Lantas
apa pentingnya sejarah societeit? Yang jelas dari adanya societeit orang-orang Eropa
(Belanda) ini, orang pribumi belajar berorganisasi dengan membentuk organisasi
sosial kebangsaan sendiri (seperti Medan Perdamaian, Boedi Oetomo dan Indische
Vereeniging). Lalu bagaimana sejarah societeit di Kota Radja, Atjeh? Nah, itu dia. Seperti kata ahli sejarah
tempo doeloe, semuanya
ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber
tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya
untuk lebih menekankan saja*.
Atjeh Club di Kota Radja
Pada
tahun 1878 di Kota Radja telah dibentuk organisasi sosial yang diberi nama ‘Atjeh
Club’ dan telah disyahkan oleh pemerintah sebagai organisasi sosial yang
memiliki legal standing (Staatsblad 1878 No. 284). Ini dengan sendirinya telah
menambah jumlah societeit di seluruh Hindia Belanda.
Societeit yang sudah memiliki lagal standing
adalah De harmonie di Serang (Ordonnancie 9 Februar) 1876, Staatsblad No. 40;
De Harmonie di Batavia; Concordia di Batavia; Chinesehe sociëteit ‘Batavia’ di
Batavia (Besluit 28 april 1876 No. 10); Phoenix di Cheribon; Amieitia di
Indramajoe (Besluit 23 December 1874 No. 21); Slamat di Tegal (Besluit 5
Oktober 1875 No. 12); Deleetatio di Pekalongan (Besluit 1 april 1874 No. 9); Amicitia
di Semarang; Boen Hian Tong di Semarang (Ordonnancie 9 Februari 1876,
Staatsblad No. 48); Sociëteit Mangoensari di Kendal (Ordonnancie 6 November
1875, Staatsblad No. 210); Soeka Ramé di Pati; Concordia di Rembang; De
Harmonie di Toeban (Ordonnantie 26 April 1878, St. No. 144); Burgersoeieteit
Soembing di Temanggoeng (Besluit 12 Mei 1875 No. 5); Coneordia di Soerabaja; De
Club di Soerabaja; Modderlust di Soerabaja (Ordonnantie 9 Juli 1874, Staatsblad
No. 182); Vereeniging Constantia di Soerabaja (Ordonnantie 10 September 1875 No.
3, Staatsblad No. 197); Park Simpang di Soerabaja (Ordonnancie 19 April 1876 No.
8, Staatsblad No. 107); Gezelligheid di Soerabaja (Staatsblad 1876 No. 50); Gezelligheid
di Pamekasan (Ordonnantie 3 Augustus, 1876 No. 1, Staatsblad No. 199); Sociëteit
Soeka-hati di Soemenep (Ordonnancie 10 September 1875 No, 1, Staatsblad no. 8);
Harmonie di Probolingo (Ordonnancie 13 Juli 1876 No. 4, St. no. 173); Den Briel
di Besoeki; Den Dam di Sitoebondo; Sociëteit Tempeh Limpeni di Loemadjang
(Ordonnancie 29 Juli 1878, St. No. 208) ; Sociëteit Poerworedjo di Poerworedjo
(Ordonnancie 6 September 1876 (Staatsblad No. 231 dan St. 1878 No. 113);
Harmonie di Banjoemas (Ordonnancie 11 April 1876 No. 1, Staatsblad No. 93); De Verpoozing
di Tjüatjap; De Gezelligheid di Banjoewangi (Staatsblad 1876 No. 120; Phoenix
di Kediri (Besluit 5 December 1872 No. 30); Harmonie di Soerakarta (Ordonnancie
22 December 1874 No. 10, Staatsblad No. 283); De Merapi di Bojolali (Staatsblad
1873Nno. 282); De Vereeniging di Djokjakarta; De Harmonie di Ngawi (Staatsblad
1873 No. 201); Burgersocieteit di Padang (Ordonnancie 13 Februarij 1875 No. 26,
Staatsblad No. 51); Sociëteit de Eendracht di Padang (Ordonnancie 29 November
1877, Staatsblad No. 240); Belvédère di Port de Koek (Ordonnancie 26 April 1876
No. 7 (Staatsblad, No. 122); Schoonverbond di Palembang (Staatsblad 1873, No.
73); Sempiterne di Riouw (Staatsblad 1878 No. 285); Witte Sociëteit di
Singkawang (Ordonnancie 25 Augustus No. 25, Staatsblad No. 191); Sociëteit Minahassa
di Menado (St. 1878 No. 182); De Harmonie di Makasser (Besluit 1 November 1877 No.
11); De Eendragt di Amboina (St. 1873 No. 189); De Gezelligheid di Banda (Ordonnancie
29 Maart 1878 No. 15, Staatsblad No. 119); Minerva di Ternate.
Hingga
berdirinya societeit Atjeh Club di Kota Radja pada tahun 1878, di Medan belum
ada organisasi sosial. Di Sumatra baru terdapat di Padang, Palembang, Fort de
Kock dan Kota Radja. Ini mengindikasikan bahwa jumlah societeit belum banyak
dan belum menyeluruh di seluruh Hindia Belanda.
