga, semua land ini dalam produksi
penuh dan ratusan ribu kilogram teh, karet dan lainnya dan juga ribuan ton
beras, machines dll. Sekarang seluruh transportasi berlangsung sepanjang jalan kelas
2 dan meskipun, saya percaya, perusahaan juga berkontribusi pada pemeliharaan
itu, transportasi sangat besar sehingga jalan menjadi sangat buruk di musim hujan.
Seseorang menemukan beberapa ketinggian yang sangat curam seleapas land
Djamboe, menyebabkan ratusan kuda mati sebelum waktunya. Transportasi di
sepanjang jalan besar Buitenzorg-Batavia dan di sepanjang Buitenzorg-Soekaboemi
tidak ada tiganya jika dibandingkan dengan Buitenzorg-Penjawoengan-Bolang.
Segera setelah jalur siap, jalan sebagian besar transportasi sepanjang itu lega
dan kemudian dapat dipertahankan dengan baik, yang saat ini tidak mungkin. Jalur
ini tentu saja hemat biaya, tidak hanya akan ada transportasi barang yang
melimpah, tetapi juga transportasi penumpang yang besar. Seseorang hanya perlu
membuat jalan sekali untuk sampai pada kesimpulan itu, karena seseorang
memiliki ratusan sado dan pedati dengan mereka serta rekan-rekan, dan alur yang
tak berujung menuju ke atas dan ke bawah. Ini adalah wilayah yang sangat
makmur, dimana jalur akan berjalan. Semakin baik Anda memulai, semakin baik’.
Untuk mengatasi persoalan
transportasi yang terus berlarut-larut akhirnya pada tahun 1915 para pemilik
land Bolang, Djasinga, Tjiampea dan Tjiomas mengirimkan surat ke dewan di
Batavia. Mereka ini ingin mendapat perhatian dari dewan dan juga untuk mendesak
pemerintah agar segera meningkatkan mutu jalan raya ke arah barat.
![]() |
Sungai Tjidoerian di Bolang, 1913 |
Pada
tahun 1915 dewan Batavia (Raad Batavia) membahas surat tangga 10 Oktober dari
para administrator land Bolang dan land Djasinga dan surat-surat dari kepala
administrator land Tjampea bertanggal 26 November dan 12 Desember 1915 serta
surat dari administrator perusahaan land Tjiomas 10 Desember 1915, di samping
korespondensi dengan Direktur Pekerjaan Regional Batavia, mengenai perbaikan jalan
Buitenzorg-Djasinga (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 21-12-1915).
pembangunan koneksi telepon yang berjalan secara eksklusif pada land Bolarg dan
land Djasinga untuk keuntungan dan untuk penggunaan Administrator land tersebut
(lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 14-10-1916). Sebelumnya
komunikasi yang sudah ada adalah telegraf di Djasinga.
![]() |
Bataviaasch nieuwsblad, 13-02-1917 |
Sebaran
distribusi land 1917 di Residentie Batavia sejak 1812 antara sungai Tjidoerian
di barat dan sungai Tjitaroem di timur telah berkurang. Pemerintah terus
melakukan upaya-upaya pembelian. Land yang pertama diakuisisi pemerintah (pada
era Gubernur Jendereal Daendels) untuk dijadikan kota antara lain adalah land
Bloeboer yang menjadi kota Buitenzorg,
land Weltevreden di Batavia dan sebagian dari land Tangerang. Jumlah terbanyak
berada di afdeeling Buitenzorg seluas 460.000 bau. Di stad Batavia hanya tingggal
9.000 bau karena nilainya tinggi diatasanya ada bangunan mewah menjadi sulit
dijangkau pemerintah (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 13-02-1917). Land terluas
saat ini adalah land Pamanoekan en Tjiassem seluas 300.000 bau (sebagian besar
luas land din Krwawang). Di afdeeling Buitenzorg land terluas adalah land
Tjipamingkis dan disusul land land Tjibaroesa dan dan land Pondok Gede (di
Tjiawi). Land Bolang sendiri seluas 30.250 bau, sedangkan land Djasinga se;uas
23.000 bau. Land lainnya di sekitar land Bolang terbilang relatif kecil seperti
land Janlapa, land Naggoeng, dan land (Sading) Djamboe.
