*Untuk melihat semua artikel Sejarah Sepak Bola Indonesia di blog ini Klik Disini
Pada
dasarnya bermain sepak bola bisa dimana saja, asalkan bola yang disepak dapat
berguilir. Demikianlah bermula permainan dan pertandingan sepak bola dimulai di
suatu lapangan. Lapangan yang awalnya hanya ditarik garis untuk membentuk empat
persegi panjang dengan memasng tiang gawang di dua sisi yang berlawanan. Tidak
semua tempat memiliki lapangan yang ideal, tetapi di berbagai kota di Indonesia
semasa Pemerintah Hindia Belanda umumnya dipilih di dalam lapangan kota (aloen-aloen
atau esplanade). Dalam perkembanganya dibangun stadion (yang dikhususkan untuk bermain
sepak bola).
Stadion
VIJ (Vijveld) merupakan sebuah stadion sepak bola yang digunakan oleh klub
sepak bola Hindia Belanda Voetbalbond Indonesische Jacatra (VIJ), yang
didirikan pada tahun 1928, dan pada tahun 1950 klub sepak bola tersebut
berganti nama menjadi Persija Jakarta. Stadion VIJ menjadi bagian dari sejarah
klub sepak bola Jakarta. Sebelum merdeka, stadion ini dibangun untuk bersaing
dengan klub sepak bola pemuda pribumi Belanda di Indonesia, NIVB. Saat itu NIVB
atau Nederlandsch Indische Voetbal Bond dalam bentuk 1918 terdiri dari
orang-orang Belanda yang berdiri sebagai pemain anti-pribumi. Merasa
didiskriminasikan, sejumlah pemuda Indonesia dengan mendirikan VIJ yang
berkantor pusat di Petojo pada tahun 1928. Karena menjadi markas klub VIJ maka
lapangan bola ini dinamai “VIJ”. Stadion yang dibangun oleh pendiri
Persija, Mohammad Husni Thamrin senilai 2000 Gulden dimanfaatkan sepenuhnya
oleh asosiasi sepak bola pribumi, lapangan ini digunakan oleh asosiasi sepak bola
asli pertama di Jakarta, yaitu VIJ. Pada tahun 1950, VIJ secara resmi bernama
Persija dan memindahkan basisnya ke Stadion Menteng, Jakarta (Wikpedia).
Lantas bagaimana sejarah lapangan sepak bola
dan pembangunan stadion sejak era Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, awalnya
bermain sepak dapat dimana saja, tetapi dalam perkembangannya lapangan kota dianggap
tidak kondusif lagi sehingga muncul gagasa pembangunan stadion memenuhi kebutuhan
(seperti standardisasi, kebijakan politik/program maupun komersialisasi). Lalu bagaimana
sejarah lapangan sepak bola dan pembangunan stadion sejak era Hindia Belanda? Seperti
kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan
dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber
tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan
imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.
Lapangan Sepak Bola dan Pembangunan Stadion Era Hindia
Belanda; Politik dan Komersialisasi
Salah satu klub utama di Belanda ada di Den Haag. Den
Haag sendiri adalah ibu kota baru (negara) Belanda. Namun pada mulanya permainan
dan pertandingan sepak bola di dekat rawa dan tanahnya agak basah dan jika
hujan air tergenang. Lokasi lapangan tersebut yang dijadikan tempat bermain
sepak bola berada di lapangan terbuka di Maliebaan. Lalu pada tahun 1895 mulai diusulkan
sudah saatnya ditinggalkan begitu saja oleh anak-anak muda bermain bola (lihat
Bataviaasch nieuwsblad, 22-05-1895).
Disebutkan lebih lanjut ada usul bahwa ada tempat terbuka yang tersisa di
Avenue van Nieuw Osticja, yang akan segera disiapkan, dan ingin menggunakannya
sebagai gelanggang olahraga untuk melokalisir para pecinta olahraga. Dengan
demikian berkumpul bersama semua kegiatan kriket, tenis dan sepak bola dan kuda
serta sepatu roda. Dalam berita tersebut mengindikasikan kota Den Haag baru
tengah merencanakan pembangunan gelanggang olahraga, dan sepak bola yang mulai
digandrungi anak muda disehatkan dari lapangan lingkungan berawa, becek dan
berlumpur.Foto: Awal pembangunan lapangan Esplanade di Medan (sisi utara-timur)
Di Den Haag belum membicarakan stadion, ketika para
pemain sepak bola oleh pemerintah kota di Inggris telah membangun stadion kota.
