*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Bahasa
Maybrat adalah bahasa di bagian
tengah Semenanjung Kepala Burung di provinsi Papua Barat Daya dan sebagian
besar penuturnya terkonsentrasi di sekitar Danau Ayamaru. Maybrat juga dikenal
sebagai Ayamaru, sesuai dengan nama dialek utamanya, sedangkan dialek Karon
Dori dihitung sebagai bahasa tersendiri. Maybrat belum berhubungan dengan
bahasa lain, sehingga sering dianggap sebagai bahasa terisolasi. Bahasa Maybrat
adalah salah satu bahasa yang paling banyak penduduknya di Papua.
Bahasa
Maybrat dituturkan 25.000 penutur (1987). Maybrat dikelilingi banyak bahasa. Di
utara Abun dan Mpur; di timur Meyah dan Moskona; Di selatan Arandai, Kaburi,
Kais, dan Konda; Di barat Tehit dan Moraid. Bahasa Melayu sebagai lingua franca
pada masa Hindia Belanda. Bahasa Maybrat enam dialek: Mayhapeh (di Ayawasi,
Kokas, Mosun, Konya, Kumurkek); Mayasmaun (Ayata, Kamat, Aisa); Karon (Senopi,
Fef); Maymare (Suswa, Baginda); Maymaru (Ayamaru di distrik Ayamaru dan distrik
Ayamaru Timur); Mayte (Aytinyo, Fuoh) di distrik Aytinyo. Dialek paling berbeda
Karon. Bahasa Maybrat konsonan relatif sedikit dan jarang jenis konsonan ganda.
Jenis kelamin: maskulin dan tidak bertanda. Morfologi sederhana, kata kerja dan
kata benda menggunakan awalan orang. Ada sistem demonstratif yang rumit
(kata-kata seperti ‘ini’ atau ‘itu’), dengan pengkodean jarak dari pembicara,
kekhususan, dan fungsi sintaksis. Dalam klausa, urutan kata subjek-kata
kerja-objek cukup kaku, dalam frasa kata benda, pengubahnya mengikuti kata
benda utama. Urutan kata kerja, termasuk kata kerja serial sangat umum, dan
kata kerja digunakan untuk sejumlah fungsi seperti bahasa Inggris dilayani kata
sifat atau preposisi. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Maybrat di tengah
Semenanjung Teminabuan? Seperti disebut di atas bahasa Maybrat dituturkan di
Maybrat. Kampong Kumurkek distrik Aifat kabupaten Maybrat. Lalu bagaimana sejarah
bahasa Maybrat di tengah Semenanjung Teminabuan? Seperti kata ahli sejarah
tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.Link https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.
Bahasa Maybrat di Tengah Semenanjung Teminabuan;
Kampong Kumurkek Distrik Aifat Kabupaten Maybrat
Sejatinya wilayah Papua sudah sejak lama dipetakan. Namun
selama itu wilayah pulau Papua di bagian ‘kepala burung’ hanya dilihat dari
luar pulau di wilayah pantai. Wilayah pedalaman Vogelkop (kepala burung) ini belum
pernah dikunjungi oleh orang Eropa. Orang Eropa/Belanda hanya ada di Sorong dan
Manokwari serta Fakfak.
Disebutkan wilayah Vogelkop yang luas dan hampir tidak
dikenal. Kondisi medan yang seringkali sangat sulit. Untuk mencapai wilayah
pedalaman, jantung kepala burung (vogelkop) orang Belanda hanya dapat diakses dari
empat titik: Manokwari, Soromg, Inanwatan dan Steenkool. Peta 1935: Danau
Amaroe
Sebelum mengenal wilayah jantung Vogelkop, dilakukan
ekspedisi udara ke pedalaman, Hasilnya disebutkan daerah pedalaman onderafdeeling Manokwari dan separuh bagian
timur pedalaman distrik Steenkool hampir tidak berpenghuni, sedangkan
konsentrasi populasi dalam jumlah tertentu hanya
terdapat di separuh bagian barat laut distrik Steenkool, dan hingga pada
tingkat lebih rendah di sebelah barat danau
Anggimaren, di sudut timur laut distrik
Steenkool. Daerah terakhir ini dapat
dicapai dari danau Anggimaren. Daerah konsentrasi penduduk yang disebut dapat dilakukan dari Steenkol atau
dari Modderdorp (kampong lumpur) Aifat.
Di wilayah pedalaman ini ada tiga nama yang disebut yakni Aifat sebagai
suatu kampong lumpur. Mungkin maksudnya wilayah perkampongan selalu basah dan
berlumpur karena pasang surut perairan yang diduga sebagai danau Anggimaren atau danau Amaroe. Foto udara danau Amaroe (1928)
Pada masa ini nama Amaroe disebut Ayamaru. Mengapa
danau ini disebut dengan nama Anggimaren atau Amaroe?
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kampong Kumurkek Distrik Aifat Kabupaten Maybrat:
Jantung Pedalaman Wilayah Kepala Burung Papua
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.