![]() |
Pemilik land Bolang, CC Stoel van Holstein van Vloten (1910) |
Pada tahun 1918 pemerintah kembali membeli tanah partikelir yakni land
Ragoenan. Setahun kemudian land Janlapa Tjikopo Madjak diakusisi oleh
pemerintah (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 29-05-1919). Pada
tahun 1926 land Djasinga termasuk salah satu dari 10 land yang diakusisi oleh
pemerintah. Sembilan land lainnya tersebut adalah land Tigaraksa, land
Djatinegara, land Pondoklaboe, land Kebajoran, land Tjikokol, land Bazaar
Tangerang West (Grendeng), land Gandaria Noord, land Oeloe Pella dan land Pella
Petogogan. Pada tahun 1927 pemerintah mengakuisisi satu land lagi yakni land Tjiampea (lihat De Indische courant,
18-10-1927). Mengapa hanya land Djasinga yang diakusisi pemerintah boleh jadi
karena ibu kota distrik berada di Djasinga agar pemerintah lebih bebas untuk mengembangkan
kota Djasinga. Dalam hal ini alasan pemerintah mengakusisi land yang satu
menjadi prioritas dibanding yang lainnya karena alasan yang berbeda-beda.
Seperti land Ragoenan diakusisi pemerintah karena setahun sebelumnya ada
demonstrasi petani ke dewan karena pemilik land mengenakan nilai sewa yang
tinggi bagi penduduk yang menggarap lahan. Land Tjiomas juga sering dikabarkan
bermasalah dengan penduduk, tetapi pemerintah tidak berdaya karena harga land
Tjiomas terbilang tinggi. Land-land yang berada di barat cenderung tanpa
masalah karena para pemilik land tidak terlalu membebani penduduk dalam soal
pajak lahan maupun soal kewajiban rodi bagi penduduk di atas 17 tahun. Oleh
karena itu prioritas akusisi land Djasinga semata-mata diduga karena alasan ibu
kota distrik Djasinga. Pemilik land Bolang yang terakhir adalah Charles
Cornelis Stoel van Holstein van Vloten (yang keberadaannya di land Bolang
paling tidak sudah terinformasikan pada tahun 1910).
Land Bolang, land Nanggoeng
dan land Djasinga di wilayah terjauh afdeeleing Buitenzorg, Residentie Batavai
sesungguhnya tidak ada duanya. Dengan upaya perbaikan jalan yang terus
dilakukan arus komunikasi dari dan ke land-land tersebut semakin lancar.
Land-land ini sesungguhnya sangat eksotik dan karena itu para pelancong banyak
yang mengunjunginya. Ini dapat dilihat dari kesan sekelompok wisatawan dari
Batavia yang datang ke wilayah barat (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 11-10-1932).
![]() |
Gunung Tela di land Bolang, 1935 |
Tamasya yang sukses. Perjalanan yang dilakukan
oleh Asosiasi Aquaterra di Batavia di bawah kepemimpinan sekretaris pertama, Bapak
Menne ke Diasinga dapat dianggap sangat sukses. Pertama rombongan ditetapkan
untuk mengunjungi onderneming (enterprise) Nanggoeng dimana kesempatan untuk
berenang di sungai Tji Kaniki. Sungai ini membentuk beberapa danau kecil disana
dan airnya sangat jernih, hal ini terutama karena di hulu tidak terdapat kampung.
Rombongan mendapat sambutan yang ramah dari pemilik perusahaan di Nanggoeng. Gunung
Tela di land Bolang, 1935
![]() |
Sungai Tjidoerian di Djasinga, 1935 |
Kemudian kami melanjutkan perjalanan
ke land Bolang dimana kami menikmati panorama gunung yang indah. Di kejauhan
terlihat gunung Tela yang di bawahnya terdapat perkebunan teh. Akhirnya kami menuju
ke Djasinga untuk mendapat kesempatan ke sumber air panas di Tjipanas di
(wilayah) Bantam. Kami menginap di pesanggrahan yang tidak terlalu mahal. Dalam
perjalanan pulang kembali kami membawa ikan akuarium yang eksotik dari Djasinga,
suatu tempat ditemukan ikan yang tidak begitu umum disini di Jawa. Kami sangat
puas dalam tamasya ini.