Yang dibicarakan di Den Haag adalah lapangan sepak bola (bukan stadion), tetapi
salah satu area yang disiapkan di dalam gelanggang olah raga untuk bisa bermain
sepak bola.
Mengapa para pemuda Den Haag tega bermain sepak bola di kawasan rawa-rawa?
Saat itu sepak bola belum lama diintroduksi di Belanda, para pemuda di berbagai
kota demam sepak bola. Oleh karena itu saat para pemuda di Den Haag bermain
sepak bola di lapangan terbuka dekat rawa, permaian sepak bola belum lama di Den
Haag. Itu mungkin berarti belum ada pertandingan sepak bola yang dilakukan.
Lantas mengapa para pemuda tidak bermain sepak bola di lapangan yang lebih bagus
di tengah kota? Di kota-kota Belanda, katakanlah lebih modern, biasanya setiap
lapangan terbuka dijadikan taman dimana di tengah taman disediakan tempat duduk
diantara tanaman dan pohon. Ini beberda dengan di kota-kota Indonesia (baca: Hindia
Belanda), terutama di Jawa lapangan terbuka di tengah kota biasanya disebut alun-alun
(esplanade). Suatu lapangan luas persegi yang hanya ditanami/ditutupi rumput
dimana di masing-masing sisi lapangan dibangun jalan kota.Foto: Awal pembangunan lapangan Esplanade di Medan (sisi barat-selatan)
Pada tahun 1893 di Medan diadakan suatu pertandingan
sepak bola antara kesebelasan Medan dengan kesebelasan yang datang dari Penang (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 02-01-1894). Pertandingan sepak bola ini dapat dikatakan pertandingan sepak bola di Hindia
Belanda yang terinformasikan, Pertandingan ini juga dapat dikatakan
pertandingan internasional, karena kesebelasan Penang berasal dari wilayh
yueisdiksi Inggris di Penang yang menjadi bagian wilayah Strait Settlement.
Pertandingan antara tim Penang dan tim Medan ini dilangsungkan di lapangan
Esplanade (alun-alun) kota Medan.
Perbandingan antara kota Medan dan kota Den Haag saat itu tentu sangat
berbeda jauh. Antara langit dan bumi. Bagaimana soal sepak bola? Sama-sama
terbilang baru. Namun begitu para pemuda yang bermain sepak bola di Medan masih
sangat terhormat bermain sepak bola di lapangan kota di tengah kota. Lapangan
kota Medan yang disebut Esplanade dibangun tahun 1882. Suatu lapangan yang terawat
dan terurus. Tentu saja tidak berawa sehingga bermain bola cukup nyaman dimana
bola yang disepak dapat bergilir dengan baik dan di waktu hujang tidak becek-becek
amat. Lapangan kota Esplanade tentu saja menjadi layak menerima tamu dari jauh
dari negara seberang untuk melakukan pertandingan persahabatan (friendly match).Foto: Lapangan Esplanade 1893 dan peta tengah kota Medan
Berita-berita di atas, telah menggambarkan bagaimana
awal sepak bola di Belanda dan di Indonesia, dimana lapangan, lapangan kota
yang dijadikan sebagai tempat bermain sepak bola menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari sepak bola itu sendiri. Ibarat lapangan sebagai raga, permainan sepak bola
itu sendiri sebagai jiwa. Jadi jiwa raga permainan sepak bola apalagi
pertandingan sepak bola berada di lapangan sepak bola sendiri. Dengan kata lain.
Lapangan terbuka adalah infrastruktur permainan/pertandingan sepak bola.
