Sejarah

Sejarah Bahasa (222): Bahasa Amahai Pulau Seram Bagian Tengah Pantai Selatan; Upu Ama, Ama Mahai dan Ama Hei Namakala


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Bahasa
Amahai adalah bahasa dituturkan di kecamatan Amahai di Pulau Seram bagian
selatan agak ke barat, dekat Masohi, Maluku Tengah. Jumlah populasi suku ini
sekitar 10.000 jiwa. Suku Amahai umumnya berbudaya seperti orang Ambon. Bahasa
suku Amahai disebut bahasa Amahai yang masih serumpun dengan bahasa-bahasa
Nunusaku, yaitu rumpun dan bahasa-bahasa asli di Pulau Seram dan sekitarnya.

Amahai adalah negeri di kecamatan Amahai,
Kabupaten Maluku Tengah, terikat pela dengan Ihamahu. Amahai disebut dan
ditulis juga Amahei. Amahai terdiri dari dua suku kata ama dan mahai. Ama
artinya bapak dan mahai artinya hidup. Kata amahei berasal dari kalimat “Ama
Hei nama Namakala” berarti bapak sejak dahulu kala. Sejarahnya: dalam
persidangan amarale kecil (saniri kecil) dari Inama Halulepesia maka ucapan
kalimat di atas disebutkan upu ama bagi orang tertua dan hidup sejak dari
nunusaku sampai menyebar dari uwe paurita sampai hatumete. Pada zaman Gubernur
Arnold de Vlaming van Oudshorn melancarkan perang hongi (1652) menyerang
kerajaan Iha yang tak mau takluk. Pusat kerajaan Iha berada di gunung Ama Iha yang
sukar untuk ditaklukan. Secara geografis Amahai terletak dalam sebuah teluk
yang sangat indah, di peluk oleh dua buah tanjung yang mengajur ke laut, masing-masing
tanjung Kuako dan Umuputi
. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa
bahasa Amahai di pulau Seram Bagian Tengah pantai selatan?
Seperti disebut di atas
bahasa Amahai dituturkan di Amahai. Upu Ama, Ama Mahai dan Ama Hei Namakala. Lalu
bagaimana sejarah bahasa bahasa Amahai di pulau Seram Bagian Tengah pantai
selatan?  Seperti kata ahli sejarah tempo
doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan
imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.

Bahasa Amahai di Pulau Seram Bagian Tengah Pantai
Selatan; Upu Ama, Ama Mahai dan Ama Hei Namakala

Bahasa Amahai di pantai selatan pulau Seram.
Sebenarnya tidak terlalu jauh dari Amboina apalagi dari Saparua. Namun dari
masa ke masa mengapa pulau Seram khususnya Amahai tidak dikenal? Ibarat kata pepatah:
‘dekat di mata, jauh di hati’. Itulah yang terjadi sejak kahadiran
Eropa/Belanda sejak era Portugis dan VOC/Belanda. Bahkan pada permulaan
Pemerintah Hindia Belanda juga pulau Seram nyaris tidak terinformasikan.


Wilayah Maluku begitu luas. Oleh karenanya pada permulaan Pemerintah
Hindia Belanda ditetapkan sebagai satu wilayah pemerintah di bawah seorang gubernur
yang terdiri tiga residentie: Amboina, Banda dan Ternate. Gubernur berkedudukan
di Amboina. Gubernur didamping dua Residen di Banda dan di Ternate. Wilayah
(pulau) Seram sendiri termasuk yang berada langsung di bawah guburnur. Di
wilayah ini ditempatkan seorang adisten residen di Saparoe en Haroekoe dan
seorang asisten residen di Hila en Larieke. Di wilayah Boeroe ditempatkan
pejabat setingkat opziene. Sedangkan di wilayah Seram seorang militer
berpangkat letnan dua. Setelah hampir setengah abad dibentuk afdeeling Sera,
dengan nama afdeeling Wahai, seorang militer kemudian digantikan seorang pejabat
setingkat Controleur yang ditempatkan Wahai (lihat Almanak 1853). Sepuluh tahun
kemudian pejabat sipil diketahui telah digantikan kembali seorang militer
dengan letnan satu yang berfungsi sebagai Controleur (lihat Almanak 1863).
Mengapa? Dalam perkembangannya fungsi gubernur dihapuska, dan di Amboina digantikan
seorang Residen yang langsung bertanggungjawab ke pusat (sebagaimana residen di
Banda dan di Ternate). Di afdeeling Wahai tetap tidak berubah hingga tahun 1873
(lihat Almanak 1873).

Seperti disebut di artikel sebelumnya, pada tahun 1875
satu ekspedisi militer dikirim ke Wahai untuk melumpuhkan pemberontakan orang Huaulu
dan Nusanema serta Werinama. Perlawanan kelompok populasi di pedalaman pulau
Seram ini akhirnya dapat dilumpuhkan. Lalu pemerintah membentuk cabang
pemberintahan di pulau Seram tetapi sebagai satu afdeeling. Pejabat sipil
kembali ditempatkan di Wahai sejak 16 Desember 1876. Dalam perkembangannya
afdeeling Wahai digabung dengan pulau-pulau Banda sebagai satu afdeeling dengan
nama afdeeling Wahai en Banda (lihat Almanak 1882). Penggabungan ini tidak
lama. Pada 1886 diketahui afdeeling Wahai en Banda telah dilikuidasi kemudian
dibentuk tiga afdeeling, yakni: afdeeling Banda, afdeeling Kairatoe dan
afdeeling Amahei (Almanak 1886). Tamat afdeeling Wahai.


Wilayah Afdeeling Kairatoe dan Afdeeling Amahai membagi pulau Seram
menjadi dua bagian (sebelah barat dan sebelah tengah/timur). Beberapa nama
tempat di afdeeling Kairatoe adalah Kamarian, Hatoe Soea, Waisamoe, Kaibobo, Manipa,
Boano dan Loki; sementara di afdeeling Amahei adalah Amahei, Makariki, Aiwaja, Samasoeroe
dan Paulohi.

Amahei adalah wilayah pertam di pulau Seram yang
ditaklukkan. Itu terjadi setelah satu ekspedisi untuk melawan orang Amahei pada
tahun 1851 (bulan Mei). Ekspedisi ini bersamaan dengan ekspedisi ke Mahariko.
Sejak 1855 mulzi masuk zending di Amahei (lihat Java-bode: nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 31-10-1855). Lalu seperti yang disebut
di atas pada tahun 1875 dilakukan ekspedisi ke Wahai terutama untuk melawan
kelompok populasi Huaulu dan Manoetoe. Yang setelah itu dipulau Seram dibentuk
afdeeling Wahai.


Dalam perkembangannya di pulau Seram dibentuk lagi afdeeling baru yakni
dengan nama yang sama dengan sebelumnya afdeeling Wahai. Pembentukan afdeeling
Wahai ini sesuai Stbls No 230 tahun 1895. Dengan demikian di pulau Seram
terdapat tiga afdeeling (Kairatoe, Amahei dan Wahai). Dalam hal ini afdeeling
Kairatoe adalah wilayah barat pulau Seram, sedangkan bagian tengah/timur dibagi
dua afdeeling: afdeeling Amahei bagian selatan dan afdeeling Wahai bagian
utara. Untuk memperkuat pemerintahan ditempatkan satu detasemen militer masing-masing
di Amahei dan Wahai.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Upu Ama, Ama Mahai dan Ama Hei Namakala: Terbentuknya
Bahasa Amahai

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar
rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog
hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang
tidur.
Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top