1713 (era VOC), akan segera menemukan jalan menuju masa depan (era milenial).
Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1826 tidak memperhitungkan kampong
Tjigoedeg (land Bolang) sebagai ibu kota distrik melainkan yang dipilih dan
ditetapkan adalah kampong Djasinga (land Janlapa).
![]() |
Lanskap Tjigoedeg diantara gunung Tela dan gunung Tenjoleat |
Wilayah
land Bolang yang tempo dulu kini menjadi kecamatan Cigudeg. Gunung tertinggi di
kecamatan Cigudeg terbilang hanya gunung Tela. Puncak gunung ini setinggi 750 M
dpl. Jika dilihat dari kampong (kota) Tjigoedeg, gunung Tela terkesan tinggi.
Hal ini karena kampong Tjigoedeg sendiri berada di ketinggian 400 M dpl. Namun
gunung Tela tidak terlalu tinggi jika dilihat dari perkebunan teh Tjirangsad
maupun dari kampong Soesoekan. Hal ini karena kedua kampong ini berada di ketinggian
660 M dpl. Oleh karena itu dari desa Banyuresmi, jika melihat ke arah Tangerang
seakan semuanya tampak jelas.
![]() |
Landhuis land Bolang dipindahkan dari Toge ke Tjigoedeg |
Gunung
kedua tertinggi adalah gunung Tenjoleat. Namun gunung yang berada ke arah
Djasinga ini sejatinya hanya berbeda sedikit ketinggiannya jika dibandingkan dengan
kampong Tjigoedeg. Posisi gunung Tenjoleat yang berada di area yang lebih
rendah (ke arah Djasinga) sehingga dengan ketinggian 471 M dpl seakan tampak
tinggi. Oleh karena itu, semua area di wilayah land Bolang (kecamatan Cigudeg)
pada masa ini dapat dijangkau. Gunung Tela di kampong Tjirangsad hanya terkesan
ketinggiannya sekitar 100 meteran. Bandingkan dengan melihat gunung Tenjoleat
dari Boenar terlihat tinggi sekitar 300 meteran. Boenar sendiri berada di tidak
jauh dari Djasinga.
Hanya investor Jerman yang
memperhitungkan land Bolang (Tjigoedeg) pada tahun 1875 untuk dijadikan sebagai
perkebunan teh di kampong Tjirangsad (8 Km dari kampong Tjigoedeg). Atas dasar
inilah kemudian ibu kota (landhuis) land Bolang dipindahkan dari kampong Bolang
(kini desa Mekarjaya) ke kampong Tjigoedeg. Kini, kota Tjigoedeg akan
menggantikan peran historis kota Bogor.
![]() |
Lokasi kantor kecamatan Cigudeg dan kantor pusat PT PN VIII |
Area
landhuis ini di kampong Tjigoedeg kini menjadi area kantor pusat PT PN VIII.
Masa depan yang cerah memang tidak pergi kemana, tidak lama lagi area di
wilayah pegunungan ini akan menjadi Ibu Kota Kabupaten Bogor Barat. Itulah
nasib baik Tjigoedeg setelah menunggu hampir tiga abad lamanya.
Ketinggian Kota Bogor sekitar 300 meter di atas permukaan laut (dpl). Kota
Bogor tidak sejuk lagi. Tempoe doeloe Bogor dipilih para petinggi VOC sebagai
buitenzorg karena hawanya sejuk. Tapi kini Kota Bogor hawanya terkesan panas
(vegetasi berkurang, tanah permukaan yang tertutup dan polusi yang semakin
tinggi menyebabkan kota Bogor semakin gerah.