Di Medan tentu saja belum ada organisasi
sosial (societeit). Hal ini karena kota Medan masih kota yang sangat kecil. Di Medan
baru dibentuk cabang pemerintah dan ditempatkan seorang Controleur pada tahun
1875. Sehubungan dengan penempatan Controleur di Medan, status controleur di
Laboehan sejak 1863 ditingkatkan menjadi Asisten Residen (Afdeeling Deli); Baru
pada tahun 1879 ibu kota Deli dipindahkan dari Laboehan ke Medan (status
controleur di Medan ditingkatkan menjadi Asisten Residen, sebaliknya di
Laboehan diturunkan menjadi Controleur). Afdeeling Deli termasuk Residentie
Oostkust van Sumatra yang beribukota di Bengkalis. Pemindahan ibu kota dari
Laboehan ke Medan karena investor semakin banyak yang membuka perkebunan di
sekitar Medan. Kota Medan cepat berkembang. Pada tahun 1883 ibukota Residentie
Oostkust van Sumatra di Bengkalis dipindahkan ke Medan. Organisasi sosial di
Medan baru dibentuk pada tahun 1883 (dengan nama De Witte Societeit).
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Organisasi Kebangsaan
Indonesia
Di
Padang pada tahun 1900, seorang mantan guru, Dja Endar Moeda menggagas suatu
organisasi sosial (societeit) yang dikelola oleh orang pribumi. Organisasi
sosial ini diberi nama Medan Perdamaian. Organisasi ini dapat dikatakan
organisasi kebangsaan pribumi (Indonesia) yang pertama, jauh sebelum organisasi
kebangsaan Boedi Oetomo didirikan di Batavia pada bulan Mei 1908 oleh Raden
Soetomo dkk (yang berkuliah di STOVIA).
Dja Endar Moeda setelah bertugas sebagai guru
selama 10 tahun di berbagai tempat, pada tahun 1894 pensiun di Singkil dan
kemudian berangkat naik haji ke Mekkah. Sepulang haji, Dja Endar Moeda memilih
bertempat tinggal di Padang (ibu kota Province Sumatra’s Westkust). Pada tahun
1895 Dja Endar Moeda mendirikan sekolah swasta di Padang karena banyak penduduk
usia sekolah tidak tertampung di sekolah pemerintah. Pada tahun 1897 Dja Endar
Moeda diminta penerbit untuk menjadi editor surat kabar berbahasa Melayu Pertja
Barat (editor pribumi pertama(. Pada tahun 1900 Dja Endar Moeda mengakuisisi
surat kabar tersebu termasuk percetakannya. Pada tahun itu Dja Endar Moeda
menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu Tapian Na Oeli dan majalan dua
mingguan Insulinde. Dengan portofolio yang tinggi tersebut menginisiasi
organisasi kebangsaaan Medan Perdamaian yang mana surat kabar Pertja Barat
sebagai organnya. Dja Endar Moeda bertindak sebagai direktur pertama Medan
Perdamaian, organisasi yang bersifat nasional. Pada tahun 1902 Medan Perdamaian
memberikan sumbangan ke Semarang sebesar f14.000 untuk peningkatan pendidikan pribumi
di Semarang.
Menjelang
kongres pertama Boedi Oetomo di Djogjakarta pada bulan Oktober 1908, organisasi
Boedi Oetomo diokupasi oleh golongan senior yang umumnya pejabat lokal dan
misinya berubah dari nasional menjadi kedaerahan (hanya Jawa, Madura dan Bali).
Mendengar berita itu, seorang mahasiswa di Belanda, Soetan Casajangan
berinisiatif mendirikan organisasi yang berhaluan nasional. Soetan Casajangan
mengundang seluruh mahasiswa pribumi di Belanda ke rumahnya di Leiden untuk
rapat pembentukan organisasi kebangsaan. Hasil rapat pada tanggal 25 Oktober
1908 disepakati didirikan organisasi Indonesia dengan nama Indische Vereeniging
yang mana secara aklamasi mengangkat Soetan Casajangan sebagai presiden
organisasi. Pada tahun 1924 Mohamad Hatta dkk mengubah nama Indische
Vereeniging menjadi Perhimpoenan Indonesia (PI).
Soetan Casajangan adalah seorang guru di
Padang Sidempoean, yang pada tahun 1905 melanjutkan pendidikan ke Belanda untuk
mendapatkan akta guru setara Eropa. Pada saat tiba di Belanda, jumlah mahasiswa
pribumi baru satu orang yakni Raden Kartono (abang dari RA Kartini). Pada tahun
1908 jumlah mahasiswa pribumi di Belanda sudah mencapai duapuluhan. Radjioen
Harahap gelar Soetan Casajangan kelahiran Padang Sidempoean lulus sekolah guru
di Kweekschool Padang Sidempoean pada tahun 1887 ( yang mana sebagai direktur
sekolah adalah Charles Adriaan van Oppuijsen). Sekolah guru (kweekschool)
Padang Sidempoean dibuka pada tahun 1879 (pengganti sekolah guru di Tanobato
yang dibuka 1862 dan ditutup pada tahun 1872). Salah satu lulusan pertama
Kweekschool Padang Sidempoean pada tahun 1884 adalah Saleh Harahap gelar Dja
Endar Moeda, kelabhiran Padang Sidempoean. Hal itulah mengapa organisasi
kebangsaan yang pertama di Padang (Medan Perdamaian) terhubung dengan
organisasi kebangsaan di Belanda (Indische Vereeniging) yang sama-sama
berhaluan nasional.
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.