Permainan sepak bola adalah salah satu olah raga yang dihubungkan dengan
kesehatan jiwa dan raga. Jadi permainan sepak bola ada dalam urusan olah raga
dan kesehatan. Permainan sepak bola, berbeda dengan senam dan biliar yang ramai
saat itu, adalah permainan di alam/udara terbuka yang membuat sirkulasi udara
dan metabolism tubuh yang dianggap sangat baik. Dalam hal inilah keutamaan
sepak bola dalam berbagai permainan olahraga. Sedangkan pertandingan sepak bola
adalah dalam urusan adu kemampuan (bermain sepak bola) yang berifat kompetitif
dimana diantara dua tim yang bertanding ingin mencapai kemenangan. Dalam
hubungannya dengan kemenangan inilah sepak bola menjadi menarik bagi warga
untuk menonton dan datang langsung ke lapangan sepak bola. Dalam konteks ini
olahraga khususnya sepak bola menjadi bagian dari hiburan, hiburan yang menarik
untuk ditonton.Peta: Koningsplein di Batavia (1887)
Lapangasi Esplanade di Medan dapat dikatakan tonggak
sejarah lapangan untuk permainan dan pertandingan sepak bola di Medan. Lapangan
Esplanade di Medan ini masih eksis hingga kini yang lebih dikenal sebagai Lapangan
Merdeka Medan. Lapangan Esplanade di Medan sejak 1893 terus digunakan oleh
warga kota untuk bermain sepak bola. Bagaimana dengan di kota-kota lainnya di
Hindia Belanda?
Sementara sudah ada sepak bola di Medan, dan sebelum ada sepak bola di Batavia,
di Belanda sudah ada nama klub bernama FC Batavia. Bukan itu yang kita maksud.
Sepak bola di Batavia baru terdeteksi pada tahun 1896. Ini bermula ketika
didirikan klub olahraga di Batavia yang diberi nama Nederlandsche sportclub
(lihat Rotterdamsch nieuwsblad, 30-03-1896). Klub olahraga ini terdiri dari
kriket, tenis lapangan rumput, sepakbola, sepatu roda dan lain-lain. Klub
olahraga ini, dewan terdiri dari J. Mijer sebagai Presiden, SW Severijn, Wakil
presiden, Mr. EA Hoeffelman, Komisaris, CN Gruytcr, bendahara. H. Prange,
sekretaris. Mereka ini semua adalah olahragawan terkenal di Belanda (yang kini
bekerja di Batavia).
Dalam perkembangannya Nederlandsche sportclub yang
kini berganti nama menjadi Bataiviasch Sportclub sudah membentuk tim-tim sepak bola.
Dalam konteks inilah kemudian di Batavia terinformasikan pertandingan sepak bola
perdana akan diselenggarakan ke publik antara tim Nimmer Vermoeid vs Trapper
pada hari Minggu 27 Februari 1898 pukul lima sore di lapangan Koningsplein di
Gang Scott (lihat Bataviaasch nieuwsblad mulai edisi 26-02-1898).
Pertandingan sepak bola antara tim Nimmer Vermoeid dan Trapper di bawah
naungan Bataiviasch Sportclub yang diduga merupakan pertandingan sepak bola
perdana di Batavia. Ini terjadi pada tahun 1898. Sedangkan sepak bola sendiri
diperkenalkan secara resmi di Batavia pada tahun 1896. Jika membandingan
pertandingan sepak bola perdana di Medan (1893), maka pertandingan sepak bola
perdana di Batavia hanya beda lima tahun (tidak terlalu jauh). Jika introduksi
sepak bola sudah dimulai di Medan tahun 1890 dan di Jakarta baru tahun 1896,
juga mengindikasikan perbedaan waktu yang tidak terlalu jauh. Sejauh ini, di tempat
lain belum terinformasikan adanya sepak bola seperti di Bandoeng, Soerabaja dan
Semarang. Lapangan yang digunakan untuk pertandingan sepak bola di Medan adalah
di Esplanade, sedangkan di Batavia adalah Koningsplein (kini Lapangan Monas).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Politik dan Komersialisasi: Pembangunan dan
Pengembangan Stadion di Berbagai Kota di Indonesia Masa ke Masa
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar
rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog
hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang
tidur. Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.