![]() |
Ketinggian area di Bogor Barat (M dpl) |
Berdasarkan
hasil pengukuran pada peta-peta mikroskopik di wilayah West Buitenzorg (1906) di
district Leuwiliang dan district Djasinga, area tertinggi berada di kampong Tjirangsad
(dimana terdapat perkebunan teh). Area-area di sekitar yang cukup tinggi adalah
kampong-kampong Paboearan, Soesoekan dan (perkebunan (Tjikasoengka). Di area di
dekatnya di jalan raya, kampong (kota) Tjigoedeg ketinggiannya berkisar antara 375-397
meter dpl. Ini mengindikasikan bahwa ibu kota kabupaten Bogor Barat merupakan
area tertinggi, sejuk dan sedap memandang ke berbagai arah. Bandingkan dengan
kampong (kota) Djasinga yang hanya sekitar 90 M dpl dan kampong (kota)
Leuwiliang 220 M dpl. Area IPB yang sekarang sekitar 175 M dpl. Kota Bogor
sendiri sekitar 200 M dpl.
Kota Cigudeg berada di
ketinggian sekitar 400 M dpl. Wilayah Tjigoedeg yang akan menjadi ibu kota
kabupaten Bogor Barat merupakan wilayah tertinggi di jalur ekonomi
Buitenzorg-Djasingan. Tidak hanya hawanya yang sejuk, kota Cigudeg memiliki
lanskap yang aduhai. Apakah ini akan menjadi peluang bagi kota Cigudeg untuk menjadi
destinasi wisata dan ruang untuk weekend?
![]() |
Cigudeg, kandidat ibu kota kabupaten Bogor Barat |
Potensi
yang ditawarkan oleh alam Cigudeg yang segar akan sendirinya bertemu dengan
preferensi orang kota yang lelah (terutama dari Jabodetabek). Ruang pembangunan
properti dan real estate, sedikit atau banyak akan bergeser ke wilayah Bogor
Barat mendekati kota Cigudeg. Satu lompatan besar akan terjadi di wilayah
Cigudeg. Akan terjadi sinergi antara dinamika pusat pemerintahan di kota
Cigudeg dengan dinamika bisnis-bisnis yang lain. Kota Cigudeg akan segera
menjadi kosmopolitan. Apakah rencana pembangunan jalur kereta api ddari Paroeng
Pandjang yang dulu tertunda di era Hindia Belanda akan dibangkitkan kembali
dengan rencana strategis KRL Commuter Jabodetabek?
situs-situs destinasi wisata dibangdingkan daerah Puncak (wilayah Bogor timur).
Wilayah sekitar Cigudeg sangat di Bogor Bnarat berlimpah situs-situs eksotik
bahkan terdapat situs-situs masa lampau tersebar dimana-mana, tidak hanya situs
era Taroemanegara, juga situs-situs kuno seperti gua. Tentu saja situs kuno peninggalan
era VOC (benteng Tjiampea dan benteng Panjawoengan serta benteng Djasinga) dan
peninggal era Hindia Belanda di Nanggung dan tentu saja perkebunan tua di
Cirangsad.
bisa membayangka suatu ketika di masa nanti Tangerang (Selatan), Cigudeg dan
Pelabuhan Ratu, area Ciletuh dan Sukabumi terhubung dengan jalur kereta api.
Tidak terpikirkan memang tetapi masuk akal dengan terbentuknya jalur lingkar
yang menghubungkan Serpong (Kota Tangerang), Cigudek (ibu kota Bogor Barat) dan
Pelabuhan Ratu (ibu kota Soekabumi). Pada era Hindia Belanda JP Motman
(pengusaha pertanian di Bolang dan Tjoeroek Bitoeng) pernah menggagas jalur
kereta api dari Paroeng Pandjang/Serpong ke Djasinga via Tjigoedek dan juga
Eekhout (pengusaha pertanian di Djampang Keolon) menggagas jalur kereta api
dari Sagaranten/Tjiletoeh ke Leuwiliang via Parakan Salak. Kedua jalur ini
layak tetapi ditolak oleh perusahaan kereta Hindia Belanda.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.